23 April 2017

CERPEN: PENGERTIAN, CIRI, UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK


A.  Pengertian Cerpen

Cerita pendek, atau sering disingkat dengan cerpen, adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Berapa ukuran panjang atau pendek yang dimaksud memang tidak ada aturan baku yang dianut maupun kesepakatan di antara pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe, dalam Burhan Nurgiantoro (1995: 11), menyatakan bahwa cerita pendek adalah sebuah cerita yang selesai dibaca sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah jam sampai dua jam. Untuk menentukan panjang pendeknya cerpen, khususnya berkaitan dengan jumlah kata yang digunakan, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat. Menurut Staton cerpen biasanya menggunakan 15.000 kata atau setara dengan lebih kurang 50 halaman. Sedangkan Notosusanto menyatakan bahwa jumlah kata yang digunakan di dalam cerpen sekitar 5.000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto dengan spasi rangkap (lihat KSG Unimed, 2013: 292). Cerita pendek, selain kependekannya ditunjukkan oleh jumlah penggunaan kata yang relatif terbatas, peristiwa dan isi cerita yang disajikan juga sangat pendek. Peristiwa yang disajikan memang singkat, tetapi mengandung kesan yang dalam. Isi cerita memang pendek karena mengutamakan kepadatan ide. Karena itu, peristiwa dan isi cerita dalam cerpen relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan roman atau novel. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra, seperti tokoh, plot, tema, bahasa, dan insight, secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi lain yang lebih panjang. Disyaratkan oleh H.B. Jassin bahwa cerita pendek haruslah memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian (Korrie Layun Rampan, 1995: 10).

Berdasarkan berbagai batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita pendek adalah bentuk prosa fiktif naratif yang habis dibaca sekali duduk, serta mengandung konflik dramatik. Cerita pendek adalah cerita fiksi bentuk prosa yang singkat yang unsur ceritanya berpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah dan pengembangan pelaku terbatas, dan keseluruhan cerita memberi kesan tunggal.

B. Ciri-Ciri Cerita Pendek,

Menurut Stanton (2007: 76), ciri-ciri cerpen adalah: (1) haruslah berbentuk padat, (2) realistik, (3) alur yang mengalir dalam cerita bersifat fragmentaris dan cenderung inklusif. Sedangkan menurut Guntur Tarigan, cirri-ciri cerpen adalah: (1) singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, dan intensity), (2) memiliki unsur utama berupa adegan, tokoh, dan gerak (scene, character, dan action), (3) bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive, suggestive, dan alert), (4) mengandung impresi pengarang tentang konsepsi kehidupan, (5) menimbulkan efek tunggal dalam pikiran pembaca, (6) mengandung detil dan insiden yang benar-benar terpilih, (7) memiliki pelaku utama yang menonjol dalam cerita, dan (8) menyajikan kebulatan efek dan kesatuan emosi.

C.      Unsur Intrinsik Cerita Pendek

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra; unsur-unsur yang yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.

Unsur intrinsik cerpen dapat dikelompokkan ke dalam tujuh bagian, masing-masing: (1) tema, (2) alur, (3) penokohan atau perwatakan, (4) latar, (5) sudut pandang atau point of view, (6) gaya bahasa,  dan (7) amanat.

Pembahasan terhadap unsur-unsur intrinsik pembangun cerita pendek yang telah disampaikan di atas diuraikan sebagai berikut.

1. Tema.

Tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita atau gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita sehingga bersifat menjiwai keseluruhan cerita. Tema suatu karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembaca. Pengarang karya sastra tidak akan secara gamblang mengatakan apa yang menjadi inti permasalahan hasil karyanya, walaupun kadang-kadang terdapat kata-kata atau kalimat kunci dalam salah satu bagian karya sastra. Melalui kalimat kunci itu pengarang seolah-olah merumuskan apa yang sebenarnya menjadi pokok permasalahan. Ada beberapa cara untuk menafsirkan tema menurut Stanton (2007: 44), yakni: (1) harus memperhatikan detil yang menonjol dalam cerita rekaan, (2) tidak terpengaruh oleh detil cerita yang kontradiktif, (3) tidak sepenuhnya bergantung pada bukti-bukti implisit, kadang-kadang harus yang eksplisit juga, (4) tema itu dianjurkan secara jelas oleh cerita yang bersangkutan. Perlu ditambahkan di sini bahwa faktor pengarang dengan pandangan-pandangannya turut menentukan tema karyanya.

2. Penokohan.

Penokohan merupakan salah satu unsur dalam cerita yang menggambarkan keadaan lahir maupun batin seseorang atau pelaku. Setiap manusia mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena cerpen pada dasarnya menceritakan manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya, maka setiap tokoh dalam cerita akan memiliki watak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Melalui karakter tokoh cerita, pembaca mengikuti jalan cerita sehingga maksud cerita akan menjadi lebih jelas. Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan. Penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiantoro, 1995: 165). Jadi yang dimaksud dengan penokohan atau karakteristik adalah ciri-ciri jiwa seseorang tokoh dalam suatu cerita. Seluruh pengalaman yang dituturkan dalam cerita kita ikuti berdasarkan tingkah laku dan pengalaman yang dipelajari melalui pelakunya. Melalui perilaku ilmiah pembaca mengikuti jalannya seluruh cerita dan berdasarkan karakter, situasi cerita dapat dikembangkan.

3. Plot atau Alur.

Plot atau alur adalah urutan peristiwa yang merupakan dasar terciptanya sebuah cerita. Alur bisa tampak apabila pengarang mampu membangun saling hubung antara tema, pesan, dan amanat dalam cerita. Cerita bergerak dari satu peristiwa ke peristiwa yang lain. Masing-masing peristiwa itu disusun secara runtut, utuh dan saling berhubungan sehingga membangun plot. Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan banyak orang menganggap sebagai unsur yang terpenting. Plot dapat mempermudah pemahaman seseorang tentang suatu cerita. Tanpa plot, pembaca akan kesulitan memahami suatu cerita. Plot karya fiksi yang kompleks sulit dipahami hubungan kausalitas antarperistiwanya. Akibatnya, cerita sulit dipahami. Dalam suatu cerita biasanya dituliskan berbagai peristiwa dalam urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itulah yang disebut alur atau plot.

Plot biasanya dikelompokkan atas tiga tahap, yakni awal-tengah-akhir. Tahap awal sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Tahap ini berisi informasi-informasi penting yang berhubungan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan berikutnya. Tahap tengah, atau tahap pertikaian, menampilkan konflik atau pertentangan yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya. Tahap akhir, atau tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu akibat klimaks. Pada bagian ini, dimunculkan akhir dari cerita.

4. Latar (setting).

Latar, atau biasa disebut dengan setting, merujuk kepada pengertian tempat¸ hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar memberikan kesan realistis kepada pembaca. Latar dibedakan dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa, latar waktu berhubungan dengan masalah kapan peristiwa terjadi, dan latar social mengacu kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan social masyarakat dalam cerita.

5. Sudut Pandang (point of view).

Sudut pandang, atau point of view, adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, dalam Burhan Nurgiantoro, 1995: 248). Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik pengarang. Namun, semuanya itu, dalam karya fiksi, disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita (Burhan Nurgiantoro, 1995: 248). Sudut pandang atau point of view penceritaan dapat dibedakan atas tiga macam, masing-masing: (1)sudut pandang orang pertama; pengarang sebagai aku (gaya akuan) Dalam hal ini, pengarang dapat bertindak sebagai omnicient (serba tahu) dan dapat juga sebagai limited (terbatas), (2) pengarang sebagai orang ketiga (gaya diaan). Dalam hal ini, pengarang dapat bertindak sebagai omniscient (serba tahu) dan dapat juga bertindak limited (terbatas), (3) point of view gabungan, artinya pengarang menggunakan gabungan dari gaya bercerita pertama dan ketiga.

6. Gaya.

Gaya dapat diartikan sebagai gaya pengarang dalam bercerita atau gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam karyanya. Keduanya saling berhubungan, yaitu gaya seorang pengarang dalam bercerita akan terlihat juga dalam bahasa yang digunakannya. Gaya bahasa adalah ekspresi personal, keseluruhan respons, pengarang terhadap persitiwa-peristiwa melalui media bahasa, seperti: jenis bahasa yang digunakan, kata-kata, sifat atau ciri khas imajinasi, struktur, dan irama kalimat-kalimatnya. Menurut Herman J. Waluyo dan Nugraheni (2008: 41), gaya pengarang satu dengan yang lainnya berbeda. Karena itu, bahasa karya sastra bersifat ideocyncratic, artinya sangat individual. Perbedaan gaya itu disebabkan oleh perbedaan pemikiran dan kepribadian.

7. Amanat.

Amanat adalah suatu ajaran moral yang ingin disampaikan pengarang. Panuti Sujiman (1988: 51) menyatakan bahwa amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Menurut Suharianto (1982: 71), amanat dapat disampaikan secara tersurat dan tersirat. Tersurat artinya pengarang menyampaikan langsung kepada pembaca melalui kalimat, baik berupa keterangan pengarang atau pun berbentuk dialog pelaku. Seorang pengarang, dalam karyanya, tidak hanya sekedar ingin memgungkapkan gagasannya, tetapi juga mempunyai maksud tertentu atau pesan tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pesan tertentu itulah yang disebut amanat.

Amanat dalam sebuah karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran dan berbagai hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan hal tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.

D.    Unsur Ekstrinsik Cerpen

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks cerpen, tetapi memberi pengaruh yang tidak kalah kuatnya terhadap isi cerpen daripada unsur intrinsik. Beberapa ahli sastra mengatakan bahwa unsur ekstrinsik bahkan lebih menentukan dimensi isi karya cerpen.

Unsur ekstrinsik mencakup: (1) latar belakang masyarakat, (2) latar belakang seorang pengarang, dan (3) nilai-nilai yang terkandung di dalam novel. Latar belakang masyarakat sangat berpengaruh pada penulisan novel dan cerpen. Latar belakang masyarakat tersebut bisa berupa, antara lain, kondisi politik, ideologi negara, kondisi sosial, dan juga kondisi perekonomian masyarakat. Latar belakang seorang pengarang terdiri atas biografi pengarang, kondisi psikologis pengarang , aliran sastra yang dimiliki penulis, dan minatnya terhadap sesuatu sangatlah mempengaruhi terbentuknya sebuah cerpen. Riwayat hidup sang penulis mempengaruhi jalan pikir penulis atau sudut pandang mereka tentang suatu. Faktor riwayat hidup ini mempengaruhi gaya bahasa dan genre khusus seorang penulis cerpen. Kondisi psikologis merupakan mood atau motivasi seorang penulis ketika menulis cerita. Mood atau psikologis seorang penulis ikut mempengaruhi apa yang ada di dalam cerita mereka, misalnya jika mereka sedang sedih atau gembira mereka akan membuat suatu cerita sedih atau gembira pula. Aliran sastra merupakan “agama” bagi seorang penulis dan setiap penulis memiliki aliran sastra yng berbeda-beda. Hal ini sangat memengaruhi gaya penulisan dan genre cerita yang biasa diusung oleh sang penulis di dalam karya-karyanya. Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen seperti nilai agama, nilai sosial, nilai moral, dan nilai budaya, turut menentukan arah karya penulis.

Sumber Pustaka

Umar, Azhar. 2016. Teori dan Genre Sastra Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.

POSTINGAN TERKAIT

Soal Tentang Cerpen Baca DI SINI



0 komentar:

Post a Comment