CONTOH RPP TEKS KRITIK DAN ESAI
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah/Satuan Pendidikan :
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : XII/6
Pertemuan Ke :
5, 6, dan 7
Alokasi Waktu : 3 Pertemuan (3 X 4 Jam Pelajaran x 45 menit)
Materi Pokok : Teks Kritik dan Esai
Tujuan pembelajaran
sebagaimana dinyatakan dalam kurikulum, berbentuk kompetensi yang terdiri atas
(1) kompetensi sikap spiritual, (2) kompetensi sikap sosial, (3) kompetensi pengetahuan pengetahuan, dan (4)
kompetensi keterampilan. Rumusan kompetensi sikap spiritual, “Menghayati dan
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya”; kompetensi sikap sosial, “Menghayati
dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong, kerja sama, toleran, damai)santun, responsif dan proaktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia”, dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yakni keteladanan,
pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata
pelajaran serta kebutuhan dan kondisi
peserta didik. Penumbuhan dan
pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran
berlangsung, dan digunakan sebagai dasar bagi guru dalam menumbuhkan dan
mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.
KI 1 Memahami,
menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan,kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI 2 Mengolah, menalar,
menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya
di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
B.
Kompetensi Dasar dan Indikator
Pencapaian
Kompetensi Dasar
|
Indikator
|
3.12
Membandingkan kritik
sastra dan
esai dari aspek
pengetahuan
dan pandang-
an penulis.
4.12
Menyusun kritik dan esai
dengan memerhatikan
aspek pengetahuan dan
pandangan penulis.
|
·
Menentukan
unsur-unsur kritik dan esai, persamaan dan perbedaan kritik dan esai, dari aspek pengetahuan dan
pandangan.
·
Menulis
kritik dan esai dengan memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan tertulis.
·
Mempresentasikan,
menanggapi, merevisi kritik dan esai yang telah ditulis.
|
3.13
Menganalisis sistematika
dan
kebahasaan kritik dan
esai.
4.13
Menganalisis sistematika
dan kebahasaan kritik dan
esai.
|
·
Menemukan
isi dan sistematika, kebahasaan kritik dan esai
·
Menyusun
kritik dan esai berdasarkan konstruksi dengan memerhatikan sistematika dan
kebahasaan
·
Mempresentasikan, Memberikan penilaian terhadap kritik dan
esai berdasarkan sistematika dan kebahasaan.
|
C.
Materi Pembelajaran
Kritik dan
Esai
·
pengertian kritik dan esai;
·
jenis-jenis kritik dan esai;
·
bagian-bagian kritik dan esai (pembukaan,
isi, penutup);
·
perbedaan kritik dan esai; dan
·
penyusunan kritik dan esai
- Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
(Catatan:
kolom bagian kanan bukan bagian RPP tetapi penjelasan prosedur model
pembelajaran Bahasa Indonesia).
Pendahuluan: 3 X 10 menit
1. Peserta didik merespon salam tanda mensyukuri
anugerah Tuhan dan saling mendoakan.
2.
Peserta
didik merespon pertanyaan
dari guru berhubungan dengan
pembelajaran sebelumnya.
3.
Peserta didik menerima informasi dengan proaktif tentang keterkaitan
pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
4.
Peserta didik menerima informasi tentang hal-hal yang akan dipelajari dan dikuasai
khususnya tentang pembelajaran teks kritik dan esai.
|
Membangun Konteks:
Dialog informasi tentang fungsi dan wujud teks kritik dan
esai dalam kehidupan sehari-hari. Dapat pula ditayangkan film
dokumenter dunia flora dan fauna
|
||
Kegiatan Inti: 3 X 150 menit
|
|||
1. Peserta
didik membaca 2 atau 3 teks kritik dan
esai yang bertema sama.
2.
Peserta
didik mencermati struktur teks dari 2
atau
teks kritik
dan esai yang telah dibacanya.
3.
Peserta
didik mencermati ciri kebahasaan yang
digunakan
dalam teks kritik
dan esai.
4. Peserta
didik mencermati isi pokok dalam 2 atau
teks
kritik dan esai.
5. Peserta
didik mengajukan pertanyaan tentang
variasi struktur teks dari 2 atau 3 teks kritik dan
esai.
6. Peserta
didik mengajukan pertanyaan tentang ciri
kebahasaan
yang digunakan dalam 2 atau teks kritik dan esai.
7. Peserta
didik mengajukan pertanyaan isi pokok
dari 2 atau 3 teks kritik dan esai.
8. Peserta
didik mengumpulkan informasi melalui
telaah model teks kritik dan esai.
9. Peserta
didik melakukan klasifikasi dan deskripsi
hubungan antarkomponen yang ditemukan
berdasarkan telaah model teks
10. Peserta
didik menyimpulkan struktur teks kritik
dan esai.
11. Peserta
didik menyimpulkan ciri kebahasaan teks
kritik dan esai.
12. Peserta didik menyimpulkan isi pokok dari 2 atau
3
teks kritik dan esai.
13. Peserta didik mempresentasikan hasil
pengamatan tentang struktur, ciri bahasa, dan isi
pokok dari 2 atau 3 teks kritik dan esai.
|
Menelaah Model Tujuan kegiatan ini agar
peserta didik mendapatkan pengetahuan tentang teks kritik dan esai secara mandiri
dengan bimbingan guru.
Kegiatan ini dapat dilakukan secara individual, berpasangan, atau
berkelompok. Panduan lembar kerja menelaah model teks sangat dianjurkan untuk
digunakan.
Kesimpulan dibahas secara klasikal dengan panduan guru agar kelas
aktif menarik namun pengaturan waktu efesien
|
||
14. Peserta didik mengerjakan latihan dan tugas yang diberikan guru
untuk mengembangkan kompetensi (seperti latihan kata, kalimat, dan paragraf)
yang sesuai dengan jenis teks kritik dan
esai:
a. latihan kosa kata teknis, sinonim
b. latihan penulisan unsur serapan
c. latihan pengembangan teks
kritik dan esai: klasifikasi-deskripsi
d. latihan pengembangan kekohesian
15. Peserta didik berdiskusi dengan teman sebangku atau berpasangan
untuk menentukan topik dan menyusun kerangka karangan. Latihan pengembangan
topik dengan peta pikiran (mindmap)
atau jaring laba-laba (spider-web)
atau teknik lain yang dapat digunakan.
|
Mengonstruksi
Terbimbing: kegiatan ini merupakan aplikasi dari pemahaman tentang teks dan
latihan kebahasaan yang diguna-kan dalam me-nyusun teks kritik
dan esai. Ini semacam latihan berlari, menendang bola, membawa bola,
mengoper bola, dan lain-lain sebelum bermain bola sesungguhnya
|
||
16. Peserta didik menentukan
topik teks kritik dan esai dengan
peta pikiran (mindmap) atau jaring
laba-laba (spider-web).
17. Peserta didik menyusun kerangka teks kritik dan
esai.
18. Peserta didik mengumpulkan
informasi yang sesuai dengan topik yang telah dipilih.
19. Peserta didik menyusun teks kritik dan esai berdasarkan kerangka
yang telah disusun dengan memperhatikan struktur teks, ciri kebahasaan, dan EBI.
20. Peserta didik mempresentasikan teks kritik dan
esai yang telah disusun.
21. Peserta didik menanggapi teks kritik dan esai.
22. Peserta didik merevisi teks kritik dan esai berdasarkan masukan
dari teman.
23. Peserta didik memasukkan
lembar coretan kerja dan semua draf hingga draf final ke bendel portofolio
masing-masing.
|
Mengonstruksi
Mandiri:
Setelah peserta didik berkegiatan untuk mendapatkan pemahaman dan
berbagai latihan subkompetensi menulis (atau berbicara) diharapkan peserta
didik sudah memiliki kepercayaan diri untuk menyusun teks secara mandiri.
|
||
Penutup: 3 X 20 menit
|
|||
1. Peserta
didik
menyimpulkan materi yang telah
dipelajari
2.
Peserta
didik melaksanakan penilaian pembelajaran yang diberikan pendidik.
3.
Peserta
didik saling
memberikan umpan balik/refleksi hasil pembelajaran yang telah dicapai.
4.
Pendidik
menutup pembelajaran dengan ucapan salam
|
Kegiatan penutup merupakan refleksi guru dan peser-ta didik terhadap
proses dan hasil pembelajaran sebagai upaya peningkatan mutu berkelanjutan
|
||
E.
Penilaian
KD dan
Indikator (KD-3: Pengetahuan)
Kompetensi Dasar
|
Indikator
|
3.12
Membandingkan kritik
sastra dan esai
dari aspek
pengetahuan dan
pandangan
penulis.
4.12
Menganalisis sistematika
dan kebahasaan kritik dan esai.
|
·
Menentukan
unsur-unsur kritik dan esai, persamaan dan perbedaan kritik dan esai, dari aspek pengetahuan dan
pandangan.
·
Menemukan
isi dan sistematika, kebahasaan kritik dan esai
|
Penilain
Proses
|
Penilaian
Hasil
|
Penilaian proses aspek pengetahuan dapat dilakukan sejak
kegiatan Menelaah Model dan Mengonstruksi terbimbing.
Catatan terhadap peserta didik pada kegiatan tersebut
dapat dijadikan penilaian sikap selama mengikuti pembelajaran: ketekunan,
kerja sama, semangat, ketelitian, kerapihan, kebersihan, keseriusan.
|
Jenis : Tulis
Bentuk : Uraian
Contoh instrumen:
1.
Tuliskanlah bagian-bagian struktur
teks kritik dan esai yang Anda
baca!
2.
Tuliskanlah perbedaan
dari aspek
pengetahuan struktur teks kritik
dan esai yang Anda baca!
3.
Tuliskanlah perbedaan
dari aspek
Pandangan teks
kritik dan esai
yang Anda baca!
|
KD dan
Indikator (KD-4: Keterampilan)
Kompetensi Dasar
|
Indikator
|
3.13
Menyusun kritik dan esai
dengan memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan penulis.
4.13
Menganalisis sistematika
dan kebahasaan kritik dan esai.
|
·
Menulis
kritik dan esai dengan memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan tertulis.
·
Mempresentasikan,
menanggapi, merevisi kritik dan esai yang telah ditulis.
·
Menyusun
kritik dan esai berdasarkan konstruksi dengan memerhatikan sistematika dan
kebahasaan
·
Mempresentasikan, Memberikan penilaian terhadap kritik dan
esai berdasarkan sistematika dan kebahasaan.
|
Penilain
Proses
|
Penilaian
Hasil
|
Penilaian proses aspek pengetahuan dapat dilakukan sejak
kegiatan Mengonstruksi Terbimbing dan Mengonstruksi Mandiri.
Catatan terhadap peserta didik pada kegiatan tersebut
dapat dijadikan penilaian sikap selama mengikuti pembelajaran dan mengerjakan
tugas (bendel portofolio): ketekunan, kerjasama, semangat, ketelitian,
kerapihan, kebersihan, keseriusan.
|
Jenis : Menulis
Bentuk: Uraian
Contoh Instrumen
Susunlah teks kritik dan esai dengan memerhati-kan
hal di bawah ini!
1. Tentukan
topik teks kritik dan
esai!
2. Buatlah
kerangka sesuai dengan
struktur
teks kritik dan
esai!
3. Kembangkan
kerangka tersebut
menjadi
teks kritik dan
esai dengan
memerhatikan
struktur teks, ciri
kebahasaan,
dan EBI.
|
Portofolio
Khusus untuk kompetensi
menulis, penilaian meliputi proses dan produk yang tercakup dalam penilaian
portofolio. Dokumen portofolio berisi:
(a) draf final (produk) berbobot 40%;
(b) bukti draf sedikitnya 3 draf berbobot 25%;
(c) bukti catatan tentang apa yang akan ditulis
dan sumber penulisan berbobot 10%; dan
(d) catatan reflektif berbobot 25%.
Penilaian Sikap
Penilaian
sikap dilakukan selama proses pembelajaran (termasuk informasi dari portofolio)
atau di luar pembelajaran dengan melalui observasi dengan isian lembar pengamatan
Contoh
format dan pengisian lembar pengamatan guru mata pelajaran
Nama Satuan pendidikan :
Tahun pelajaran :
2017/2018
Kelas/Semester :
XII/6
Mata Pelajaran :
Bahasa Indonesia
No
|
Waktu
|
Nama
|
Kejadian/ Perilaku
|
Butir sikap
|
Positif/ Negatif
|
Tindak Lanjut
|
1.
|
11 Februari
2018
|
Kemal
|
Tidak mengerjakan tugas
menganalisis teks kritik dan esai.
|
Tanggung jawab
|
-
|
Dipanggil dan disuruh
mengerjakan tugas kembali dengan waktu terbatas
|
2.
|
11 Februari
2018
|
Anita
|
Mengerjakan tugas dengan serius,
tepat waktu, dan hasilnya sangat baik
|
Tanggung jawab
|
+
|
Diberi pujian atau apresiasi
|
Pedoman Penskoran
a.
Pengetahuan
Soal
|
Aspek yang Dinilai
|
Skor
|
1
|
a.
Peserta
didik menuliskan bagian-bagian struktur teks kritik dan esai dengan sangat tepat
|
4
|
b. Peserta
didik menuliskan bagian-bagian struktur
teks kritik dan esai dengan tepat
|
3
|
|
c. Peserta
didik menuliskan bagian-bagian struktur
teks kritik dan esai dengan kurang tepat
|
2
|
|
d. Peserta
didik menuliskan bagian-bagian struktur
teks kritik dan esai dengan tidak tepat
|
1
|
Soal
|
Aspek yang Dinilai
|
Skor
|
2
|
a. Peserta didik menulikan perbedaan dari aspek pengetahuan
struktur teks kritik dan esai dengan sangat tepat
|
4
|
b. Peserta
didik menulikan perbedaan dari aspek
pengetahuan struktur teks kritik dan esai dengan tepat
|
3
|
|
c. Peserta
didik menulikan perbedaan dari aspek
pengetahuan struktur teks kritik dan esai dengan kurang tepat
|
2
|
|
d. Peserta
didik menulikan perbedaan dari aspek
pengetahuan struktur teks kritik dan esai dengan tidak tepat
|
1
|
Soal
|
Aspek yang Dinilai
|
Skor
|
|
3
|
a.
Peserta
didik menulikan perbedaan
dari aspek pandangan struktur teks kritik dan esai dengan sangat tepat
|
4
|
|
b. Peserta
didik menulikan perbedaan dari aspek
pandangan struktur teks kritik dan esai dengan tepat
|
3
|
||
c. Peserta
didik menulikan perbedaan dari aspek
pandangan struktur teks kritik dan esai dengan kurang tepat
|
2
|
||
d. Peserta
didik menulikan perbedaan dari aspek
pandangan struktur teks kritik dan esai dengan tidak tepat
|
1
|
||
Keterangan
Nilai = Perolehan skor
Jumlah soal
Contoh
Nilai = 10 x 100 = 83,33
Nilai = 10 x 100 = 83,33
12
b.
Keterampilan
Soal
|
Aspek yang Dinilai
|
Skor
|
1
|
a. Peserta didik menentukan topik teks kritik dan esai
sangat sesuai isi teks
|
4
|
b. Peserta didik menentukan topik teks kritik dan esai
sesuai isi teks
|
3
|
|
c. Peserta didik menentukan topik teks kritik dan esai kurang sesuai isi teks
|
2
|
|
d. Peserta didik menentukan topik teks kritik dan esai
tidak sesuai isi teks
|
1
|
|
2
|
a.
Peserta didik menyusun kerangka teks kritik dan esai
sangat lengkap dan sangat sesuai
dengan topik
|
4
|
b.
Peserta didik menyusun kerangka teks kritik dan esai
lengkap dan sesuai dengan topik
|
3
|
|
c.
Peserta didik menyusun kerangka teks kritik dan esai
kurang lengkap dan kurang dengan
topik
|
2
|
|
d.
Peserta didik menyusun kerangka teks kritik dan esai
tidak lengkap dan tidak sesuai
isi teks
|
1
|
|
3
|
a. Peserta
didik menulis teks kritik dan esai sangat sesuai dengan kerangka, struktur, ciri kebahasaan, dan EBI
|
4
|
b. Peserta
didik menulis teks kritik dan esai sesuai
dengan kerangka, struktur, ciri
kebahasaan, dan EBI
|
3
|
|
c. Peserta
didik menulis teks kritik dan esai kurang sesuai
dengan kerangka, struktur, ciri
kebahasaan, dan EBI
|
2
|
|
d. Peserta
didik menulis teks kritik dan esai tidak sesuai dengan kerangka,
struktur, ciri kebahasaan, dan EBI
|
1
|
Nilai = Perolehan skor
Jumlah kreteria/soal
Contoh
Nilai = 11
x 100 = 91,66
12
F. Pendukung Pembelajaran (Alat, Media, Bahan,
Sumber)
1. Penyajian komputer (laptop) dengan
program powerpoint.
2. Bahan ajar otentik teks kritik dan
esai (hasil penelitian atau media massa).
3. Buku teks dan buku ensiklopedia.
4. Film dokumenter.
5. Internet.
Mengetahui, ……..,
…. 2018
Kepala ….. Guru Mata Pelajaran,
………………. …………………………
Ka ek u langeet kah ku peugandoe
(naik ke langit aku ketapel)
Katroek di bumoe kah ku singkla
(turun ke bumi aku ikat)
Bak gaki kah ku boeh pasong
(di kakimu aku pasang pasung)
Bak idoeng gunci tembaga
(pada hidungmu aku kunci dengan tembaga)
Di hadapan raja diwa hong saidi
RPP DAN MATERI PEMBELAJARAN SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN
2017/2018
MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS XII (SMA/SMK)
1.
TEKS NOVEL
2.
TEKS ARTIKEL
3.
TEKS KRITIK DAN ESAI
KLIK https://zuhriindonesia.blogspot.co.id/2017/12/rpp-teks-kritik-dan-esai-kelas-xii.html
LAMPIRAN MATERI TEKS KRITIK DAN ESAI
Kompetensi Dasar
Pengetahuan
|
Keterampilan
|
3.12
Membandingkan kritik sastra dan esai
dari aspek pengetahuan dan pandangan penulis
|
3.13 Menganalisis
sistematika dan kebahasaan kritik dan esai
|
4.12
Menyusun kritik dan esai dengan memerhatikan
aspek pengetahuan dan pandangan penulis baik secara lisan maupun tulis.
|
4.13
Mengonstruksi sebuah kritik atau esai
dengan memerhatikan sistematika dan kebahasaan baik secara lisan maupun tulis
|
A. Contoh Teks (Fakta)
Kritik Sastra
Tirani
dan Benteng : Potret dan Refleksi
Empat
Dekade Sejarah Indonesia
Oleh: Ranti Jumiarni
Taufik Ismail
adalah salah satu sastrawan yang mempelopori angkatan 66 dan puisi-puisi
karyanya tak lekang oleh waktu. Salah satu kumpulan puisi Taufik Ismail yang
cukup fenomenal adalah Tirani dan Benteng, kumpulan puisi ini mampu memotret jalinan sejarah secara
gamblang dan tanpa tedeng aling-aling.
Kumpulan puisi ini terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama, Puisi-Puisi
Menjelang Tirani dan Benteng, bagian kedua,Tirani, dan bagian ketiga, Benteng. Selain Tirani dan Benteng
(1966), karyanya yang lain adalah Buku Tamu Musium Perjuangan (1972), Sajak
Ladang Jagung (1974), Kenalkan, Aku Hewan (sajak anak-anak,1976), Puisi-Puisi
Langit (1990) dan Majoi. Beberapa dari puisinya telah dimusikalisasi oleh
beberapa grup musik Indonesia, salah satunya Bimbo (Sejadah Panjang) dan alm.
Nike Ardila (Panggung Sandiwara).
Tirani dan
Benteng memotret secara sederhana dan lugas guratan peristiwa demi peristiwa
yang terjadi empat dekade lalu. Taufik Ismail mengabadikan sejarah dengan
bahasa yang mudah dipahami. Karya
sastra yang berhasil atau sukses yaitu karya sastra yang mampu merefleksikan
zamannya (Endraswara, 2003 : 79), maka Tirani
dan Benteng adalah salah satu karya itu.
Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng ditulis antara tahun
1960 – 1965. Ada 32 judul puisi yang melukiskan gejolak Indonesia menjelang
peralihan orde lama menuju orde baru. Taufik bercerita mengenai
perseteruan antara pemerintah dan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia) pada masa itu. Elegi Buat
sebuah Perang Saudara menggambarkan kekacauan yang terjadi di negara kita.
Kekacauan itulah yang menjadi “embrio” ketakutan dan ketidakberdayaan bangsa
kita. Kekacauan yang melahirkan “peristiwa hitam” dalam peta sejarah Indonesia.
Dalam
beberapa puisi yang lain Taufik menggambarkan kehidupan keluarganya dan
masyarakat yang dihimpit kesulitan ekonomi pada masa itu. Kesederhanaan yang dituangkan Taufik pada
bait-bait puisinya begitu mengesankan dan menarik kita untuk memasuki sekaligus
memahami penderitaan rakyat karena lilitan kemiskinan yang begitu kental. Musim
kemarau dan serangan hama yang terjadi pada masa itu membuat panen petani
mengalami kegagalan. Keacuhan pemerintah menambah daftar hitam penyebab
kelaparan yang terjadi di negeri tercinta ini. Hal ini terlihat jelas pada
puisi Potret di Beranda, Syair Orang
Lapar, dan Catatan Tahun 1965.
Ditegaskan
pula dalam puisinya yang berbentuk catatan harian. Dalam puisi ini Taufik
benar-benar mendambakan kemerdekaan, baik kemerdekaan dalam berkarya maupun
kemerdekaan dalam sendi-sendi kehidupan. Hal ini terlihat jelas dalam rangkaian
puisinya yang berjudul 2 September 1965,
Pagi, 2 September 1965, Senja,
Pikiran sesudah Makan Malam, September dan Sesudah Dua Puluh Tahun (setelah merdeka).
Tiran.
Tirani. Hanura. Tiga kata yang tak asing. Bangsa
kita pernah mengalaminya, menjalaninya, bahkan mengulangnya dalam dekade yang
berbeda. Ketika
negara membungkam rakyatnya, ketika
negara menelanjangi hak warganya, dan
ketika negara tak mampu menjadi rumah
bagi penduduknya maka saat itulah tiran, tirani bahkan hanura diteriakkan di
mana-mana. Delapan belas puisi yang ditulis oleh Taufik dalam Tirani banyak
mengungkapkan kepada kita apa yang terjadi pada tahun 1966. Tahun pergolakan,
perubahan dan peralihan dari masa orde lama menuju ke orde baru.
Betapa beraninya pemuda-pemuda Indonesia yang tergabung
melalui KAMI dan KAPPI memperjuangkan ketidakadilan dan kebenaran yang
dikungkung pada masa itu. Satu per satu dari mereka berjatuhan, merahnya darah
mereka menjadi saksi bagi pertiwi. Awan kedukaan ketika pahlawan revolusi gugur
belum lagi lenyap, kedukaan lain membayang. Indonesia kembali menangis ketika
harus melepaskan tunas-tunas bangsa ke pemakaman (Sebuah Jaket Berlumur Darah dan Percakapan Angkasa)
B. Pengertian Kritik Sastra
Teks di atas
mengungkapkan penilaian terhadap sebuah karya sastra yang ditulis oleh Taufik
Ismail pada buku kumpulan puisi yang berjudul Tirani dan Benteng. Selain itu
teks tersebut juga mengungkapkan peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di
Indonesia pada tahun 1960-an. Diksi yang digunakan oleh Taufik Ismail
menggambarkan situasi dan kondisi menjelang dikeluarkannya Tritura, hingga
lengsernya kepemimpinan orde lama menuju ke orde baru.
Secara
etimologis, istilah ”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani yaitu krites
yang berarti ”hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi,
membanding, menimbang”; kriterion yang berarti ”dasar
penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim kesustraan” Bentuk krites
inilah yang menjadi dasar kata kritik. Secara harafiah, kritik sastra merupakan upaya menentukan nilai hakiki karya sastra
dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewat
pemahaman dan penafsiran yang sistematik.
C. Ciri-ciri Teks (Prinsip)
1. Fungsi
Dalam
pengategorian teks, ulasan termasuk ke dalam jenis discussion, yakni
teks yang berfungsi untuk membahas berbagai pandangan mengenai suatu objek,
isu, ataupun masalah tertentu. Ulasan termasuk ke dalam jenis teks
argumentatif. Di dalam teks tersebut disajikan banyak pendapat berdasarkan
interpretasi ataupun penafsiran dari perspektif tertentu dengan disertai
fakta-fakta pendukungnya. Kritik sastra dapat digolongkan ke jenis teks ulasan.
Kritik sastra melakukan penilaian terhadap sebuah karya sastra dengan
mempertimbangkan baik buruknya karya sastra dari berbagai aspek kepengarangan
serta menyandarkan diri pada suatu teori sastra tertentu.
Dengan
demikian, kritik sastra merupakan hasil interpretasi terhadap sebuah karya
sastra untuk menentukan
nilai dalam bentuk memberi pujian, menyampaikan kekurangan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan
penafsiran yang sistematik. Dengan membaca sebuah kritik sastra, pembaca akan mudah memahami karya sastra yang dikritik.
Baik dari isi maupun dari bentuknya, sekaligus mengetahui kelebihan maupun
kelemahan dari sebuah karya sastra.
2. Struktur Kritik Sastra
Kritik sastra dapat dikategorikan dalam teks tanggapan
atau ulasan. Sebagaimana yang tampak pada contoh kritik sastra yang berjudul Tirani
dan Benteng : Potret dan Refleksi
Empat
Dekade Sejarah Indonesia, teks kritik
sastra memiliki struktur sebagai berikut.
a.
Pengenalan isu
atau tinjauan karya (prosa, puisi, drama);
didalamnya berupa identitas penulis, karya sastra yang
pernah dihasilkan, penilaian secara umum, termasuk gambaran isi karya sastra
itu sendiri (sinopsis)
b.
Pemaparan
argumen;
berisi analisis berkenaan dengan unsur-unsur karya
berdasarkan perspektif (sudut pandang) tertentu dan interpretasi penulis
terhadap karya sastra. Pada bagian ini dikemukakan juga fakta-fakta pendukung
untuk memperkuat argumen penulis
c.
Penilaian dan
rekomendasi;
berisi timbangan keunggulan maupun kelemahan karya
sastra yang diulas. Pada bagian ini dapat pula disertai saran-saran untuk
khalayak terkait dengan kepentingan pengapresiasiannya
Dalam teks yang lain, struktur teks ulasan mungkin pula disertai dengan
daftar pustaka.
Berikut
contoh analisis struktur teks kritik sastra
Teks
|
Struktur
|
Penjelasan
|
Taufik
Ismail adalah salah satu sastrawan yang mempelopori angkatan 66 dan
puisi-puisi karyanya tak lekang oleh waktu. Salah satu kumpulan puisi Taufik
Ismail yang cukup fenomenal adalah Tirani dan Benteng, kumpulan puisi ini mampu memotret jalinan sejarah secara
gamblang dan tanpa tendeng aling-aling.
Kumpulan puisi ini terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama, Puisi-Puisi
Menjelang Tirani dan Benteng, bagian kedua,Tirani, dan bagian ketiga,
Benteng.
|
Pengenalan isu
atau tinjauan karya
|
1.
Nama
sastrawan dan karya yang pernah dihasilkan
2.
Penilaian
secara umum karya sastra yang dikritik
3.
Sinopsis
|
Puisi-Puisi Menjelang
Tirani dan Benteng ditulis antara tahun 1960
– 1965. Ada 32 judul puisi yang melukiskan gejolak Indonesia menjelang
peralihan orde lama menuju orde baru. Taufik bercerita mengenai
perseteruan antara pemerintah dan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia) pada masa itu. Elegi Buat
sebuah Perang Saudara menggambarkan kekacauan yang terjadi di negara
kita. Kekacauan itulah yang menjadi “embrio” ketakutan dan ketidakberdayaan
bangsa kita. Kekacauan yang melahirkan “peristiwa hitam” dalam peta sejarah
Indonesia.
|
Pemaparan argumen
|
Hasil interpretasi puisi yang terdapat pada kumpulan puisi Tirani dan
Benteng
|
Dari
ketiga bagian; Puisi-Puisi Menjelang
Tirani dan Benteng, bagian kedua,Tirani, dan bagian ketiga, Benteng, semuanya menceritakan hal yang
sama yaitu penderitaan rakyat Indonesia di masa-masa itu; kemiskinan dan
ketidakadilan, perbedaan status antara si miskin dan kaya, terbelenggunya
pemikiran-pemikiran sastrawan, serta munculnya PKI di republik ini.
Tirani dan Benteng mampu merefleksikan kehidupan sosial masyarakat di
mana puisi ini ditulis
dengan apik. Kata demi kata, bait demi
bait, puisi demi puisi jalin menjalin untuk melukiskan latar sosial,
ekonomis, hingga sejarah dengan sangat tepat.
Di
sisi lain, cobalah kita merenung sejenak peristiwa besar yang kembali
menggores parut di wajah Indonesia.
12 Mei 1998. Mahasiswa kembali turun ke jalan. Peluru kembali ditembuskan.
Darah kembali mengalir. Almamater kembali memerah.
Tirani dan Benteng memang dipotret
Taufik Ismail 42 tahun yang lalu. Namun sejarah kembali terulang 32 tahun
sesudahnya. Membaca Tirani dan Benteng
bagai menjalani napak tilas.
Peristiwa
lengsernya Soeharto adalah dejavu
dari lengsernya Soekarno. Benar adanya ungkapan yang populer di kalangan guru
sejarah. Jas Merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Semoga
apa yang dipotret Taufik Ismail
tentang kelamnya sejarah Indonesia tidak akan terulang untuk ketiga kalinya.
Semoga dengan membaca Tirani dan Benteng kita mampu belajar banyak agar
menjadi lebih bijak.
|
Penilaian dan
rekomendasi
|
Kelebihan
maupun kekurangan dari karya sastra yang dikritik
|
3.
Kebahasaan
Berdasarkan kaidah
bahasanya, kritik sastra memiliki karakteristik kebahasaan seperti berikut:
a. Menggunakan kata sifat yang menunjukkan pendapat dan
penilaian terhadap karya sastra tertentu, misalnya, cukup
fenomenal, gamblang, sederhana,
lugas, berhasil, sukses, apik, sangat tepat, popular, bijak
Contoh:
1) Salah
satu kumpulan puisi Taufik Ismail yang cukup fenomenal adalah Tirani dan
Benteng
2) Kumpulan puisi ini mampu memotret jalinan sejarah secara gamblang
dan tanpa tedeng aling-aling.
3) Tirani
dan Benteng memotret secara sederhana dan lugas guratan peristiwa
demi peristiwa yang terjadi empat dekade lalu.
4) Karya sastra yang berhasil
atau sukses yaitu karya sastra yang mampu merefleksikan zamannya
(Endraswara, 2003 : 79), maka Tirani dan Benteng
adalah salah satu karya itu.
5) Tirani dan Benteng
mampu merefleksikan kehidupan sosial masyarakat di mana puisi ini ditulis dengan apik.
6) Kata
demi kata, bait demi bait, puisi demi puisi jalin menjalin untuk melukiskan
latar sosial, ekonomis, hingga sejarah dengan sangat tepat.
7) Benar
adanya ungkapan yang populer di kalangan guru sejarah.
8) Semoga dengan membaca Tirani dan Benteng kita
mampu belajar banyak agar menjadi lebih bijak.
b. Karena sifatnya yang argumentatif, dalam suatu alasan banyak dijumpai pernyataan yang berupa pendapat, yang kemudian ditunjang pula
oleh fakta. Kehadiran fakta berfungsi sebagai sarana untuk memperjelas
pendapat.
Berikut contoh-contoh pernyataan yang
berupa fakta untuk menguatkan pendapat
1)
Puisi-Puisi
Menjelang Tirani dan Benteng ditulis antara tahun 1960 –
1965. Ada 32 judul puisi yang melukiskan gejolak
Indonesia menjelang peralihan orde lama menuju orde baru. Taufik bercerita mengenai
perseteruan antara pemerintah dan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia) pada masa itu.
2)
Delapan belas puisi yang
ditulis oleh Taufik dalam Tirani banyak mengungkapkan kepada
kita apa yang terjadi pada tahun 1966. Tahun pergolakan, perubahan dan
peralihan dari masa orde lama menuju ke orde baru.
3)
Pada bagian ketiga dari
kumpulan puisi Tirani dan Benteng,
Taufik menuliskan dua puluh dua puisi
yang memaknai benteng itu sendiri. Benteng itu itu adalah keberanian mereka
menegakkan kebenaran dan keyakinan untuk memberangus kezaliman penguasa. Pasukan itu adalah
pemuda-pemudi.
4)
12 Mei 1998.
Mahasiswa kembali turun ke jalan. Peluru kembali ditembuskan. Darah kembali
mengalir. Almamater kembali memerah.
5)
Tirani
dan Benteng memang dipotret Taufik Ismail 42 tahun yang lalu.
Namun sejarah kembali terulang 32 tahun sesudahnya.
c. Terdapat kata kerja mental. Hal
ini terkait dengan karakteristik kritik sastra yang mengemukakan sejumlah pendapat.
Kata kerja mental yang dimaksud, antara lain, ditegaskan, mendambakan, menguatkan,
kebesaran, keikhlasan, kebenaran.
Contoh:
1) Ditegaskan pula
dalam puisinya yang berbentuk catatan harian.
2) Dalam
puisi ini Taufik benar-benar mendambakan kemerdekaan.
3) Air mata
seorang ibu juga benteng yang menguatkan perjuangan pada masa itu.
4) Kebesaran dan keikhlasan
hati seorang ibu untuk melepas putra-putri kesayangannya ke jalan kebenaran
d. Satuan bahasa yang merujuk pada interpretasi karya
sastra tertentu
Satuan
bahasa itu antara lain menggambarkan, hal ini terlihat jelas.
Contoh
:
1) Elegi Buat sebuah
Perang Saudara menggambarkan kekacauan
yang terjadi di negara kita. Kekacauan itulah yang menjadi “embrio” ketakutan
dan ketidakberdayaan bangsa kita.
2) Musim
kemarau dan serangan hama yang terjadi pada masa itu membuat panen petani
mengalami kegagalan. Keacuhan pemerintah menambah daftar hitam penyebab
kelaparan yang terjadi di negeri tercinta ini. Hal ini terlihat jelas pada puisi Potret di Beranda, Syair Orang Lapar, dan Catatan Tahun 1965.
3) Dalam
puisi ini Taufik benar-benar mendambakan kemerdekaan, baik kemerdekaan dalam
berkarya maupun kemerdekaan dalam sendi-sendi kehidupan. Hal ini terlihat
jelas dalam rangkaian puisinya yang berjudul 2 September 1965, Pagi, 2
September 1965, Senja, Pikiran sesudah Makan Malam, September dan Sesudah Dua Puluh Tahun (setelah merdeka)
(Oleh Ranti Jumiarni)
ESAI
A. Contoh Esai
MEURAJAH
Meurajah adalah salah suatu jenis karya sastra klasik, yang dalam istilah
kesusastraan Melayu atau Indonesia dikenal dengan sebutan mantra. Masyarakat
Aceh sampai dengan sekarang masih membudayakan meurajah, walau secara keilmuan
sastra masyarakat tidak mengetahui kalau meurajah merupakan salah satu genre
sastra.
Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib
akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien.
Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah
dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam pengobatannya thabib
ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau dalam bahasa Aceh disebut
dengan meurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini sangat dipengaruhi oleh sahabat
(para jin), namun ada juga beberapa thabib yang hanya menggunakan media
ayat-ayat suci Al-Quran untuk kesembuhannya. Di Aceh sendiri tercatat beberapa
daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut di antaranya Pantai Barat
Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat ini belum ada data yang real
yang mampu menyimpulkan keberadaanya.
Meurajah Peneukoh
Ka ek u langeet kah ku peugandoe
(naik ke langit aku ketapel)
Katroek di bumoe kah ku singkla
(turun ke bumi aku ikat)
Bak gaki kah ku boeh pasong
(di kakimu aku pasang pasung)
Bak idoeng gunci tembaga
(pada hidungmu aku kunci dengan tembaga)
Di hadapan raja diwa hong saidi
Pada lirik mantra tersebut jelas disebutkan bahwa neurajah ini keseluruhan
menggunakan media bantu berupa alam ghaib seperti pada kalimat yang paling
bawah “Di hadapan Raja Diwa Hong Saidi”. Jelas bukan, Raja Diwa Hong Saidi
adalah sosok pemimpin jin di dunia kegelapan yang dipercaya masyarakat Aceh mau
menolong mereka. Sama halnya yang ditampilkan di televisi, thabib di Aceh juga
perlu sesajen untuk medianya. Tapi perlu digarisbawahi bahwa tidak keselurahan
dari thabib di Aceh yang menggunakan sesajen hanya dipakai bagi paranormal atau
lebih tepatnya disebut dukun yang terdapat di pedalaman. Penyakit yang mampu
disembuhkan oleh thabib ini sangat beragam mulai dari penyakit yang ringan
hingga parah sekalipun, seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu
tidak lebih dari sebulan. Jika dalam kurun waktu tersebut tidak kurun sembuh
maka thabib akan mengatakan “hana ubat” (tidak ada obat), percaya atau tidak?
penyakit yang tergolong ringan di antaranya yang mampu disembuhkan oleh thabib
berupa kesurupan, demam, sakit perut, sedangkan penyakit parah berupa kanker ganas,
batu ginjal tetap harus dengan pertolongan dunia medis modern. Namun anehnya
para thabib ini tidak melakukan operasi melainkan hanya dengan beberapa mantra
yang diucapkan.
Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa thabib untuk membantu
menemukan barang mereka yang hilang atau disebut “jak meukaloen” (ilmu tenung).
Khususnya thabib atau dukun (dukon) yang berada di desa-desa umumnya mereka
tidak menetapkan tarif khusus selama pengobatan tetapi para pasien memberikan
sejumlah uang seihklasnya saja. Mereka cukup dibayar dengan Rp5.000 atau dengan
menjamu dengan makan malam saja. Satu hal yang perlu diketahui, thabib di Aceh
hanya bisa melayani pasien saat matahari mulai terbenam, tepatnya pada pukul
16.00-05.30. selebih dari itu para thabib, dukun atau dukon akan menolak
membacakan mantranya dengan alasan “hana koeng peunukoeh” (tidak kuat
pemotong).
Oleh Zulfadli Kawom
Dimuat di Buletin Tuhoe Edisi XVI,
Desember 2013
B. Pengertian Esai
Teks
yang telah kamu baca itulah yang dimaksud dengan esai. Teks tersebut berisikan
tanggapan atau pendapat seseorang tentang sebuah peristiwa. Adapun yang
dimaksud dengan esai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu karangan atau tulisan yang membahas
suatu masalah secara sekilas dari sudut pandang pribadi penulisnya. Dari
pengertian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa esai adalah tulisan yang
mengandung opini dan sifatnya subjektif atau argumentatif. Pandangan-pandangan
pribadi tersebut haruslah logis dan dapat dipahami dengan baik. Tidak hanya
itu, argument yang disampaikan dalam esai harus didukung oleh fakta, sehingga
esai tersebut tidak menjadi tulisan yang fiktif atau imajinasi sang pengarang
belaka.
B. Ciri-ciri Esai
1. Fungsi
Esai
Berdasarkan contoh di atas tampak bahwa esai
merupakan teks yang berfungsi untuk menginformasikan segala sesuatu,
baik itu fakta, data maupun peristiwa termasuk pendapat dan pandangan terhadap
fakta, data dan peristiwa agar khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan
pemahaman baru tentang berbagai hal yang dapat maupun yang terjadi di muka bumi
ini.
Adapun informasi yang terungkap di dalam teks itu berkenaan dengan
budaya masyarakat Aceh yang masih percaya pada pengobatan secara tradisional
dibandingkan dengan pengobatan secara modern. Meskipun tidak semua masyarakat
Aceh yang percaya pada pengobatan tradisional tersebut.
2. Struktur Esai
Perhatikan
kembali teks esai di atas ataupun teks esai lainnya yang telah kamu baca dari
sumber lain. Untuk menulis esai yang baik, terdapat
struktur dari esai yang harus diperhatikan penulis. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pendahuluan untuk mengungkapkan topik atau tema
yang akan dibahas.
Berdasarkan teks esai yang berjudul “Meurajah” tampak jelas penulis
mengantarkan pembaca untuk memahami topik yang dibahas. Penulis memulai dengan
pemahamannya tentang meurajah adalah salah suatu jenis karya sastra klasik,
yang dalam istilah kesusastraan Melayu atau Indonesia dikenal dengan sebutan mantra.
Masyarakat Aceh sampai dengan sekarang masih membudayakan neurajah, walau
secara keilmuan sastra masyarakat tidak mengetahui kalau neurajah merupakan
salah satu genre sastra. Kita dapat mengungkapkan topik atau tema yang akan
dibahas dalam keseluruhan esai di dalam pendahuluan. Unsur-unsur yang ada di
dalam pendahuluan adalah latar belakang dan pendapat pribadi penulis mengenai
tema yang akan dibahas secara lebih jelas dan detil pada bagian selanjutnya.
Pendahuluan menjadi pengantar pembaca untuk memahami topik yang akan dibahas
sehingga pembaca lebih mudah menelaah isi esai.
2. Isi/Pembahasan dari topik atau tema tulisan secara
lebih detail
Isi atau pembahasan adalah bagian dari esai yang menjelaskan tema/topik
tulisan secara lebih detil. Di dalam isi, penulis menjabarkan pendapatnya
secara kronologis atau urut sesuai dengan ide yang disusun dalam kerangka
sehingga esai menjadi koheren. Pembahasan dalam esai “Meurajah” tampak pada
paragraf ke-2 yaitu terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh
kepada thabib akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada
kepribadian pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang
bersifat alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam
pengobatannya thabib ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau dalam
bahasa Aceh disebut dengan neurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini sangat
dipengaruhi oleh sahabat (para jin), namun ada juga beberapa thabib yang hanya
menggunakan media ayat-ayat suci Alquran untuk kesembuhannya. Di Aceh sendiri
tercatat beberapa daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut di
antaranya Pantai Barat Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat ini
belum ada data yang real yang mampu menyimpulkan keberadaanya.
3. Kesimpulan/Penutup untuk merangkum atau menyimpulkan apa yang sudah disampaikan.
Kesimpulan adalah bagian
terakhir dalam esai. Bagian ini berisi kalimat yang merangkum atau menyimpulkan
apa yang sudah disampaikan di pendahuluan dan pembahasan. Kesimpulan tidak
boleh melebar ke topik lain. Contoh: Namun ada juga para masyarakat Aceh yang
memakai jasa thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang atau
disebut “jak meukaloen” (ilmu tenung). Khususnya thabib atau dukun (dukon) yang
berada di desa-desa umumnya mereka tidak menetapkan tarif khusus selama
pengobatan tetapi para pasien memberikan sejumlah uang seihklasnya saja. Mereka
cukup dibayar dengan Rp5.000 atau dengan menjamu dengan makan malam saja. Satu
hal yang perlu diketahui, thabib di Aceh hanya bisa melayani pasien saat
matahari mulai terbenam, tepatnya pada pukul 16.00-05.30. selebih dari itu para
thabib, dukun atau dukon akan menolak membacakan mantranya dengan alasan “hana
koeng peunukoeh” (tidak kuat pemotong).
3. Kaidah-kaidah Kebahasaan
Perhatikan kembali teks esai
yang telah dibaca sebelumnya. Tampak bahwa teks
tersebut dibentuk oleh banyak kata dan sejumlah kalimat. Di dalam teks esai,
kata-kata dan kalimat-kalimat itu ternyata memiliki kaidah atau aturan
tersendiri. Kaidah-kaidah tersebut dapat dijadikan sebagai ciri ataupun pembeda
dengan jenis teks lainnya.
Kaidah-kaidah yang dimaksudkan adalah sebagai berikut.
a.
Penggunaan bahasa yang bersifat denotatif.
Kata-kata yang digunakan
dengan kalimat pendek sesuai dengan kebutuhan, pemakaian kata seperlunya dan
tidak berlebihan.
b. Penggunaan kata kerja
material atau kata kerja yang terkait dengan melakukan kegiatan atau tindakan.
Contoh:
1)
Seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu
tidak lebih dari sebulan.
2)
Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa
thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang.
c.
Kalimat fakta yang mendukung argumen yang
dapat kita kaitkan dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Contoh:
Terlepas dari
sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib akan kesembuhan
penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien. Terlebih
masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah dari pada
seorang dokter spesialis sekalipun.
berapa mantra
kesembuhan atau dalam bahasa Aceh disebut dengan meurajah.
C.
Prosedur Pembelajaran
- Membandingkan teks esai dari aspek pengetahuan dan pandangan penulis
Teks
1
MEURAJAH
Meurajah adalah salah suatu jenis karya sastra klasik, yang dalam istilah
kesusastraan Melayu atau Indonesia dikenal dengan sebutan mantra. Masyarakat
Aceh sampai dengan sekarang masih membudayakan meurajah, walau secara
keilmuan sastra masyarakat tidak mengetahui kalau meurajah merupakan salah
satu genre sastra.
Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib
akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian
pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat
alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam
pengobatannya thabib ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau dalam
bahasa Aceh disebut dengan meurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini sangat
dipengaruhi oleh sahabat (para jin), namun ada juga beberapa thabib yang
hanya menggunakan media ayat-ayat suci Al-Quran untuk kesembuhannya. Di Aceh
sendiri tercatat beberapa daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut
di antaranya Pantai Barat Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat
ini belum ada data yang real yang mampu menyimpulkan keberadaanya.
Meurajah Peneukoh
Ka ek u langeet kah ku peugandoe (naik ke langit aku ketapel) Katroek di bumoe kah ku singkla (turun ke bumi aku ikat) Bak gaki kah ku boeh pasong (di kakimu aku pasang pasung) Bak idoeng gunci tembaga (pada hidungmu aku kunci dengan tembaga) Di hadapan raja diwa hong saidi
Pada lirik mantra tersebut jelas disebutkan bahwa neurajah ini
keseluruhan menggunakan media bantu berupa alam ghaib seperti pada kalimat
yang paling bawah “Di hadapan Raja Diwa Hong Saidi”. Jelas bukan, Raja Diwa
Hong Saidi adalah sosok pemimpin jin di dunia kegelapan yang dipercaya
masyarakat Aceh mau menolong mereka. Sama halnya yang ditampilkan di
televisi, thabib di Aceh juga perlu sesajen untuk medianya. Tapi perlu
digarisbawahi bahwa tidak keselurahan dari thabib di Aceh yang menggunakan
sesajen hanya dipakai bagi paranormal atau lebih tepatnya disebut dukun yang
terdapat di pedalaman. Penyakit yang mampu disembuhkan oleh thabib ini sangat
beragam mulai dari penyakit yang ringan hingga parah sekalipun, seorang
thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu tidak lebih dari sebulan. Jika
dalam kurun waktu tersebut tidak kurun sembuh maka thabib akan mengatakan
“hana ubat” (tidak ada obat), percaya atau tidak? penyakit yang tergolong
ringan di antaranya yang mampu disembuhkan oleh thabib berupa kesurupan,
demam, sakit perut, sedangkan penyakit parah berupa kanker ganas, batu ginjal
tetap harus dengan pertolongan dunia medis modern. Namun anehnya para thabib
ini tidak melakukan operasi melainkan hanya dengan beberapa mantra yang
diucapkan.
Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa thabib untuk
membantu menemukan barang mereka yang hilang atau disebut “jak meukaloen”
(ilmu tenung).
Khususnya thabib atau dukun (dukon) yang berada di desa-desa umumnya
mereka tidak menetapkan tarif khusus selama pengobatan tetapi para pasien
memberikan sejumlah uang seihklasnya saja. Mereka cukup dibayar dengan
Rp5.000 atau dengan menjamu dengan makan malam saja. Satu hal yang perlu
diketahui, thabib di Aceh hanya bisa melayani pasien saat matahari mulai
terbenam, tepatnya pada pukul 16.00-05.30. selebih dari itu para thabib,
dukun atau dukon akan menolak membacakan mantranya dengan alasan “hana koeng
peunukoeh” (tidak kuat pemotong).
Oleh Zulfadli Kawom
Dimuat di Buletin
Tuhoe Edisi XVI, Desember 2013
|
Teks
2
ENONG
DAN SEMANGAT PANTANG MENYERAH
Oleh Muh Zuhri, S.Pd., M.Pd.
Guru SMA Negeri 2
Boyolali, Jawa Tengah
“Was dich nictht umbringt, macht dich nur
starker” dalam bahasa Inggris adalah “what dosen’t kills you, makes
you stronger”. Dalam Bahasa Indonesia “apa yang tidak dapat membunuhmu, membuatmu kuat” (Friedrich Wilhelm Nietzsche dalam
Aprinalistria, 2015). Cobaan dan penderitaan hidup tidak boleh membuat
putus asa. Harus dihadapi dengan tabah. Demikianlah, seharusnya manusia
menghadapi permasalahan dalam kehidupan. Kenyataan hidup harus dihadapi. Manusia
harus berani mengambil keputusan atau pilihan hidup dengan berbagai
risikonya. Itulah yang dilakukan Enong (tokoh) dalam kisah hidupnya. Tokoh
telah mengambil keputusan untuk menghadapi cobaan hidup dengan penuh
keberanian dan ketabahan.
Begitulah
makna yang tertangkap setelah membaca Padang
Bulan novel pertama dwilogi Padang
Bulan karya Andrea Hirata yang
diterbitkan oleh Penerbit Bentang Yogyakarta cetakan kesebelas, Februari 2017.
Sesungguhnya,
makna yang termuat dalam novel ini, menjadi sangat terkedepankan karena
struktur alurnya, di samping faktor lain, misalnya, penokohan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Sayuti (2000: 54-56) yang menyatakan bahwa plot atau
alur sangat penting untuk mengekspresikan makna suatu karya fiksi, baik makna
yang bersifat muatan, actual meaning,
maupun makna yang bersifat niatan, intentional
meaning. Melalui alur penulis mengorganisasikan pengalaman-pengalaman
dalam karyanya dan cara penulis mengorganisasikan pengalaman tersebut memberi
tahu banyak kepada pembaca tentang makna pengalaman itu baginya.
Novel Padang Bulan terdiri atas 41 bagian yang oleh pengarangnya diberi
istilah mozaik.Mozaik-mozaik dalam novel ini mence
ritakan
alur kehidupan tokoh utama Enong dan Aku (Ikal). Jumlah alur dalam novel ini
pada dasarnya terdiri dua alur yaitu alur utama yang menceritakan kehidupan
tokoh Enong dan alur tambahan yang menceritakan kehidupan tokoh Aku. Pada
satu titik kedua alur itu bertemu (saat pertemuan tokoh Enong dan Aku di
kantor pos pada mozaik 20 halaman 140) dan beberapa bagian atau mozaik
selanjutnya,
Pada awal cerita dikisahkan kehidupan
keluarga miskin. Seorang Ibu-Syalimah- dan Ayah –Zamzami- yang memiliki tiga
anak. Anak pertama bernama Enong yang memiliki dua adik. Keluarga ini tetap
merasa bahagia meskipun miskin (Mozaik 1 halaman 1-7).
Cerita kemudian berlanjut dengan
kematian ayah Enong karena tertimbun tanah longsor ketika bekerja di
pertambangan timah. Peristiwa ini menghadirkan awal konflik bagi tokoh Enong
dalam kehidupannya ( Mozaik 2 halaman 11). Ia harus keluar sekolah dan
mencari pekerjaan. Pilihan yang membawa berbagai persoalan bagi tokoh Enong
(Mozaik 4 halaman 30). Di kota ia tidak mendapatkan pekerjaan dan akhirnya
memutuskan pulang kembali ke desanya. Di desa ia menemukan adik-adiknya telah
keluar dari sekolah dan tidak apapun yang bisa dikerjakannya. Ia menangis dan
hampir putus asa (klimaks). Di puncak kebingungannya ia pergi ke danau dan
mendapatkan ide menjadi pendulang timah (tahap permulaan pemecahan masalah),
sebuah pekerjaan yang sangat berat yang selama ini hanya dilakukan oleh
laki-laki (Mozaik 9 halaman 59). Namun ternyata masalah belum benar-benar
teratasi. Permasalahan baru muncul, yaitu sulitnya mencari timah. Enong harus
masuk ke hutan untuk mencari timah, ditipu oleh juru taksir timah (Mozaik 11
halaman 75) dan hampir dibunuh oleh pendulang timah yang lain (Mozaik 13
halaman 86).
Semua penderitaan hidup tak membuat
Enong menyerah. Ia tetap berusaha dan berjuang. Bahkan semangat untuk belajar
dan menegakkan harkat diri tak pernah luntur. Ia belajar bahasa Inggris di
sela-sela bekerja (Mozaik 11 halaman 71). Bahkan Enong memutuskan untuk
mengikuti kursus bahasa Inggris (Mozaik 20 halaman 143).
Tokoh utama kedua dalam novel ini
adalah tokoh Aku (Ikal). Pada bagian awal Tokoh aku diceritakan tinggal
sendiri di rumah kontrakan dan mengenang sosok ayahnya yang sangat menyayangi
dan tipe pekerja keras (Mozaik 3 halaman 22-24). Bagian ini menceritakan
sosok aku dan awal mula permasalahan yang dihadapi tokoh aku. Aku memutuskan
berpisah dengan orang tuanya karena ayahnya tidak menyetujui tokoh aku
menikah dengan gadis Tionghoa (A Ling) karena perbedaan agama (Mozaik 8
halaman 54-57). Setelah dibujuk dan diberi kabar bahwa ayahnya sakit keras,
tokoh aku pulang kembali ke rumah (Mozaik 19 halaman 128-129). Di rumah tokoh
aku menghadapi permasalahan tuntutan ibunya agar tokoh aku mencari pekerjaan (Mozaik
19 halaman 131). Ketika akan mengirim surat lamaran ke Jakarta dan
mengirimkan lewat kantor pos, tokoh aku bertemu dengan Enong (Mozaik 20
halaman 140). Enong pada akhirnya memberikan nasihat agar tokoh aku tabah
dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan tokoh aku. Tokoh aku
menghadapi permasalahan mencari pekerjaan (Mozaik 19 halaman 131) ,
menghadapi permasalahan dalam percintaan (Mozaik 21 halaman 151), dan
menghadapi permasalahan tinggi badan dan krisis kepercayaan (Mozaik 31 halaman
221 -230). Enong menyadarkan bahwa permasalahan yang dihadapi tokoh aku tidak
lebih berat dari permasalahan yang dihadapinya. Namun, Enong menghadapi
permasalahan hidup dengan tabah dan pantang menyerah (Mozaik 35 halaman 262).
Struktur alur cerita ini jika dibaca
sekilas tampak meloncat-loncat antara menceritakan tokoh Enong dengan segala
permasalahan kehidupannya dan tokoh Aku yang menghadapi permasalahan lain.
Kisah Enong (tanpa kehadiran tokoh Aku) diceritakan pada Mozaik 1, 2, 4, 6,
9, 11, dan 13. Kisah tokoh Aku (tanpa kehadiran Enong) diceritakan pada
Mozaik 3, 5, 7, 8, 10, 12, 14, 17, 18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29,
31, 34, 39, 40, dan 41). Namun, jika dicermati lebih dalam justru sebaliknya.
Ada hubungan yang erat antara kisah Aku dengan kisah Enong. Kedua tokoh itu
diceritakan dalam satu mozaik (kedua tokoh hadir pada satu mozaik) yaitu pada
mozaik 16, 20, 21, 30, 32, 33, 35, 36, 37, dan 38.
Kisah
aku sebagai Alur tambahan sebagaimana dilukiskan di atas sangat berperan
dalam mengedepankan makna yang akan disampaikan oleh pengarang melalui alur
utama pada kisah kehidupan Enong. Tokoh aku “hanya” menghadapi “permasalahan
ringan” yaitu tinggi badan (fisik), menghadapi rasa cemburu dalam percintaan,
dan permasalahan mencari pekerjaan namun memiliki ijazah tinggi dan pandai
berbahasa Inggris. Sedangkan Enong yang masih kecil dan lemah menghadapi
permasalahan yang jauh lebih berat. Enong ditinggal mati ayahnya, keluar dari
sekolah, mencari pekerjaan untuk menghidupi adik-adiknya, dan menghadapi
usaha pembunuhan oleh preman bayaran. Enong mampu menghadapi
permasalahan-permasalahan yang berat itu. Enong mengajarkan kepada tokoh Aku
untuk tabah dan berjuang mengatasi semua permasalahan dalam hidup. Seperti
yang dikatakan Enong kepada tokoh Aku “
Janganlah berputus asa. Lihatlah Kakak, ni, dari kecil Kakak susah. Cobaan
datang bertubi-tubi, tapi mana pernah Kakak patah harapan. Tak pernah! Hidup
ini harus tabah. Memang benar badanmu pendek, tapi mukamu tak jelek-jelek
betul. Paling tidak, kau lihai berbahasa Inggris! “ (Mozaik 35 halaman
262). Inilah makna niatan, intentional
meaning, pengarang: Hidup bisa menghadirkan berbagai macam cobaan dan
penderitaan, tetapi manusia tidak boleh menyerah dan kalah. Manusia harus
tabah dan terus berjuang mengatasi segala permasalahan dalam kehidupannya.
Andrea Hirata melalui karya ini
bersimpati dan memberikan penghormatan tinggi terhadap mereka yang berani
menghadapi permasalahan, tabah, terus berjuang untuk mengatasi berbagai
cobaan dan permasalahan kehidupan.
|
Jika kita membandingkan kedua teks esai
tersebut dari
aspek pengetahuan maka dapat kita simpulkan bahwa teks esai 1 termasuk dalam teks
esai paparan yang bertujuan untuk
menjelaskan atau memaparkan lebih rinci suatu hal kepada pembaca. Tujuan utama esai
ini untuk mengedukasi maupun memberikan informasi kepada pembaca.
Contoh dalam teks:
Terlepas dari sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib
akan kesembuhan penyakit yang dideritanya sangat besar pada kepribadian
pasien. Terlebih masyarakat awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat
alamiah dari pada seorang dokter spesialis sekalipun. Dalam
pengobatannya thabib ini hanya membacakan beberapa mantra kesembuhan atau dalam
bahasa Aceh disebut dengan meurajah. Tingkat kemanjuran mantra ini sangat
dipengaruhi oleh sahabat (para jin), namun ada juga beberapa thabib yang
hanya menggunakan media ayat-ayat suci Al-Quran untuk kesembuhannya. Di Aceh
sendiri tercatat beberapa daerah yang sangat kental ilmu kabhatilan tersebut
di antaranya Pantai Barat Selatan, Sinabang, Aceh Tengah, namun sampai saat
ini belum ada data yang real yang mampu menyimpulkan keberadaanya.
|
Sedangkan
dalam teks esai 2 termasuk dalam teks argumentatif bertujuan
untuk meyakinkan pembaca untuk menerima ide, pandangan, sikap, maupun
kepercayaan penulis terhadap suatu isu atau permasalahan. Esai argumentatif
akan berusaha mengungkapkan kebenaran dari suatu ide dengan motif agar nantinya
pembaca pada akhirnya akan berpihak pada penulis dan berbuat sesuatu berdasarkan
opini yang terdapat dalam esai tersebut.
“Was dich nictht umbringt, macht dich nur starker” dalam bahasa
Inggris adalah “what dosen’t kills you, makes you stronger”. Dalam
Bahasa Indonesia “apa yang tidak dapat membunuhmu,
membuatmu kuat” (Friedrich
Wilhelm Nietzsche dalam Aprinalistria, 2015). Cobaan dan penderitaan
hidup tidak boleh membuat putus asa. Harus dihadapi dengan tabah. Demikianlah,
seharusnya manusia menghadapi permasalahan dalam kehidupan. Kenyataan hidup
harus dihadapi. Manusia harus berani mengambil keputusan atau pilihan hidup dengan
berbagai risikonya. Itulah yang dilakukan Enong (tokoh) dalam kisah hidupnya.
Tokoh telah mengambil keputusan untuk menghadapi cobaan hidup dengan penuh
keberanian dan ketabahan.
Begitulah
makna yang tertangkap setelah membaca Padang
Bulan novel pertama dwilogi Padang
Bulan karya Andrea Hirata yang
diterbitkan oleh Penerbit Bentang Yogyakarta cetakan kesebelas, Februari 2017.
|
Jika
kita membandingkan kedua teks esai tersebut dari pandangan penulis pada teks 1
penulis mencoba memaparkan isi esai tersebut berdasarkan apa yang ada dalam
pemikirannya hal ini terbukti dengan tidak adanya fakta-fakta yang akurat
tentang data atau sumber yang digunakan dalam teks. Pada teks 2 penulis lebih
kritis dalam memberikan argumen dengan sumber-sumber yang lebih jelas. Contoh
yang terdapat dalam teks.
Teks
1
Pada lirik mantra tersebut jelas disebutkan bahwa neurajah ini
keseluruhan menggunakan media bantu berupa alam ghaib seperti pada kalimat
yang paling bawah “Di hadapan Raja Diwa Hong Saidi”. Jelas bukan, Raja Diwa
Hong Saidi adalah sosok pemimpin jin di dunia kegelapan yang dipercaya
masyarakat Aceh mau menolong mereka. Sama halnya yang ditampilkan di
televisi, thabib di Aceh juga perlu sesajen untuk medianya. Tapi perlu
digarisbawahi bahwa tidak keselurahan dari thabib di Aceh yang menggunakan
sesajen hanya dipakai bagi paranormal atau lebih tepatnya disebut dukun yang
terdapat di pedalaman. Penyakit yang mampu disembuhkan oleh thabib ini sangat
beragam mulai dari penyakit yang ringan hingga parah sekalipun, seorang
thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu tidak lebih dari sebulan. Jika
dalam kurun waktu tersebut tidak kurun sembuh maka thabib akan mengatakan
“hana ubat” (tidak ada obat), percaya atau tidak? penyakit yang tergolong
ringan di antaranya yang mampu disembuhkan oleh thabib berupa kesurupan,
demam, sakit perut, sedangkan penyakit parah berupa kanker ganas, batu ginjal
tetap harus dengan pertolongan dunia medis modern. Namun anehnya para thabib ini
tidak melakukan operasi melainkan hanya dengan beberapa mantra yang
diucapkan.
|
Teks
2
Struktur
alur cerita ini jika dibaca sekilas tampak meloncat-loncat antara
menceritakan tokoh Enong dengan segala permasalahan kehidupannya dan tokoh
Aku yang menghadapi permasalahan lain. Kisah Enong (tanpa kehadiran tokoh
Aku) diceritakan pada Mozaik 1, 2, 4, 6, 9, 11, dan 13. Kisah tokoh Aku
(tanpa kehadiran Enong) diceritakan pada Mozaik 3, 5, 7, 8, 10, 12, 14, 17,
18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 34, 39, 40, dan 41). Namun, jika
dicermati lebih dalam justru sebaliknya. Ada hubungan yang erat antara kisah
Aku dengan kisah Enong. Kedua tokoh itu diceritakan dalam satu mozaik (kedua
tokoh hadir pada satu mozaik) yaitu pada mozaik 16, 20, 21, 30, 32, 33, 35,
36, 37, dan 38.
|
- Menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik esai
a. Penggunaan
bahasa yang bersifat denotatif. Kata-kata yang digunakan dengan kalimat pendek
sesuai dengan kebutuhan, pemakaian kata seperlunya dan tidak berlebihan.
b. Penggunaan kata kerja
material atau kata kerja yang terkait dengan melakukan kegiatan atau tindakan.
Contoh:
1)
Seorang thabib mampu menyembuhkannya dalam kurun waktu
tidak lebih dari sebulan.
2)
Namun ada juga para masyarakat Aceh yang memakai jasa
thabib untuk membantu menemukan barang mereka yang hilang.
c.
Kalimat fakta yang mendukung argumen yang
dapat kita kaitkan dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Contoh:
Terlepas dari
sihir atau tidak, kepercayaan masyarakat Aceh kepada thabib akan kesembuhan penyakit
yang dideritanya sangat besar pada kepribadian pasien. Terlebih masyarakat
awam, lebih mempercayai pengobatan yang bersifat alamiah dari pada seorang
dokter spesialis sekalipun.
(Oleh Yuli Sabarina)
TERIMAKASIH ZUHRIINDONESIA MATERI DAN RPPNYA
ReplyDelete