Struktur Teks Eksposisi
Teks
eksposisi merupakan teks yang dibangun oleh pendapat atau opini. Sejalan dengan
isi teks eksposisi, struktur teks eksposisi meliputi (a) tesis atau penyataan
pendapat, (b) argumentasi, dan (c) penegasan ulang.
Tesis atau pernyataan pendapat adalah bagian pembuka dalam teks eksposisi. Bagian tersebut berisi pendapat umum yang disampaikan penulis terhadap permasalahan yang diangkat dalam teks eksposisi.
Tesis atau pernyataan pendapat adalah bagian pembuka dalam teks eksposisi. Bagian tersebut berisi pendapat umum yang disampaikan penulis terhadap permasalahan yang diangkat dalam teks eksposisi.
Argumentasi merupakan unsur
penjelas untuk mendukung tesis yang disampaikan. Argumentasi dapat berupa
alasan logis, data hasil temuan, fakta-fakta, bahkan pernyataan para ahli.
Argumen yang baik harus mampu mendukung pendapat yang disampaikan penulis atau
pembicara.
Bagian terakhir adalah penegasan
ulang, yaitu bagian yang bertujuan menegaskan pendapat awal serta menambah
rekomendasi atau saran terhadap permasalahan yang diangkat.
Pembangunan dan Bencana
Lingkungan
Bumi saat ini sedang menghadapi berbagai
masalah lingkungan yang serius. Enam masalah lingkungan yang utama tersebut
adalah ledakan jumlah penduduk, penipisan sumber daya alam, perubahan iklim global,
kepunahan tumbuhan dan hewan, kerusakan habitat alam, serta peningkatan polusi dan
kemiskinan. Dari hal itu dapat dibayangkan betapa besar kerusakan alam yang
terjadi karena jumlah populasi yang besar, konsumsi sumber daya alam dan polusi
yang meningkat, sedangkan teknologi saat ini belum dapat menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Para ahli menyimpulkan bahwa masalah tersebut disebabkan oleh praktik pembangunan yang tidak memerhatikan kelestarian alam, atau disebut pembangunan yang tidak berkelanjutan. Seharusnya, konsep pembangunan adalah memenuhi kebutuhan manusia saat ini dengan mempertimbangkan kebutuhan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.
Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan pada saat ini ternyata jauh dari harapan. Kesulitan penerapannya terutama terjadi di Negara berkembang, salah satunya Indonesia. Sebagai contoh, setiap tahun di negara kita diperkirakan terjadi penebangan hutan seluas 3.180.243 ha (atau seluas 50 kali luas kota Jakarta). Hal ini juga diikuti oleh punahnya flora dan fauna langka. Kenyataan ini sangat jelas menggambarkan kehancuran alam yang terjadi saat ini yang diikuti bencana bagi manusia.
Pada tahun 2005 - 2006 tercatat, telah terjadi 330 bencana banjir, 69 bencana tanah longsor, 7 bencana letusan gunung berapi, 241 gempa bumi, dan 13 bencana tsunami. Bencana longsor dan banjir itu disebabkan oleh perusakan hutan dan pembangunan yang mengabaikan kondisi alam.
Bencana alam lain yang menimbulkan jumlah korban banyak terjadi karena praktik pembangunan yang dilakukan tanpa memerhatikan potensi bencana. Misalnya, banjir yang terjadi di Jakarta pada Februari 2007, dapat dipahami sebagai dampak pembangunan kota yang mengabaikan pelestarian lingkungan.
Menurut tim ahli Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, penyebab utama banjir di Jakarta ialah pembangunan kota yang mengabaikan fungsi daerah resapan air dan tampungan air. Hal ini diperparah dengan saluran drainase kota yang tidak terencana dan tidak terawat serta tumpukan sampah dan limbah di sungai. Akhirnya, debit air hujan yang tinggi menyebabkan bencana banjir yang tidak terelakkan.
Masalah lingkungan di atas merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Meskipun tidak mungkin mengatasi keenam masalah utama lingkungan tersebut, setidaknya harus dicari solusi untuk mencegah bertambah buruknya kondisi bumi.
Sumber: www.buletinpilar.com dengan penyesuaian.
Para ahli menyimpulkan bahwa masalah tersebut disebabkan oleh praktik pembangunan yang tidak memerhatikan kelestarian alam, atau disebut pembangunan yang tidak berkelanjutan. Seharusnya, konsep pembangunan adalah memenuhi kebutuhan manusia saat ini dengan mempertimbangkan kebutuhan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.
Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan pada saat ini ternyata jauh dari harapan. Kesulitan penerapannya terutama terjadi di Negara berkembang, salah satunya Indonesia. Sebagai contoh, setiap tahun di negara kita diperkirakan terjadi penebangan hutan seluas 3.180.243 ha (atau seluas 50 kali luas kota Jakarta). Hal ini juga diikuti oleh punahnya flora dan fauna langka. Kenyataan ini sangat jelas menggambarkan kehancuran alam yang terjadi saat ini yang diikuti bencana bagi manusia.
Pada tahun 2005 - 2006 tercatat, telah terjadi 330 bencana banjir, 69 bencana tanah longsor, 7 bencana letusan gunung berapi, 241 gempa bumi, dan 13 bencana tsunami. Bencana longsor dan banjir itu disebabkan oleh perusakan hutan dan pembangunan yang mengabaikan kondisi alam.
Bencana alam lain yang menimbulkan jumlah korban banyak terjadi karena praktik pembangunan yang dilakukan tanpa memerhatikan potensi bencana. Misalnya, banjir yang terjadi di Jakarta pada Februari 2007, dapat dipahami sebagai dampak pembangunan kota yang mengabaikan pelestarian lingkungan.
Menurut tim ahli Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, penyebab utama banjir di Jakarta ialah pembangunan kota yang mengabaikan fungsi daerah resapan air dan tampungan air. Hal ini diperparah dengan saluran drainase kota yang tidak terencana dan tidak terawat serta tumpukan sampah dan limbah di sungai. Akhirnya, debit air hujan yang tinggi menyebabkan bencana banjir yang tidak terelakkan.
Masalah lingkungan di atas merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Meskipun tidak mungkin mengatasi keenam masalah utama lingkungan tersebut, setidaknya harus dicari solusi untuk mencegah bertambah buruknya kondisi bumi.
Sumber: www.buletinpilar.com dengan penyesuaian.
Tesis/ Pernyataan
Pendapat |
Bumi saat ini sedang
menghadapi berbagai masalah lingkungan yang serius. Enam masalah lingkungan
yang utama adalah ledakan jumlah penduduk, penipisan sumber daya alam,
perubahan iklim global, kepunahan tumbuhan dan hewan, kerusakan habitat alam,
serta peningkatan polusi dan kemiskinan polusi dan kemiskinan. Dari hal itu
dapat dibayangkan betapa besar kerusakan alam yang terjadi karena jumlah
populasi yang besar, konsumsi sumber daya alam dan polusi yang meningkat,
sedangkan teknologi saat ini belum dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
|
Argumentasi
|
Para ahli
menyimpulkan bahwa masalah tersebut disebabkan oleh praktik pembangunan yang
tidak memerhatikan kelestarian alam, atau disebut pembangunan yang tidak
berkelanjutan. Seharusnya, konsep pembangunan adalah memenuhi kebutuhan manusia
saat ini dengan mempertimbangkan kebutuhan generasi mendatang dalam memenuhi
kebutuhannya.
|
Argumentasi
|
Penerapan konsep
pembangunan berkelanjutan pada saat ini ternyata jauh dari harapan. Kesulitan
penerapannya terutama terjadi di negara berkembang, salah satunya Indonesia.
Sebagai contoh, setiap tahun di negara kita diperkirakan terjadi penebangan
hutan seluas 3.180.243 ha (atau seluas 50 kali luas kota Jakarta). Hal ini
juga diikuti oleh punahnya flora dan fauna langka. Kenyataan ini sangat jelas
menggambarkan kehancuran alam yang terjadi saat ini yang diikuti bencana bagi
manusia.
|
Argumentasi
|
Pada tahun 2005 -
2006 tercatat terjadi 330 bencana banjir, 69 bencana tanah longsor, 7 bencana
letusan gunung berapi, 241 gempa bumi, dan 13 bencana tsunami. Bencana longsor
dan banjir itu disebabkan oleh perusakan hutan dan pembangunan yang
mengabaikan kondisi alam.
|
Argumentasi
|
Bencana alam lain
yang menimbulkan jumlah korban banyak terjadi karena praktik pembangunan yang
dilakukan tanpa memerhatikan potensi bencana. Misalnya, banjir yang terjadi
di Jakarta pada Februari 2007, dapat dipahami sebagai dampak pembangunan kota
yang mengabaikan kerusakan lingkungan dan bencana alam.
|
Argumentasi
|
Menurut tim ahli
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, penyebab utama banjir di
Jakarta ialah pembangunan kota yang mengabaikan fungsi daerah resapan air dan
tampungan air. Hal ini diperparah dengan saluran drainase kota yang tidak
terencana dan tidak terawat serta tumpukan sampah dan limbah di sungai. Akhirnya,
debit air hujan yang tinggi menyebabkan bencana banjir yang tidak terelakkan.
|
Penegasan Ulang
dan rekomendsi |
Masalah lingkungan di
atas merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Meskipun tidak
mungkin mengatasi keenam masalah utama lingkungan tersebut, setidaknya harus
dicari solusi untuk mencegah bertambah buruknya kondisi bumi.
|
Rujukan
Suherli, dkk. 2017. Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas X Revisi Tahun
2017. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Suherli, dkk. Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas X Revisi Tahun
2017. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Kosasih, E. 2014. Jenis-Jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa
Indoneisa SMA/MA/SMK. Bandung: Yrama Widya.
BACA JUGA
CIRI KEBAHASAAN TEKS EKSPOSISI KLIK https://zuhriindonesia.blogspot.com/2018/08/ciri-kebahasaan-teks-eksposisi.html
BACA JUGA
CIRI KEBAHASAAN TEKS EKSPOSISI KLIK https://zuhriindonesia.blogspot.com/2018/08/ciri-kebahasaan-teks-eksposisi.html
0 komentar:
Post a Comment