31 March 2017

KALIMAT

Seri Penyuluhan Bahasa IndonesiaPusat Pembinaan
Baden Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
,11'{\J,.,..,,,, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jakarta
2015
Seri Penyuluhan Bahasa IndonesiaKALIMATSry Satriya Tjatur Wisnu SasangkaPusat Pembinaan dan Pemasyarakatan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jakarta
2014

KATA PENGANTARPenggunaan bahasa Indonesia saat ini dalam
kondisi yang memprihatinkan. Di satu sisi, kita
menyaksikan di ruang-ruang publik bahasa Indonesia
nyaris tergeser oleh bahasa asing. Ruang publik yang
seharusnya merupakan ruang yang menunjukkan
indentitas keindonesiaan melalui penggunaan bahasa
Indonesia ternyata sudah banyak disesaki oleh bahasa
asing. Berbagai papan nama, baik papan nama perkotaan, restoran, pusat-pusat perbelanjaan, hotel, perumahan, periklanan, maupun kain rentang hamper sebagian
besar tertulis dalam bahasa asing.
Di sisi lain, mutu penggunaan bahasa Indonesia
dalam berbagai ranah, baik ranah kedinasan, pendidikan, jurnalistik, ekonomi, maupun perdagangan,
juga belum membanggakan. Di dalam berbagai ranah
tersebut, campur aduk penggunaan bahasa masih terjadi. Berbagai kaidah yang telah berhasil dibakukan
dalam pengembangan bahasa juga belum sepenuhnya
diindahkan oleh para pengguna bahasa.
Sementar itu, para pejabat negara, para cendekia,
dan tokoh masyarakat, termasuk tokoh public, yang
seharusnya memberikan keteladanan dalam berbahasa
Indonesia ternyata juga belum dapat memenuhi harapan masyarakat. Penghargaan kebahasaan yang pernah

diberikan kepada para tokoh masyarakat tersebut
tampaknya belum mampu memotivasi mereka untuk
memberikan keteladanan dalam berbahasa Indonesia.
Berbagai persoalan tersebut menunjukkan bahwa
upaya pembinaan bahasa Indonesia pada berbagai
lapisan masyarakat masih menghadapi tantangan yang
cukup berat. Oleh karena itu, Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa—melalui Pusat Pembinaan dan
Pemasyarakatan—masih perlu bekerja keras untuk
membangkitkan kembali kecintaan dan kebanggaan
masyarakat terhadap bahasa Indonesia. Upaya itu ditempuh melalui peningkatan sikap positif masyarakat
terhadap bahasa Indonesia dan peningkatan mutu
penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai ranah.
Upaya itu juga dimaksudkan agar kedudukan dan
fungsi bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional
maupun sebagai bahasa negara, makin mantap di
tengah terpaan gelombang globalisasi saat ini.
Untuk mewujudkan itu, telah disediakan berbagai
bahan rujukan kebahasaan dan kesastraan, seperti (1)
pedoman ejaan, (2) tata bahasa baku, (3) pedoman
istilah, (4) glosarium, (5) kamus besar bahasa Indonesia,
dan (6) berbagai kamus bidang ilmu. Selain itu, juga
telah dilakukan berbagai kegiatan kebahasaan dan
kesastraan, seperti pembakuan kosakata dan istilah,
penyusunan berbagai pedoman kebahasaan, dan
pemasyarakatan bahasa Indonesia kepada berbagai
lapisan masyarakat.

Terkait dengan kegiatan pemasyarakatan bahasa
Indonesia, terutama yang berupa penyuluhan bahasa,
juga telah disusun sejumlah bahan dalam bentuk seri
penyuluhan bahasa Indonesia. Salah satu di antaranya
adalah
Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Kalimat ini.
Hadirnya buku seri penyuluhan ini dimaksudkan
sebagai bahan penguatan dalam pelaksanaan kegiatan
pemasyarakatan bahasa Indonesia yang baik dan benar
kepada berbagai lapisan masyarakat.
Penerbitan buku ini tidak terlepas dari kerja keras
penyusun, yaitu Drs. S.S.T. Wisnu Sasangka, M.Pd. dan
penyunting Dony Setiawan, M.Pd. Untuk itu, kami
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
kepada yang bersangkutan.
Mudah-mudahan buku ini bermanfaat, baik bagi
masyarakat maupun para penyuluh bahasa yang bertugas di lapangan.
Jakarta, November 2014
Dra. Yeyen Maryani, M.Hum.Kepala Pusat Pembinaan
dan Pemasyarakatan

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR..................................................... ii
1. Frasa............................................................................. 1
1.1 Frasa Endosentris.................................................... 6
1.2 Frasa Eksosentris..................................................... 8
1.3 Wujud Frasa............................................................. 9
1.4 Hubungan Antarunsur dalam Frasa.................. 11
2. Klausa dan Kalimat................................................ 15
2.1 Kalimat Dasar…………..………………………… 18
2.2 Analisis Kategori, Fungsi, dan Peran………..… 42
2.3 Jenis Kalimat…..……..…………………………… 43
2.3.1 Kalimat Simpleks….…………………………… 43
2.3.2 Kalimat Kompleks……….…………………….. 44
2.3.3 Kalimat Majemuk……….……………….…….. 49
2.3.4 Kalimat Majemuk Kompleks..………………... 52
3. Kalimat Efektif………………….…………………. 54
3.1 Ciri Kalimat Efektif.............................................. 54
3.1.1 Kelugasan........................................................... 55
3.1.2 Ketepatan............................................................ 58
3.1.3 Kejelasan............................................................. 64
3.1.4 Kehematan.......................................................... 74
3.1.5 Kesejajaran.......................................................... 76
3.2 Kalimat Partisipial................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA..................................................... 85

1KALIMATPembahasan kalimat mencakup pembahasan unsur
pembentuknya, yaitu frasa dan klausa. Urain berikut akan
membicarakan hal tersebut
.1. FrasaFrasa adalah kelompok kata yang terdiri atas unsur inti
dan unsur keterangan yang tidak melampaui batas fungsi
sintaksis. Artinya, frasa tidak dapat menduduki dua fungsi
yang berbeda dalam kalimat sekaligus, misalnya, satu frasa
menduduki fungsi subjek dan predikat. Jika suatu kelompok
kata menduduki dua fungsi yang berbeda (berarti telah
melampaui batas fungsi), kelompok kata itu disebut kalimat,
bukan frasa. Amati contoh pada (1--2) berikut.
(1)
angin
angin yang berhembus
angin yang berhembus sepoi-sepoi
angin yang berhembus dengan kencang
(2) Orang itu sangat ramah.
Orang yang sangat ramah itu tetangga ibuku.
Orang yang berjalan dengan ibuku itu adalah adik
sepupuku.
Orang yang berjalan melenggang itu ialah pamanku.
Contoh (1) di atas tidak mengungkapkan pikiran yang
utuh dan tidak melampaui batas fungsi (karena hanya menjadi

2bagian kalimat yang hanya menduduki salah satu fungsi saja,
mungkin fungsi subjek, objek, atau pelengkap) sehingga ujaran
itu disebut frasa atau kelompok kata. Sementara itu, contoh (2)
di atas telah mengungkapkan pikiran secara utuh dan telah
melampaui batas fungsi (karena terdiri atas subjek dan
predikat) sehingga ujaran itu disebut kalimat, bukan frasa.
Lazimnya frasa terdiri atas dua kata atau lebih yang salah
satu unsurnya berupa unsur utama, sedangkan unsur yang
lainnya berupa unsur keterangan. Unsur utama merupakan
unsur inti, sedangkan unsur keterangan merupakan unsur
tambahan. Unsur tambahan lazim pula disebut atribut atau
pewatas. Unsur inti merupakan unsur yang diterangkan,
sedangkan unsur tambahan merupakan unsur yang
menerangkan.
(3)
buku baru
mobil merah
ayam jantan
rumah kayu
tugu monas
(4) sangat tampan
agak jorok
paling lambat
kurang banyak
tidak baik
(5) sedang belajar
tidak tidur
ingin pulang
belum berangkat
telah pergi
(6) tiga kuintal
lima hektare

3sepuluh ekor
dua karung
empat kilometer
Contoh (3) merupakan frasa nominal sebab unsur intinya
berupa nomina, yaitu
buku, mobil, ayam, rumah, dan tugu.
Contoh (4) merupakan frasa adjektival sebab unsur intinya
berupa adjektiva, yaitu
tampan, jorok, lambat, banyak, dan baik.Contoh (5) merupakan frasa verbal sebab unsur intinya berupa
verba, yaitu
belajar, tidur, pulang, berangkat, dan pergi. Contoh
(6) merupakan frasa numeral sebab unsur intinya berupa
numeralia, yaitu
tiga, lima, sepuluh, dua, dan empat. Unsurunsur yang lain, seperti baru, merah, jantan, kayu, dan monaspada contoh (3); sangat, agak, paling, kurang, dan tidak pada
contoh (4);
sedang, tidak, ingin, belum, dan telah pada contoh (5);kuintal, hektare, ekor, kurang, dan kilometer pada contoh (6)
merupakan keterangan, atribut, atau pewatas.
Frasa hanya menduduki salah satu fungsi di dalam
kalimat seperti pada contoh berikut.
(7)
Orang itu berjalan pelan-pelan.(8) Pak Jono sangat sabar.Unsur orang itu pada contoh (7) dan Pak Jono pada (8)
merupakan frasa nominal. Unsur
berjalan pelan-pelan pada
contoh (7) merupakan frasa verbal dan unsur
sangat sabar pada
contoh (8) merupakan frasa adjektival. Frasa
orang itu danberjalan pelan-pelan pada kalimat (7) serta Pak Jono dan sangat
sabar
pada kalimat (9) menduduki fungsi yang berbeda dalam
kalimat. Frasa
orang itu pada contoh (7) dan Pak Jono pada
contoh (8) berfungsi sebagai subjek, sedangkan
berjalan pelanpelan pada contoh (7) dan sangat sabar pada contoh (8) berfungsi sebagai predikat. Hal seperti itulah yang dimaksud
dengan suatu frasa hanya dapat menduduki salah satu fungsi

4di dalam kalimat. Artinya, suatu frasa tidak dapat menduduki
dua fungsi sintaksis sekaligus karena jika menduduki dua
fungsi sintaksis, deret kata tersebut berarti telah melampaui
batas fungsi dan, karena itu, ia telah berupa klausa atau
kalimat.
Frasa terdiri atas dua kata atau lebih. Hubungan antara
kata yang satu dan yang lainnya adalah hubungan diterangkan
(D) dan menerangkan (M) atau sebaliknya: menerangkan dan
diterangkan. Berdasarkan letak yang diterangkan dan yang
menerangkan, urutan frasa dapat dibedakan menjadi frasa DM
dan frasa MD. Urutan DM mensyaratkan bagian yang
diterangkan berada di depan (di sebelah kiri) dan bagian yang
menerangkan berada di belakang (sebelah kanan). Bagian yang
diterangkan merupakan inti, sedangkan bagian yang menerangkan merupakan atribut. Perhatikan beberapa contoh
frasa bertipe DM berikut.
(9)
mobil mewahrumah tuabaju barulima hektaredua karungsepuluh kuintal
Urutan frasa
mobil mewah, rumah tua, baju baru, lima
hektare
, dua karung, dan sepuluh kuintal seperti contoh (9) di atas
adalah DM karena bagian inti atau bagian yang diterangkan
berada di sebelah kiri bagian yang menerangkan. Inti frasa
tersebut adalah
mobil, rumah, baju, lima, dua, dan sepuluh,
sedangkan unsur keterangan atau bagian yang menerangkan
adalah
mewah, tua, baru, hektare, karung, dan kuintal. Urutan
frasa nominal (frasa kata benda) dan frasa numeral (frasa
bilangan) lazimnya adalah DM, sedangkan urutan frasa lain,
selain frasa nominal dan numeral adalah DM.

5Selain frasa bertipe DM seperti uraian di atas, berikut ini
disajikan beberapa contoh urutan frasa bertipe MD. Dalam
urutan frasa MD, unsur inti terletak di sebelah kanan dan
unsur keterangan terletak di sebelah kiri atau atribut mendahului unsur inti.
(10) akan
pergibelum makansedang tidurtelah belajartidak datang(11) sangat tampanagak pendekkurang pandaipaling keciltidak jemuUrutan frasa akan pergi, belum makan, sedang tidur, telah
belajar
, dan tidak datang seperti contoh (10) di atas adalah MD.
Inti frasa atau unsur yang diterangkan dalam frasa tersebut
adalah
pergi, makan, tidur, belajar, dan datang, sedangkan unsur
keterangan atau unsur tambahan adalah
akan, belum, sedang,telah, dan tidak. Kelima contoh frasa pada (10) tersebut berupa
frasa verbal.
Demikian pula halnya dengan frasa
sangat tampan, agak
pendek
, kurang pandai, paling kecil, dan tidak jemu pada contoh
(11) di atas, urutan frasanya adalah MD. Inti frasanya adalah
tampan, pendek, pandai, kecil, dan jemu, sedangkan atributnya
adalah
sangat, agak, kurang, paling, dan tidak. Inti frasa terletak
di sebelah kanan, sedangkan atribut terletak di sebelah kiri,
atau atribut mendahului inti frasa. Kelima contoh farasa pada
(11) tersebut berupa frasa adjektival.

6Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa frasa yang
berpola MD pada umumnya berupa frasa verbal (frasa
kelompok kata kerja) dan frasa adjektival (frasa kelompok kata
sifat), sedangkan frasa nominal cenderung berupa DM. Hal
yang penting pula untuk diungkapkan adalah bahwa kata
sangat dan paling (termasuk bentuk cakapannya, yaitu banget),
dan
sekali yang berupa adverbia (kata keterangan) biasanya
menjadi pewatas atau menjadi penjelas adjektiva, bukan
menjadi pewatas nomina. Dengan demikian, frasa *
kopi banget,
*
Hasan banget, dan *sambal banget, misalnya, merupakan
bentuk-bentuk frasa yang tidak berterima dalam ragam lisan
baku meskipun dalam ragam lisan takformal, bentuk
baik
banget
, sabar banget, dan pedas banget lazim digunakan dalam
cakapan lisan takbaku.
Berdasarkan urutan komponen pembentuknya, frasa dibedakan menjadi frasa endosentris dan frasa eksosenris. Kedua
hal tersebut diuraikan berikut ini.
1.1 Frasa EndosentrisFrasa endosentris adalah frasa yang unsur-unsurnya
mempunyai distribusi (posisi/letak) yang sama dengan unsur
lainnya di dalam frasa itu. Kesataraan posisi distribusi dapat
dilihat pada contoh berikut.
(12) a.
Dua orang penjahat ditangkap polisi semalam.
b.
Dua orang Ø ditangkap polisi semalam.
c. Ø
Penjahat ditangkap polisi semalam.Frasa dua orang penjahat pada kalimat (12a) Dua orang
penjahat ditangkap polisi semalam
mempunyai distribusi yang
sama dengan unsurnya, baik dengan unsur
dua orang maupun
dengan unsur
penjahat sehingga meskipun hanya disebutkan
salah satu unsurnya, seperti pada kalimat (12b) atau (12c),
kalimat tetap berterima (gramatikal). Hal itu disebabkan fungsi

7frasa dalam kalimat tersebut dapat digantikan oleh salah satu
atau semua unsurnya.
Frasa endosentris ini dapat pula terdiri atas unsur-unsur
yang setara sehingga unsur-unsur itu dapat dihubungkan
dengan kata
dan atau atau seperti contoh berikut.
(13)
ibu bapak (bapak dan ibu atau bapak atau ibu)pulang pergi (pulang dan pergi atau pulang atau pergi)siang malam (siang dan malam atau siang atau malam)suami istri (suami dan istri atau suami atau istri)tua muda (tua dan muda atau tua atau muda)
Selain terdiri atas unsur-unsur yang setara, frasa
endosentris dapat pula terdiri atas unsur-unsur yang tidak
setara sehingga unsur-unsur itu tidak mungkin dapat dihubungkan dengan kata
dan atau atau seperti contoh berikut.
(14)
agak kaku (*agak dan kaku atau *agak atau kaku)anak cerdas (*anak dan cerdas atau *anak atau cerdas)bukit indah (*bukit dan indah atau *bukit atau indah)laut luas (*laut dan luas atau *laut atau luas)tidak sakit (*tidak dan sakit atau *tidak atau sakit)
Frasa endosentris dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
frasa
endosentris koordinatif dan frasa endosentris subordinatif.
Frasa endosentris koordinatif ialah frasa yang unsur-unsurnya
mempunyai kedudukan setara sehingga di antara unsur itu
dapat saling menggantikan dan dapat disisipkan kata
dan atauatau. Sementara itu, frasa endosentris subordinatif ialah frasa
yang unsur-unsurnya tidak mempunyai kedudukan yang
setara sehingga di antara unsur-unsur itu tidak dapat saling
menggantikan dan tidak dapat disisipkan kata
dan atau atau.
Contoh (13) di atas merupakan contoh frasa endosentris

8koordinatif, sedangkan contoh (14) di atas merupakan contoh
frasa endosentris subordinatif.
1.2 Frasa EksosentrisFrasa eksosentris adalah frasa yang lingkungan distribusinya tidak sama dengan salah satu unsurnya sehingga
salah satu unsurnya itu tidak ada yang dapat menggantikan
fungsi frasa tersebut seperti tampak pada beberapa contoh
berikut.
(15) a. Lelaki itu sedang melukis di atas bukit.
b. *Lelaki itu sedang melukis di Ø.
c. *Lelaki itu sedang melukis Ø atas bukit.
(16) a. Wiwid akan belajar ke luar negeri.
b. * Wiwid akan belajar ke Ø.
c. * Wiwid akan belajar Ø luar negeri.
(17) a. Jumino berasal dari Yogyakarta.
b. *Jumino berasal dari Ø.
c. *Jumino berasal Ø Yogyakarta.
Contoh di atas memperlihatkan bahwa unsur-unsur di
dalam frasa
di atas bukit pada kalimat (15a) Lelaki itu sedang
melukis di atas bukit
tidak dapat saling menggantikan fungsi
frasa tersebut sehingga kalimat (15b) dan kalimat (15c) menjadi
tidak berterima. Demikian pula frasa
ke luar negeri dalam
kalimat
Wiwid akan belajar ke luar negeri pada (16) dan dari
Yogyakarta
dalam kalimat Jumino berasal dari Yogyakarta pada
(17) juga tidak dapat saling menggantikan unsur di dalam frasa
tersebut sehingga kalimat (16b) dan (16c) serta (17b) dan (17c)
menjadi tidak berterima.

91.3 Wujud FrasaFrasa dalam bahasa Indonesia dibedakan atas (1) frasa
verbal, (2) frasa nominal, (3) frasa adjektival, (4) frasa numeral,
dan (5) frasa preposisional. Frasa verbal ialah frasa yang
berintikan verba (kata kerja), frasa nominal ialah frasa yang
berintikan nomina (kata benda), frasa adjektival ialah frasa
yang berintikan adjektiva (kata sifat), frasa numeral ialah frasa
yang berintikan numeralia (kata bilangan), dan frasa preposisional merupakan frasa yang berintikan preposisi (kata
depan).
(18) Frasa Verbal
akan
pulangsedang membacasering menangissudah pergitidak belajar(19) Frasa Nominalbaju lima potongberas dari cianjurgedung sekolahorang lamayang dari Bali
(20) Frasa Adjektival
agak
cantik cantik sekali
kurang
penuh penuh sekali
lebih
dewasa dewasa sekali
sangat
sabar sabar sekali
tidak
baik baik sekali
(21) Frasa Numeral
dua orang (guru)
10lima helai (kain)sepuluh kilogram (beras)tiga ekor (sapi)tujuh buah (mangga)
(22) Frasa Preposisional
di kamarke Surabayadari Jakartadalam Pasal 12dengan cepatpada ayat (3)terhadap ketentuan iniatas kehadirannya
Yang dicetak miring pada contoh (18--22) di atas merupakan inti frasa, sedangkan yang lainnya merupakan atribut.
Penamaan frasa tersebut didasarkan pada jenis kata yang
menjadi inti dalam frasa tersebut. Penyebutan unsur di dalam
frasa preposisional ada yang menamakan
poros (inti) dansumbu (atribut). Unsur atribut di dalam frasa preposisional
disebut sumbu karena berfungsi mengikat unsur poros dalam
frasa tersebut.
Frasa nominal dalam bahasa Indonesia dapat berbentuk
(1) nomina dan nomina/pronomina, (2) nomina dan adjektiva,
(3) nomina dan numeralia/frasa numeral, (4) nomina dan frasa
preposisional, (5) adverbial dan nomina, atau (6) nomina dan
(i)
yang dan pronomina tentu (definit), (ii) yang dan verba, (iii)yang dan numeralia, (iv) yang dan adjektiva, atau (v) yang dan
frasa preposisional.
administrasi negara (N + N)sanksi administratif (N + Adj)pisang dua buah (N + FNum)
11uraian di atas (N + FPrep)
bukan
masalah (Adv + N)buku yang itu (N + yang + pron definit)lelaki yang pergi (N + yang + V/FV)jambu yang delapan biji (N + yang + FNum)pemuda yang tampan (N + yang + Adj)lelaki yang dari Yogya (N + yang + FPrep)1.4 Hubungan Antarunsur dalam Frasa
1.4.1 Makna Hubungan Antarunsur dalam Frasa Verbal
Hubungan antarunsur dalam frasa verbal dapat mengungkapkan makna (1) penjumlahan (kumulatif), (2) pemilihan
(alternatif), (3) pengingkaran (negasi), (4) aspek, (5) keseringan,
(6) keinginan, (7) keharusan, (8) kesanggupan, (9) kepastian,
(10) kemungkinan, atau (11) tingkat.
membaca dan menulis (hubangan kumulatif)makan atau minum (hubangan alternatif)tidak naik (hubungan pengingkaran)sudah berangkat (hubungan aspek)jarang pergi (hubungan keseringan)ingin belajar (hubungan keinginan)harus datang (hubungan keharusan)dapat membantu (hubungan kesanggupan)mungkin sedang sakit (hubungan kemungkinan)pasti datang (hubungan kepastian)kurang tidur (hubungan tingkat)
Makna penjumlahan (kumulatif) dalam frasa verbal ditandai dengan penggunaan kata
dan; makna pemilihan
(alternatif) ditandai dengan penggunaan kata
atau; makna
pengingkaran (negatif) ditandai dengan penggunaan kata
tidak;
makna aspek ditandai dengan penggunaan kata
akan, mau,
12sedang, tengah, masih, sudah, atau telah; makna keseringan ditandai dengan penggunaan kata sering, jarang, atau selalu;
makna keinginan ditandai dengan penggunaan kata
ingin,hendak, atau akan; makna keharusan ditandai dengan penggunaan kata harus, wajib, atau perlu; makna kesanggupan
ditandai dengan penggunaan kata
dapat, bisa, mampu, sanggup,
atau
bersedia; makna kepastian ditandai dengan penggunaan
kata
pasti atau tentu; makna kemungkinan ditandai dengan
penggunaan kata
mungkin; dan makna tingkat ditandai dengan
penggunaan kata
kurang.1.4.2 Makna Hubungan Antarunsur dalam Frasa NominalHubungan antarunsur dalam frasa nominal dapat
mengungkapkan makna (1) penjumlahan (kumulatif), (2)
pemilihan (alternatif), (3) pengingkaran (negasi), (4) penjelas,
(5) pembatas, atau (6) ketakrifan.
suami dan istri (hubungan kumulatif)aku atau kamu (hubungan alternatif)bukan dosen saya (hubungan pengingkaran)buku baru (hubungan penjelas)anggota MPR (hubungan pembatas)rumah kecil itu (hubungan ketakrifan)
Makna penjumlahan (kumulatif) dalam frasa nominal
ditandai dengan penggunaan kata
dan; makna pemilihan
(alternatif) ditandai dengan penggunaan kata
atau; makna
penjelas dapat diperluas dengan menyisipkan kata
yang pada
kedua unsur yang terdapat pada frasa itu; makna pembatas
dapat ditandai dengan ketidakbisaannya menyisipkan kata
yang, dan, atau, atau adalah pada kedua unsur yang terdapat
dalam frasa itu; makna ketakrifan (definit) ditandai dengan
penggunaan kata
ini, itu, atau tersebut; dan makna penegasian
13ditandai dengan penggunaan kata bukan yang mendahului
unsur frasa nominal tersebut.
1.4.3 Makna Hubungan Antarunsur dalam Frasa AdjektivalHubungan antarunsur dalam frasa adjektival dapat
mengungkapkan makna (1) penjumlahan (kumulatif), (2)
pemilihan (alternatif), (3) pengingkaran (negasi), (4) tingkatan
(gradasi), atau (5) paling (superlatif).
gagah dan perkasa (hubungan komulatif)kaya atau miskin (hubungan alternatif)tidak sabar (hubungan pengingkaran)agak pandai (hubungan gradatif)paling canggih (hubungan superlatif)
Makna penjumlahan (kumulatif) dalam frasa adjektival
ditandai dengan penggunaan kata
dan; makna pemilihan
(alternatif) ditandai dengan penggunaan kata
atau; makna
pengingkaran (negasi) ditandai dengan penggunaan kata
tidak;
makna tingkatan (gradatif) ditandai dengan penggunaan kata
sangat, agak, atau kurang; dan makna superlatif ditandai dengan
penggunaan kata
paling atau sangat.1.4.4 Makna Hubungan Antarunsur dalam Frasa NumeralFrasa numeral atau frasa kata bilangan ialah frasa yang
dibentuk dengan menambahkan kata penggolong seperti
ekor,buah, orang, helai, carik, kilogram, batang, lusin, dan kodi.
Hubungan makna antarunsur da frasa numeral hanya
mengungkapkan makna penjumlahan yang dinyatakan
dengan atribut yang menyatakan jumlah bagi kata yang
menjadi intinya. Berikut disajikan beberapa contoh.
dua carik (kertas)dua kodi (kain sarung)
14dua orang (dosen)sepuluh kilogram (beras)sepuluh lusin (baju koko)tiga batang (bambu)tiga buah (mangga)tiga ekor (sapi)tujuh helai (kain)
Makna penjumlahan dinyatakan oleh atribut yang menyatakan jumlah bagi kata yang menjadi intinya. Tanpa atribut
makna jumlah tidak akan kelihatan karena yang tampak hanya
makna bilangan.
Frasa Numeral
inti atribut
inti atribut
dua carik (kertas)
Frasa Numeral
inti atribut
inti atribut inti atribut
dua kodi (kain sarung)
151.4.5 Makna Hubungan Antarunsur dalam Frasa PreposisionalFrasa preposisional ialah frasa yang dibentuk oleh
preposi (kata depan) yang diikuti unsur lain yang dapat
berupa kata benda, kata sifat, atau kata kerja. Preposisi dalam
bahasa Indonesia sangat terbatas jumlahnya, misalnya
di, ke,dari, pada, dalam, tentang, oleh, atas, terhadap, untuk, bagi, atausejak. Hubungan makna antarunsur dalam frasa preposisional
dapat mengungkapkan makna (1) keberadaan/tempat, (2) cara,
atau (3) permulaan.
di Medan (hubungan tempat)pada ayat (hubungan tempat)dalam pasal (hubungan tempat)dengan cepat (hubungan cara)secara pasti (hubungan cara)menurut kebiasaan (hubungan cara)dari Bandung (hubungan permulaan)sejak kemarin (hubungan permulaan)mulai pagi hari (hubungan permulaan)
Makna keberadaan atau tempat dalam frasa preposisional
ditandai dengan penggunaan kata
di, pada, atau dalam; makna
cara ditandai dengan penggunaan kata
dengan, secara, ataumenurut; dan makna permulaan ditandai dengan penggunaan
kata
dari, sejak, atau mulai.2. Klausa dan KalimatKlausa merupakan satuan gramatikal yang berupa
kelompok kata, yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek
dan predikat, dan yang berpotensi menjadi kalimat. Sementara
itu, kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang dapat
mengungkapkan pikiran yang utuh atau setiap tuturan yang
dapat mengungkapkan suatu informasi secara lengkap. Jika

16terdapat sebuah tuturan yang menginformasikan sesuatu,
tetapi belum lengkap atau belum utuh, tuturan itu belum
dapat disebut kalimat, mungkin hanya berupa kata atau
mungkin hanya berupa kelompok kata atau frasa. Ciri lain
tuturan disebut kalimat adalah adanya predikat di dalam
tuturan tersebut. Agar mudah memahami perbedaan klausa
dan kalimat, perhatikan contoh berikut.
(23) a.
sejak ayahnya meninggal (klausa)
b.
ia menjadi pendiam (klausa)
c.
Sejak ayahnya meninggal, ia menjadi pendiam. (kalimat {terdiri atas dua klausa})
(24) a.
karena sakit (klausa)
b.
Deni tidak hadir dalam seminar itu (klausa)
c.
Karena sakit, Deni tidak hadir dalam seminar itu.
(kalimat {terdiri atas dua klausa})
(25) a.
Setiawan sering kehujanan (klausa)
b.
sehingga kepalanya sering pusing (klausa)
c.
Setiawan sering kehujanan sehingga kepalanya sering
pusing.
(kalimat {terdiri atas dua klausa})
(26) a.
pelatih Persib berkata (klausa)
b.
bahwa pemain yang tidak disiplin tidak akan diperpanjang kontraknya (klausa)
c.
Pelatih Persib berkata bahwa pemain yang tidak disiplin tidak akan diperpanjang kontraknya. (kalimat
{terdiri atas dua klausa})
(27) a.
orangnya pintar (klausa)
b.
dia tidak sombong (klausa)
c.
Orangnya pintar dan dia tidak sombong. (kalimat
{terdiri atas dua klausa})

17(28) a. Santika pandai (klausa)
b.
dia tidak pernah mendapat beasiswa (klausa)
c.
Santika pandai, tetapi dia tidak pernah mendapat
beasiswa
. (kalimat {terdiri atas dua klausa})
Tampak bahwa tuturan pada (23—23b), (24a—24b),
(25a—25b), (26a—26b), (27a—27b), dan (28b--28b) semuanya
berupa klausa, tetapi tuturan pada (23c), (24c), (25c), (26c),
(27c), dan (28c) berupa kalimat bukan klausa. Kalimat berikut
termasuk kalimat.
(i) a.
Ambilkan buku itu!b. Hati-hati!c. Jangan duduk di situ!Meskipun ada yang hanya terdiri atas satu kata, yaituhati-hati seperti pada contoh (ib), keseluruhan tuturan di atas
merupakan kalimat sebab tuturan-tuturan tersebut telah mengungkapkan suatu pikiran yang lengkap.
Dalam bentuk lisan, kalimat ditandai dengan alunan
titinada, keras lembutnya suara, dan disela jeda, serta diakhiri
nada selesai. Dalam bentuk tulis, kalimat dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda seru, atau
tanda tanya. Sementara itu, di dalamnya dapat disertai tanda
baca lainnya seperti tanda koma, tanda titik koma, tanda
hubung, dan/atau tanda kurung. Contoh (ii) berikut juga
termasuk kalimat.
(ii) A:
Kapan ke Taman Safari?B : Nanti hari Rabu, mau ikut?A: Enggak.B : Lo, kok?A: Anu, saya akan ke Semarang.B : O ....
18Tuturan pada contoh di atas semuanya termasuk kalimat
sebab tuturan-tuturan itu telah mengungkapkan pikiran secara
lengkap. Kelengkapan pikiran pada tuturan di atas, selain
ditentukan oleh situasi pembicaraan, juga ditentukan oleh
alunan nada yang menyertainya.
2.1 Kalimat DasarSruktur inti kalimat bahasa Indonesia ragam tulis
sebenarnya sangat sederhana, yaitu hanya berupa subjek dan
predikat (S-P). Struktur inti tersebut dapat diperluas menjadi
beberapa tipe kalimat dasar. Perhatikan contoh berikut.
(iii) a.
Anak itu sering melamun. (Subjek + Predikat)
b.
Sukarno dan Mohammad Hatta mempersatukan
bangsa ini.
(Subjek + Predikat + Objek)
c.
Ajaran Mahatma Gandhi ditakuti penjajah Inggris.(Subjek + Predikat + Pelengkap)
d.
Raja Jawa menghadiahi VOC Pesisir Utara Pulau
Jawa.
(Subjek + Predikat + Objek + Pelengkap)
e
Jamu itu sangat baik untuk kesehatan.(Subjek + Predikat + Keterangan)
f.
Zulkarnain membersihkan tinta itu dengan sabun.
(Subjek + Predikat + Objek + Keterangan)
Berdasarkan beberapa contoh di atas tampak bahwa
struktur inti kalimat bahasa Indonesia adalah
subjek + predikatyang dapat ditambah dengan objek, pelengkap, dan/atauketerangan S + P + ({O} + {Pel} + {K}). Dalam pemakaian seharihari terdapat pula pemakaian kalimat seperti berikut.
(iv) a.
Sangat banyak tumbuhan yang bisa dijadikan obatobatan. (Predikat + Subjek)
b. Ada mahasiswa yang mendatangi saya.
(Predikat + Subjek)

19Meskipun terdapat kalimat P-S seperti contoh di atas,
struktur inti kalimat bahasa Indonesia tetaplah S-P bukan
sebaliknya sebab kalimat (iv) tersebut dapat dikembalikan ke
struktur aslinya, yaitu struktur S-P seperti tampak di bawah
ini.
(v) a.
Tumbuhan yang bisa dijadikan obat-obatan sangat
banyak.
(Subjek +Predikat)
b. Mahasiswa yang mendatangi saya ada.
(Subjek + Predikat)
Struktur inti kalimat tersebut dapat diperluas menjadi
beberapa tipe kalimat dasar. Yang dimaksud dengan kalimat
dasar adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa, lengkap
unsur-unsurnya, dan paling lazim pola urutannya. Struktur
kalimat dasar bahasa Indonesia dapat dikelompokkan ke
dalam beberapa tipe berikut.
(1) subjek-predikat (S-P)
(2) subjek-predikat-objek (S-P-O)
(3) subjek-predikat-pelengkap (S-P-Pel)
(4) subjek-predikat-objek-pelengkap (S-P-O-Pel)
(5) subjek-predikat-objek-keterangan (S-P-O-K)
(6) subjek-predikat-keterangan (S-P-K)
Berikut disajikan beberapa contoh struktur kalimat yang
bertipe (1—6) di atas.
(29) a.
Obat ini/sangat mujarab.b. Komputer itu/sudah kuno.c. Kakinya/terkilir.(Tipe S-P)
20(30) a. Ia/sedang memprogram/komputer.b. Orang itu/sedang memikirkan/nasib anaknya.c. Peristiwa itu/mengilhami imajinasinya.(Tipe S-P-O)
(31) a.
Sukarno/dikenal/sebagai Sang Fajar.b. Ia termasuk tokoh yang luas pemikirannya.c. Janji-janji Jepang/hanya merupakan/isapan jempol.(Tipe S-P-Pel)
(32) a.
Hermawan/memebelikan/ibunya/batik tulis.
b.
Pak Joni/menghadiahi/anaknya/komputer.c. Dia/menganggap/suaminya/patung yang bisu.
(Tipe S-P-O-Pel)
(33) a.
Pak Syahrul/menyerahkan/permasalahan itu/kepada
pihak berwajib
.
b.
Lelaki itu/melaporkan/atasannya/kepada pejabat di
Senayan
.
c.
Sugono/pernah memarahi/Wardani/pada saat rapat.
(Tipe S-P-O-K)
(34)a.
Tugu Monas/berada/di Jakarta.b. Rumah ibunya/menghadap/ke selatan.c. Perjanjian itu/dibuat/secara sepihak.(Tipe S-P-K)
Kalimat dasar tersebut dapat diperluas menjadi puluhan
tipe kalimat bahasa Indonesia. Kalimat dasar tipe (1) S-P-Pel,
misalnya, dapat diperluas menjadi (1a) S-P-Pel-K, (1b) K-S-PPel, dan (1c) S-K-P-Pel; kalimat dasar tipe (2) S-P-O-Pel dapat
diperluas menjadi (2a) S-P-O-Pel-K, (2b) K-S-P-O-Pel, dan (2c)
S-K-P-O-Pel; dan kalimat dasar tipe (3) S-P-K dapat diperluas
menjadi (3a) K-S-P dan (3b) S-K-P.

21Jika kalimat-kalimat tersebut disusun secara padu, baik
padu dalam makna (koherensi) maupun padu dalam struktur
(kohesi), akan dihasilkan suatu paragraf yang apik. Agar dapat
membuat paragraf secara baik, penguasaan terhadap kalimat
dasar tersebut tidak dapat ditawar-tawar lagi dan agar dapat
membuat kalimat secara baik, unsur-unsur dalam kalimat
harus dikenali secara baik pula. Unsur kalimat itu lazim
disebut
konstituen yang biasanya berupa kata, frasa, atau klausa
dan lazimnya konstituen tersebut menduduki atau mengisi
salah satu fungsi dalam kalimat. Fungsi di dalam kalimat
berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Agar lebih jelas, di bawah ini akan diuraikan ciri subjek,
predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
2.1.1 Ciri SubjekSubjek (S) merupakan salah satu fungsi dalam kalimat
yang merupakan bagian klausa yang menjadi pokok kalimat.
Subjek dapat berupa kata benda (
nomina), kelompok kata
benda (
frasa nominal), atau klausa. Selain itu, subjek dapat pula
disertai kata
itu. Subjek dapat dicari dengan menggunakan
kata tanya
siapa atau apa. Kata tanya siapa digunakan untuk
mencari subjek yang berupa orang atau sesuatu yang bernyawa, sedangkan kata tanya
apa digunakan untuk mencari
subjek yang bukan berupa orang atau sesuatu yang tidak
bernyawa. Subjek dalam bahasa Indonesia biasanya berupa
nomina atau frasa nominal.
(35) a.
Bandung pernah menjadi lautan api. (S=N)
b.
Gunung Merapi berdekatan letaknya dengan Gunung Merbabu. (S=FN)
c.
Gunung Krakatau yang pernah meletus tahun 1825kini mulai terbatuk-batuk. (S=FN {klausa})
22Selain berupa nomina, frasa nominal, atau klausa seperti
contoh (35a—35c) di atas, subjek dapat pula berupa verba
(frasa verbal) atau adjektiva (frasa adjektival). Namun, subjek
yang berupa verba atau frasa verbal itu terbatas pemakaiannya, yaitu hanya terdapat dalam ragam lisan, bukan
dalam ragam tulis. Berikut disajikan beberapa contoh.
(36) a.
Merokok merusak kesehatan.
b.
Berenang membuat tubuh langsing.
c.
Berjalan-jalan di pagi hari menyehatkan tubuh.
d.
Bersepeda ke kantor merupakan kegiatan sehari-hari
Pak Zaki.
(37) a.
Langsing merupakan idaman setiap wanita.
b.
Tamak merupakan sikap yang dibenci Tuhan.
c.
Gagah dan berani adalah sikap pejuang masa lalu.
d.
Pendek dan kurus merupakan ciri penduduk kekurangan gizi.
Kata
merokok pada (36a) dan berenang pada (36b) merupakan verba yang berfungsi sebagai subjek dalam kalimat
tersebut, sedangkan
berjalan-jalan di pagi hari pada (36c) danbersepeda ke kantor pada (36d) merupakan frasa verbal yang
juga berfungsi sebagai subjek dalam kalimat tersebut. Sementara itu, kata
langsing dan tamak pada (37a—37b) merupakan
adjektiva yang berfungsi sebagai subjek, sedangkan
gagah dan
berani
serta pendek dan kurus pada (37c—37d) merupakan frasa
adjektival yang juga berfungsi sebagai subjek. Meskipun
begitu, kalimat (36) dan (37) di atas hanya lazim digunakan
dalam ragam bahasa lisan.
Yang lebih penting, subjek tidak dapat didahului kata
depan atau
preposisi. Jika didahului preposisi, subjek akan
berubah menjadi keterangan. Tanda *(bintang) lazim digunakan untuk menandai bahwa kalimat yang berada di sebelah

23kanan tanda tersebut tidak benar secara gramatikal (tata
bahasa). Perhatikan beberapa contoh berikut.
(38) a. *
Di dalam pertemuan itu membahas berbagai
masalah yang dihadapi siswa. (K-P-O)
b.
*Mengenai bahasa nasional Indonesia dewasa inimenghadapi bermacam-macam persoalan.
(K-P-O)
c.
*Dengan penjelasan semacam itu dapat membangkitkan semangat belajar setiap siswa. (K-P-O)
Jika kalimat tersebut dianalisis tampak bahwa
di dalam
pertemuan itu
pada (38a), mengenai bahasa nasional Indonesia
dewasa ini
pada (38b), dan dengan penjelasan semacam itu pada
(38c) berfungsi sebagai keterangan;
membahas pada (38a),menghadapi pada (38b), dan membangkitkan pada (38c) berfungsi
sebagai predikat;
masalah yang dihadapi siswa pada (38a), bermacam-macam persoalan pada (38b), dan semangat belajar setiap
siswa
pada (38c) berfungsi sebagai objek. Dengan demikian,
secara keseluruhan pola kalimat (38) di atas adalah K-P-O. Pola
kalimat seperti itu tidak ada dalam tipe kalimat dasar bahasa
Indonesia.
Pemunculan kata depan
di dalam pada (38a), mengenaipada (38b), dan dengan pada (38c) menjadi penyebab kalimat
tersebut tidak bersubjek. Agar ketiga kalimat tersebut memiliki
subjek, salah satu caranya adalah menanggalkan preposisi atau
frasa preposisional yang mendahului subjek tersebut, seperti
tampak pada ubahan kalimat berikut.
(39) a.
Pertemuan itu membahas berbagai masalah yang
dihadapi siswa. (Tipe S-P-O)
b.
Bahasa nasional Indonesia dewasa ini menghadapi
bermacam-macam persoalan. (Tipe S-P-O)

24c. Penjelasan semacam itu dapat membangkitkan semangat belajar setiap siswa. (Tipe S-P-O)
Contoh lain kalimat tak bersubjek tampak seperti beberapa kalimat di bawah ini.
(41) *
Dengan perubahan zaman menuntut para pendidik untuk mencari metode yang baru.
(42) *
Menurut pakar lain di bidang pemasaran menyatakan bahwa pemasaran adalah proses memasarkan barang hingga berwujud uang.
(43) *
Dalam debat calon presiden itu memutuskan
bahwa anggaran pendidikan di Indonesia akan
ditingkatkan sesuai dengan amanat UUD 1945.
Jika contoh di atas dicermati, tampak bahwa frasa
dengan
perubahan zaman
pada (41), menurut pakar lain di bidang
pemasaran
pada (42), dan dalam debat calon presiden itu pada (43)
merupakan frasa preposisional yang berfungsi sebagai keterangan;
menuntut pada (41), menyatakan pada (42), danmemutuskan pada (43) merupakan verba atau frasa verbal yang
berfungsi sebagai predikat;
para pendidik pada (41) merupakan
frasa nominal serta
bahwa pemasaran adalah proses memasarkan
barang hingga berwujud uang
pada kalimat (42), dan bahwa
anggaran pendidikan di Indonesia akan ditingkatkan sesuai dengan
amanat UUD 1945
pada kalimat (43) merupakan frasa nominal
yang sekaligus berupa anak kalimat (klausa subordinatif))
yang berfungsi sebagai objek, sedangkan
untuk mencari metode
yang baru
pada (41) merupakan frasa preposisional yang
berfungsi sebagai keterangan. Dengan demikian, secara keseluruhan, struktur kalimat (41) adalah K-P-O-K, sedangkan
struktur kalimat (42) dan (43) adalah K-P-O. Pola kalimat
seperti itu tidak ada dalam tipe kalimat dasar bahasa

25Indonesia. Agar ketiga kalimat di atas menjadi benar, fungsi
subjek harus ada dalam ketiga kalimat tersebut.
Dalam bahasa Indonesia jika nomina didahului preposisi,
gabungan preposisi dan nomina itu akan berubah menjadi
frasa preposisional dan frasa preposisional tidak dapat berfungsi sebagai subjek, tetapi berfungsi sebagai keterangan.
Oleh karena itu, fungsi keterangan pada awal kalimat dalam
ketiga contoh tersebut harus diubah menjadi subjek dengan
cara menanggalkan preposisi, atau jika ingin tetap mempertahankan preposi dalam kalimat tersebut, predikat verba
aktif
meng- (meN-) diubah menjadi verba pasif di-. Akan tetapi,
mengubah verba
meng- menjadi di- tidak selamanya dapat
dilakukan. Supaya memudahkan pemahaman, contoh (41—43)
di atas dimunculkan kembali pada kalimat a, sedangkan perbaikannya tampak pada kalimat b, c, atau d berikut.
(41) a. *
Dengan perubahan zaman menuntut para pendidik untuk mencari metode yang baru. (K-P-O-K)
b.
Perubahan zaman menuntut para pendidik untuk
mencari metode yang baru. (S-P-O-K)
c. Dengan perubahan zaman para pendidik dituntutuntuk mencari metode yang baru. (K-S-P-K)
d. Para pendidik
dituntut untuk mencari metode
yang baru. (S-P-K)
(42) a. *
Menurut pakar lain di bidang pemasaran menyatakan bahwa pemasaran adalah proses memasarkan barang hingga berwujud uang. (S-P-O)
b. Pakar lain di bidang pemasaran menyatakan bahwa pemasaran adalah proses memasarkan barang
hingga berwujud uang. (S-P-O)
c.
Menurut pakar lain di bidang pemasaran, pemasaran adalah proses memasarkan barang hingga
berwujud uang. (K-S-P-Pel)

26d. Bahwa pemasaran adalah proses memasarkan barang hingga berwujud uang dinyatakan oleh pakar
lain di bidang pemasaran. (S-P-Pel-K)
(43) a. *
Dalam debat calon presiden itu memutuskan bahwa anggaran pendidikan di Indonesia akan ditingkatkan sesuai dengan amanat UUD 1945.
(KPO)
b. Debat calon presiden itu memutuskan bahwa
anggaran pendidikan di Indonesia akan ditingkatkan sesuai dengan amanat UUD 1945. (SPO)
c. Dalam debat calon presiden itu
diputuskan bahwa
anggaran pendidikan di Indonesia akan ditingkatkan sesuai dengan amanat UUD 1945. (KPS)
d. Bahwa anggaran pendidikan di Indonesia akan
ditingkatkan sesuai dengan amanat UUD 1945
diputuskan dalam debat calon presiden itu. (S-P-K)
Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa subjek
kebanyakan terletak pada awal kalimat. Meskipun begitu, ada
pula subjek yang terletak pada akhir kalimat seperti beberapa
contoh berikut.
(44) a. Pada pertemuan nanti akan dijelaskan
masalah limbah dan lingkungan. (K-P-S)
b. Dalam persidangan itu terungkap
kecurangankecurangan yang dilakukan guru dan murid dalam
ujian nasional kemarin.
(K-P-S)
c. Di dalam UUD 1945 disebutkan
bahwa setiap warga
negara berhak memperoleh pendidikan
. (K-P-S)2.1.2 Ciri PredikatPredikat (P) merupakan salah satu fungsi di dalam
kalimat yang merupakan bagian klausa yang menjadi unsur

27utama di dalam kalimat. Predikat dalam bahasa Indonesia
dapat berupa kata kerja (
verba) atau kelompok kata kerja (frasa
verbal
), kata sifat (adjektiva) atau kelompok kata sifat (frasa
adjektival
), atau kata benda (nomina) atau kelompok kata benda
(
frasa nominal). Letak predikat lazimnya berada di sebelah
kanan predikat. Amatilah beberapa contoh berikut.
(45) a. Pak Niko
mengajar matematika. (P=V)
b. Pak Niko
sedang mengajar matematika. (P=FV)
(46) a. Sunarti
rajin ke perpustakaan. (P=Adj)
b. Sunarti
sangat rajin ke perpustakaan. (P=FAdj)
(47) a. Bapak saya
dokter. (P=N)
b. Bapak saya
dokter gigi. (P=FN)
Ciri predikat yang lain adalah dapat diingkarkan atau
dapat dinegasikan. Jika berupa kata kerja atau kata sifat,
predikat dapat diingkarkan dengan menggunakan kata
tidak.
Jika berupa kata benda, predikat dapat diingkarkan dengan
menggunakan kata
bukan. Kalimat (45--47) di atas dapat
diingkarkan menjadi kalimat berikut.
(48) a.Pak Niko
tidak mengajar matematika.
b.Pak Niko
tidak sedang mengajar matematika.
(49) a.Sunarti
tidak rajin ke perpustakaan daerah.
b.Sunarti
tidak sangat rajin ke perpustakaan daerah.
(50) a.Bapak saya
bukan dokter.b.Bapak saya bukan dokter gigi.
28Selain dapat diingkarkan, predikat yang berupa kata
kerja dapat didahului kata
sedang, belum, atau akan. Amatilah
beberapa contoh kalimat berikut.
(51) a. Pak Himawan
sedang mengajar biologi.
b. Pak Himawan
belum mengajar biologi.
c. Pak Himawan
akan mengajar biologi.
Bahasa Indonesia mengizinkan predikat berupa frasa
preposisional, tetapi bentuknya tertentu. Biasanya frasa itu
didahului preposisi
di, ke, atau dari seperti contoh berikut.
(52) a. Orang tuannya di Semarang. (P=FPrep)
b. Anak-anaknya ke Jakarta semua. (P=FPrep)
c. Wanita itu dari Bandung. (P=FPrep)
Predikat berupa frasa preposisional seperti pada contoh
(52) kebanyakan hanya digunakan dalam ragam lisan, sedangkan dalam ragam tulis cenderung dihindari. Bahasa Indonesia dalam perundang-undangan, misalnya, menolak
kalimat yang predikatnya berupa frasa preposisional sebab jika
bukan berupa verba atau frasa verbal, subjek hukum yang
dapat berupa orang perseorangan, yayasan, atau badan hukum
tidak dapat dikenai delik pengaduan.
Kalimat yang tak berpredikat menyebabkan suatu tuturan belum dapat mengungkapkan informasi yang utuh,
contohnya adalah seperti berikut.
(53) *Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setara dengan satu kali gaji pokok yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

29(54) *Gaji guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan berdasarkan pada perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama.
(55) *Dengan berdasarkan pada penelitian yang dilakukan, PT Grand Shoe Industry yang berdiri pada tanggal 23 Maret 1975 oleh Bpk. Suwarno Martodiharjo
yang berlokasi di Jalan Sosial No. 4, Jakarta Barat.
Jika ketiga contoh di atas dianalisis, tampak bahwa
Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada
kalimat (53) berfungsi sebagai subjek, sedangkan
setara dengan
satu kali gaji pokok yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah
daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama
berfungsi sebagai pelengkap. Sementara itu, Gaji guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakatpada kalimat (54) berfungsi sebagai subjek dan dengan berdasarkan pada perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersamaberfungsi sebagai keterangan. Demikian halnya Dengan berdasarkan pada penelitian yang dilakukan pada kalimat (55) berfungsi sebagai keterangan dan PT Grand Shoe Industry yang
berdiri pada tanggal 23 Maret 1975 oleh Bpk. Suwarno Martodiharjo
yang berlokasi di Jalan Sosial No. 4, Jakarta Barat
berfungsi sebagai
subjek.
Dengan demikian, struktur kalimat (53) adalah S-Pel,
struktur kalimat (54) adalah S-K, dan struktur kalimat (55)
adalah K-S. Struktur semacam itu tidak terdapat dalam pola
kalimat dasar bahasa Indonesia. Untuk itu, agar rangkaian kata
(tuturan/ujaran) tersebut menjadi kalimat yang berterima
(gramatikal), predikat kalimat itu harus dimunculkan seperti di
bawah ini. Supaya memudahkan pemahaman, contoh (53—55)
di atas dimunculkan kembali pada kalimat a, sedangkan perbaikannya tampak pada kalimat b dan c pada (53—55) berikut.

30(53) a. *Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setara dengan satu kali gaji pokok yang
diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah
pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang
sama.
b. Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
diberikan setara dengan satu kali gaji
pokok yang diangkat oleh pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja,
dan kualifikasi yang sama.
c. Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
adalah setara dengan satu kali gaji pokok
yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah
daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi
yang sama.
(54) a. *Gaji guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan
berdasarkan pada perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama.
b. Gaji guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat
dibayar dengan berdasarkan pada perjanjian kerja dan/atau
kesepakatan kerja bersama.
c. Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat
digaji dengan
berdasarkan pada perjanjian kerja dan/atau
kesepakatan kerja bersama.
(55) a. *Dengan berdasarkan pada penelitian yang dilakukan, PT Grand Shoe Industry yang berdiri
pada tanggal 23 Maret 1975 oleh Bpk. Suwarno
Martodiharjo yang berlokasi di Jalan Sosial No. 4,
Jakarta Barat.

31b. Dengan berdasarkan pada penelitian yang dilakukan, PT Grand Shoe Industry didirikan oleh Bpk.
Suwarno Martodiharjo pada tanggal 23 Maret
1975 dan berlokasi di Jalan Sosial No. 4, Jakarta
Barat.
c. Dengan berdasarkan pada penelitian yang dilakukan, PT Grand Shoe Industry yang didirikan oleh
Bpk. Suwarno Martodiharjo pada tanggal 23
Maret 1975
berlokasi di Jalan Sosial No. 4, Jakarta
Barat.
d. Dengan berdasarkan pada penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa PT Grand Shoe Industry
yang didirikan oleh Bpk. Suwarno Martodiharjo
pada tanggal 23 Maret 1975
berlokasi di Jalan Sosial
No. 4, Jakarta Barat.
e. Dengan berdasarkan pada penelitian yang dilakukan,
diketahui bahwa PT Grand Shoe Industry didirikan oleh Bpk. Suwarno Martodiharjo pada
tanggal 23 Maret 1975 dan berlokasi di Jalan Sosial
No. 4, Jakarta Barat.
2.1.3 Ciri ObjekObjek (O) merupakan salah satu fungsi di dalam kalimat
yang kehadirannya bergantung pada jenis predikatnya. Objek
biasanya berupa nomina, frasa nominal, atau klausa yang
selalu muncul di sebelah kanan predikat yang berupa kata
kerja transitif (verba transitif). Jika predikat bukan berupa
verba transitif, objek tidak hadir (tidak muncul) di dalam
kalimat tersebut.
(56) a. Jaksa menghadirkan
saksi. (O=N)
b. Ketua MPR menghadiri
pelantikan para gubernur.(O=FN)
32c. Para saksi mengatakan bahwa semua pengakuan
yang dibuatnya dilakukan karena tekanan aparat.
(O=klausa)
Kehadiran fungsi objek pada kalimat (56a—56c) tersebut
disebabkan bentuk predikat dalam kalimat itu berupa kata
kerja transitif, yaitu
menghadirkan pada (56a), menghadiri pada
(56b), dan
mengatakan pada (56c). Ciri kata kerja transitif
biasanya menggunakan imbuhan
meng-, meng-…-i, atau meng-
…-kan.
Di atas telah disebutkan bahwa objek merupakan salah
satu fungsi yang kehadirannya bersifat wajib. Maksudnya
adalah bahwa kalimat yang predikatnya berupa verba transitif
harus selalu diikuti oleh objek sebab tanpa kehadiran objek,
kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal. Jika objek kalimat
(56a—56c) di atas tidak dihadirkan (ditanggalkan), kalimat
menjadi tidak berterima seperti perubahan (57a—57c) berikut.
(57) a. *Jaksa menghadirkan Ø
.b. *Ketua MPR menghadiri Ø.c. *Para saksi mengatakan Ø.Ketidakberterimaan contoh (57a—57c) tersebut mengisyaratkan bahwa predikat verba transitif mengharuskan
kehadiran objek secara wajib.
Selain berupa kata benda, kelompok kata benda (frasa
nominal), atau klausa, ciri
objek yang lain adalah dapat menjadisubjek dalam kalimat pasif. Kalimat pasif biasanya menggunakan imbuhan di-, di-…-i, atau di-…-kan yang merupakan
pemasifan dari bentuk aktif
meng-, meng-…-i, atau meng-…-kan.Yang perlu diingat adalah bahwa bentuk pasif di-…-i pasti diturunkan dari bentuk aktif meng-…-i, bukan dari meng-…-kan.
Demikian pula bentuk pasif
di-…-kan juga pasti diturunkan
dari bentuk aktif
meng-…-kan, bukan dari meng-…-i. Kalimat
33aktif pada (56a—56c) di atas dapat dipasifkan menjadi kalimat
(58a—58c) berikut.
(58) a.
Saksi dihadirkan Jaksa.
b.
Pelantikan para gubernur dihadiri Ketua MPR.
c.
Bahwa semua pengakuan yang dibuatnya dilakukan
karena tekanan aparat
dikatakan para saksi.
Ciri objek yang lain adalah tidak dapat didahului kata
depan atau
preposisi seperti contoh berikut.
(59) a. *Pak Haerudin sedang membahas
tentang kegiatan
ekstra kurikuler
.
b. *Pak Sugio pernah membicarakan
mengenai hal
itu
.
c. *Pemerintah akan membangun
daripada ekonomi
kerakyatan
.
Pemunculan kata depan
tentang pada contoh (59a),mengenai pada contoh (59b), dan daripada pada contoh (59c)
menyebabkan kalimat tidak mempunyai objek sebab di atas
telah dijelaskan bahwa objek biasanya berupa nomina, frasa
nominal, atau klausa. Jika nomina didahului preposisi, perubahannya itu akan menjadi frasa preposisional dan frasa
preposisional tidak dapat berfungsi sebagai objek. Frasa preposisional hanya lazim berfungsi sebagai keterangan.
Jika ada frasa preposisional dapat berfungsi sebagai
predikat, frasa preposisional yang seperti itu hanya tertentu
bentuknya, yaitu frasa preposisional yang didahului oleh
di, ke,
atau
dari saja dan biasanya hanya ditemukan dalam ragam
lisan. Untuk itu, agar kalimat (59a—59c) menjadi kalimat yang
berterima, di sebelah kanan predikat transitif
membahas pada
(59a),
membicarakan pada (59b), dan membangun pada (59c)
harus berupa nomina atau frasa nominal yang berfungsi

34sebagai objek, bukan berupa frasa preposisional. Langkah yang
paling mudah dilakukan adalah menanggalkan semua preposisi pada kalimat (59a—59c) menjadi kalimat (60a—60c) berikut.
(60) a. Pak Haerudin sedang membahas
kegiatan ekstra
kurikuler
.
b. Pak Sugio pernah membicarakan
hal itu.
c. Pemerintah akan membangun
ekonomi kerakyatan.
Kalimat tak berobjek sering ditemukan dalam bahasa
lisan ataupun bahasa tulis. Kalimat tak berobjek ini muncul
karena pemahaman terhadap struktur kalimat baku dalam
bahasa Indonesia masih kurang. Berikut disajikan contoh lain
kalimat tak berobjek.
(61) a. *Kami mengharap
atas kehadiran para capres pada
Debat Para Calon Presiden di kampus kami.
b. *Pemimpin sidang berhak mengingatkan agar
peserta sidang berbicara secara teratur.
Tampak bahwa kalimat (61a) dan (61b) di atas tidak
memiliki objek sebab ciri objek biasanya berupa nomina atau
frasa nominal. Jika nomina atau frasa nominal didahului
preposisi, konstituen itu menjadi frasa preposisional, bukan
menjadi frasa nominal. Frasa preposisional, hampir dalam
semua bahasa, biasanya berfungsi sebagai keterangan dalam
kalimat. Jadi, konstituen
atas kehadiran para capres pada Debat
Para Calon Presiden di kampus kami
pada kalimat (61a) dan agar
peserta sidang berbicara secara teratur
pada (61b) merupakan frasa
preposisional yang berfungsi sebagai keterangan, bukan sebagai frasa nominal yang berfungsi sebagai objek
.Di dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa verba transitif harus langsung diikuti objek. Hal itu

35berarti bahwa predikat yang berupa verba transitif harus
diikuti objek, bukan oleh frasa preposisional. Jadi, frasa verba
mengharap dalam kalimat (61a) dan mengingatkan dalam
kalimat (61b) di atas harus diikuti kehadiran objek sebab kedua
verba dalam kalimat tersebut merupakan verba transitif yang
memerlukan kehadiran objek, bukan keterangan. Sehubungan
dengan itu, agar struktur kalimat tersebut menjadi benar,
fungsi keterangan yang berada di sebelah kanan predikat
verba transitif tersebut harus diubah menjadi fungsi objek dengan cara menanggalkan preposisi atau mengubah letak
preposisi tersebut sehingga menjadi kalimat (62a—62b)
berikut.
(62) a. Kami mengharap
kehadiran para capres pada Debat
Para Calon Presiden di kampus kami.
b. Pemimpin sidang berhak mengingatkan
peserta
sidang
agar berbicara secara teratur.
Kesalahan yang terdapat pada kalimat (59) dan (61) di
atas adalah bahwa objek didahului preposisi atau verba
transitif tidak diikuti oleh nomina atau frasa nominal, tetapi
diikuti oleh frasa preposisional.
Selain kalimat takberobjek seperti tampak pada contoh di
atas, terdapat pula contoh lain seperti berikut.
(63) a. Demikian Jermiteti
melaporkan dari Makassar.
b. Kegiatan ini sangat
menjanjikan.
Sekali lagi verba transitif menuntut kehadiran objek, bukan keterangan. Jika verba transitif tidak diikuti objek, struktur
kalimat itu pasti tidak benar. Frasa preposisional
dari Makassarpada kalimat (63) tidak dapat diubah menjadi frasa nominal
dengan menanggalkan preposisi
dari. Hal itu berarti kalimat
(63) tersebut benar-benar memerlukan kehadiran objek. Jika

36objek dimunculkan, kalimat akan tampak seperti pada contoh
(64) dan (65) berikut.
(64) a. Demikian Jermiteti
melaporkan kejadian itu dari Makassar.
b. Demikian Jermiteti
melaporkan peristiwa itu dari
Makassar.
c. Demikian Jermiteti
melaporkannya dari Makassar.
(65) a. Kegiatan ini sangat
menjanjikan masa depan Anda.
b. Kegiatan ini sangat
menjanjikan keuntungan yang
luar biasa
.
Struktur kalimat (63) di atas kemungkinan besar terpengaruh struktur bahasa Inggris berikut, yaitu
This is Jermiteti
reporting from Makassar.
Padahal, reporting pada kalimat itu
sebenarnya bukan
melaporkan (verba) tetapi laporan (nomina)
sehingga kalimat tersebut seharusnya diterjemahkan menjadi
Demikian(lah) laporan Jermiteti dari Makassar.Hal lain yang perlu diungkapkan adalah bahwa objek
dapat pula terletak di sebelah kanan keterangan meskipun
predikat dalam kalimat tersebut berupa kata kerja transitif. Hal
itu bisa terjadi karena objek pada kalimat tersebut berupa
klausa atau berupa anak kalimat yang panjang. Bandingkan
kalimat (66a) dan (67a) dengan kalimat (66b) dan (67b) berikut.
(66) a. Muslih ingin segera memberitahukan kepada
ibunya
bahwa Paman Harno beserta keluarganya akan
datang besok pagi
. (S-P-K-O{anak kalimat})
b. Muslih ingin segera memberitahukan
bahwa
Paman Harno beserta keluarganya akan datang besok
pagi
kepada ibunya. (S-P-O{anak kalimat}-K )
(67) a. Dosen itu hanya akan menginformasikan kepada
mahasiswanya
bahwa perkuliahan hari ini akan
37dipindahkan pada hari Rabu minggu depan di Ruang R
203
. (S-P-K-O{anak kalimat})
b. Dosen itu hanya akan menginformasikan
bahwa
perkuliahan hari ini akan dipindahkan pada hari Rabu
minggu depan di Ruang R 203
kepada mahasiswanya. (S-P-O{anak kalimat}-K)
Jika dicermati, Contoh (66a) dan (67a) menyalahi kegramatikalan kalimat karena predikat yang berupa verba
transitif,
memberitahukan dan menginformasikan, menuntut kehadiran nomina atau frasa nominal yang berfungsi sebagai
objek, bukan menuntut kehadiran frasa preposisional.
Sementara itu, kalimat (66b) dan (67b) merupakan kalimat
yang gramatikal karena verba transitif pada predikat kalimat
tersebut langsung diikuti oleh nomina atau frasa nominal yang
berfungsi sebagai objek. Akan tetapi, jika terdapat kalimat
semacam itu, tampaknya pemakai bahasa cenderung memilih
bentuk yang terdapat pada (66a) dan (67a) daripada (66a) dan
(67a). Dari segi informasi pun kalimat (66a) dan (67a) lebih
apik daripada (66b) dan (67b). Dengan demikian, dapat diduga
bahwa predikat verba transitif yang diikuti oleh objek yang
berupa klausa subordinatif atau berupa frasa nominal yang
panjang, antara fungsi predikat dan objek dalam kalimat
tersebut dapat disela oleh fungsi keterangan sehingga kalimat
(66a) dan (67a) di atas menjadi kalimat yang berterima.
Sebagai catatan akhir dalam pembahasan objek pada
subbab ini adalah bahwa objek hanya terdapat dalam kalimat
aktif, itu pun hanya aktif yang transitif, sedangkan aktif
intransitif tidak memerlukan objek. Dengan demikian, kalimat
pasif tidak memiliki objek karena predikat kalimat pasif
berupa verba pasif bukan verba aktif transitif.

382.1.4 Ciri PelengkapPelengkap (Pel)—seperti halnya objek—adalah unsur
kalimat yang kehadirannya juga bergantung pada predikat.
Pelengkap dapat berupa nomina atau frasa nominal, verba atau
frasa verbal, dan adjektiva atau frasa adjektival. Berikut
disajikan beberapa contoh.
(68) a. Yanto menghadiahi kemenakannya
komputer.
(Pel=N)
b. Sunarti mengajari anaknya
menyanyi. (Pel=V)
c. Saya menganggap pimpinan itu
bijaksana.
(Pel=Adj)
(69) a. Pak Camat menghadiahi lurah Banjarsari
mobil
perpustakaan keliling.
(Pel=FN)
b. Bu Tristiyawati mengajari siswanya
menulis aksara
Arab
. (Pel FV)
c. Saya menganggap pimpinan itu
sangat tidak bijaksana. (Pel=FAdj)
Posisi pelengkap dapat terletak di sebelah kanan (setelah
atau di belakang) objek atau terletak langsung di sebelah kanan
predikat. Jika predikat berupa kata kerja transitif, pelengkap
terletak di sebelah kanan objek. Namun, jika predikat bukan
berupa kata kerja transitif, mungkin berupa kata kerja intransitif atau berupa kata kerja pasif, pelengkap terletak langsung
di sebelah kanan predikat.
(70) a. Orang itu mengajari adik saya
cara beternak belut.b. Pak Syamsul membelikan anaknya buku ensiklopedi.
c. Hardiman menghadiahi istrinya
novel karya Ahmad
Tohari
.
39(71) a. Masalah ini menjadi tanggung jawab saya.
b. Usulan itu merupakan
saran belaka.c. Putusan pengadilan itu berdasarkan Ketetapan
MPR
.
d. Karena tidak mendengarkan nasihat ibunya,
Lailita dimarahi
bapaknya.
Pelengkap pada kalimat (70) di atas, yaitu
cara beternak
belut
(70a), buku ensiklopedi (70b), dan novel karya Ahmad Tohari(70c) terletak setelah objek karena predikat kalimat tersebut,
yaitu
mengajari pada (70a), membelikan pada (70b), dan menghadiahi pada (70c) berupa verba transitif yang langsung diikuti
oleh objek sehingga pelengkap harus berada di sebelah kanan
objek.
Sementara itu, pelengkap pada kalimat (71a—71d) terletak setelah predikat karena predikat dalam ketiga kalimat
tersebut berupa verba intransitif, yaitu
menjadi pada (71a),merupakan pada (71b), dan berdasarkan pada (71c) serta berupa
verba pasif, yaitu
dimarahi pada (71d).
Yang paling penting, pelengkap tidak dapat dijadikan
subjek pada kalimat pasif.
(72) a. *
Cara beternak belut diajari (oleh) orang itu (kepada)
adik saya
.b. *Buku ensiklopedi dibelikan (oleh) Pak Syamsul (untuk) anaknya.
c. *
Novel karya Ahmad Tohari dihadiahi Hardiman (kepada) istrinya.
(73) a. *
Tanggung jawab saya dijadi masalah ini.
b. *
Saran belaka dirupakan usulan itu.c. *Ketetapan MPR didasarkan (pada) putusan pengadilan itu.
40d. *Karena tidak mendengarkan nasihat ibunya, bapaknya dimarahi Lailita.
Kalimat (72) dan (73) dari segi struktur termasuk kalimat
yang gramatikal, tetapi dari segi makna, kalimat itu tidak
termasuk kalimat yang apik karena maknanya berbeda dengan
kalimat (70) dan (71) di atas.
2.1.5 Ciri KeteranganKeterangan (K) adalah unsur kalimat yang kehadirannya
bersifat tidak wajib (opsional). Keterangan dapat berupa
nomina (frasa nominal), frasa numeral, berupa frasa preposisional, atau berupa adverbia. Nomina atau frasa nominal
yang dapat menduduki fungsi keterangan biasanya berupa
nomina temporal atau nomina yang menyatakan waktu. Selain
itu, keterangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keterangan wajib (wajib hadir/wajib muncul dalam kalimat) dan
keterangan manasuka. Keterangan wajib merupakan bagian
dari predikat, sedangkan keterangan manasuka bukan bagian
dari predikat. Keterangan manasuka merupakan keterangan
yang sejajar dengan subjek dan predikat.
(74) a. Dia telah datang
kemarin. (K=N)
b. Artis sinetron itu meninggal dunia
Minggu pagi.(K=FN)
c. Anak Pak Lurah telah diwisuda
tiga hari yang lalu.
(K=FNum)
d. Waluyo datang
seorang diri. (K=FNum)
e.
Agaknya saran itu mulai diperhatikan. (K=Adv)
(75) a. Orang tua saya pernah bekerja
di perusahaan kayu
lapis.
(K=FPrep)
b. Jahe dan beras kencur merupakan tanaman yang
sangat berguna
untuk kesehatan. (K=FPrep)
41c. Dia menandatangani surat bermeterai itu dengan
terpaksa.
(K=FPrep)
Keterangan pada kedua contoh di atas bukan merupakan
bagian dari predikat sehingga kehadiran fungsi itu di dalam
kalimat tidak bersifat wajib. Karena tidak wajib hadir di dalam
kalimat, keterangan pada kalimat tersebut dapat ditanggalkan
seperti contoh di bawah ini.
(76) a. Dia telah datang Ø.
b. Artis sinetron itu meninggal dunia Ø.
c. Anak Pak Lurah telah diwisuda Ø.
d. Waluya datang Ø.
e. Ø Saran itu mulai diperhatikan.
(77) a. Orang tua saya pernah bekerja Ø.
b. Jahe dan beras kencur merupakan tanaman yang
sangat berguna Ø.
c. Dia menandatangani surat bermeterai itu Ø.
Meskipun fungsi keterangan ditanggalkan, kalimat (76)
dan (77) di atas tetap gramatikal karena telah sesuai dengan
kaidah tata bahasa dan tetap berterima karena maknanya tidak
menyimpang. Namun, keterangan pada contoh (78) berikut
merupakan bagian dari predikat sehingga kehadirannya bersifat wajib.
(78) a. Tugu Monas berada
di Jakarta.b. Kampus kami menghadap ke timur laut.c. Raja Buton pertama berasal dari Majapahit.
Karena merupakan bagian predikat, fungsi keterangan
pada contoh kalimat (78) tersebut wajib ada (wajib hadir) di

42dalam kalimat sehingga fungsi itu tidak dapat ditanggalkan
seperti di bawah ini.
(79) a. *Tugu Monas berada Ø
.b. *Kampus kami menghadap Ø.c. *Raja Buton pertama berasal Ø.
Posisi keterangan (keterangan yang setara dengan fungsi
lain, bukan keterangan yang merupakan bagian predikat)
dapat dipindah-pindahkan letaknya, kadang terletak pada
posisi akhir kalimat, pada tengah kalimat, atau pada awal
kalimat. Meskipun letak fungsi keterangan diubah-ubah,
kalimat tetap gramatikal dan berterima seperti contoh berikut.
(80) a. Kami akan berdarmawisata
bulan depan.b. Kami bulan depan akan berdarmawisata.c. Bulan depan kami akan berdarmawisata.(81) a. Agaknya saran itu mulai diperhatikan.
a. Saran itu
agaknya mulai diperhatikan.
b. Saran itu mulai diperhatikan
agaknya.2.2 Analisis Kategori, Fungsi, dan PeranKalimat dapat diuraikan berdasarkan kategori, fungsi,
dan peran. Analisis kategori menguraikan kalimat berdasarkan
kelas kata yang mengisi konstituen di dalam kalimat. Analisis
fungsi menguraikan kalimat berdasarkan subjek, predikat,
objek, pelengkap, dan/atau keterangan. Analisis peran menguraikan kalimat berdasarkan makna unsur-unsur pembentuknya.
(82) Bu Juni membuat mainan dengan kertas.
FN V N FPrep
Kategori
S P O K
Fungsi
Pelaku Transitif Sasaran Keterangan Cara
Peran
43(83) Bu Fatimah membuat mainan dengan kertas.Frasa Nominal Verba Nomina Frasa Preposisional
Subjek Predikat Objek Keterangan
Pelaku Transitif Penderita Alat
(84)
Narotama menghadiahi adik iparnya buku bacaan.Nomina Verba Frasa Nominal Frasa Nominal
Subjek Predikat Objek Pelengkap
Pelaku Transitif Penderita Sarana
(85)
Kemarin pagi Zaidan diberi Nuraeni kepercayaan.Frasa
Nominal
Nomina Verba Nomina Nomina
Keterangan Subjek Predikat Pelengkap Pelengkap
Waktu Sasaran Pasif Pelaku Sarana
2.3 Jenis KalimatKalimat bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi
kalimat simpleks, kompleks, majemuk, dan majemuk campuran.
2.3.1 Kalimat SimpleksKalimat simpleks yang lazim disebut dengan kalimat
tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa atau
satu struktur predikat. Satu struktur predikat di dalam kalimat
dapat berupa (a) subjek dan predikat (S-P); (b) subjek, predikat,
dan objek (S-P-O); (c) subjek, predikat, dan pelengkap (S-PPel); (d) subjek, predikat, objek, dan pelengkap (S-P-O-Pel);
atau (e) subjek, predikat, dan keterangan (S-P-K). Bahkan,
dapat pula hanya berupa (f) predikat (P).
(86) a.
Orang itu guru kami. (S-P)
b.
Kartini sedang membuat surat jawaban. (S-P-O)
c.
Kepakaran Teguh diakui banyak orang. (S-P-Pel)
d.
Sulaeman mengajari anaknya melukis. (S-P-O-Pel)
44e. Kami berangkat pukul 07.30. (S-P-K)
f.
Minggir! (P)
Contoh kalimat (87) di atas termasuk kalimat simpleks
karena hanya terdiri atas satu klausa. Satu klausa biasanya
berupa satu informasi. Oleh karena itu, unsur inti (komponen
inti) yang terdapat di dalam kalimat simpleks pun juga hanya
satu informasi. Satu informasi itu biasanya ditandai oleh
kehadiran satu fungsi predikat.
2.3.2 Kalimat KompleksKalimat kompleks yang lazim disebut kalimat majemuk
bertingkat adalah kalimat yang terdiri atas klausa utama dan
klausa subordinatif. Klausa utama lazim disebut induk
kalimat, sedangkan klausa subordinatif lazim disebut anak
kalimat. Klausa utama dapat berdiri sendiri sebagai kalimat
yang lepas yang tidak bergantung pada klausa yang lain,
sedangkan klausa subordinatif selalu bergantung pada klausa
utama. Tanpa kehadiran klausa utama, klausa subordinatif
tidak dapat mengungkapkan apa-apa karena informasinya
belum jelas. Selain itu, klausa subordinatif merupakan
pengembangan dari salah satu fungsi kalimat sehingga klausa
ini hanya menduduki salah satu fungsi yang ada di dalam
kalaimat. Oleh karena itu, hubungan antarkedua klausa dalam
kalimat kompleks ini tidak sederajat atau tidak sejajar.
(87) a. Supriyati tetap berangkat meskipun hari telah gelap.
b. Ketika hujan turun, Hermawan masih berada di
atas bus.
Kalimat (87) di atas merupakan kalimat kompleks sebab
terdiri atas klausa utama dan klausa subordinatif. Klausa
Supriyati tetap berangkat pada (83a) dan Hermawan masih berada
45di atas bus pada (87b) merupakan klausa utama, sedangkanmeskipun hari telah gelap pada (87a) dan ketika hujan turun pada
(87b) merupakan klausa subordinatif. Klausa subordinatif
dapat terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, seperti
contoh (87a) dan (87b).
Struktur kalimat (87a) adalah S-P-K{konj-S-P}, sedangkan
struktur kalimat (87b) adalah K{konj.-S-P}-S-P-K. Unsur {konjS-P} berada di bawah kendali K. Untuk mempermudah
pemahaman uraian di atas, cermati diagram pohon berikut ini.
Kalimat (87a)
klausa utama klausa subordinatif
S
1 P1 K
Konj S
2 P2N FV N FAdj
Adv V Adv Adj
Supriyanto tetap berangkat meskipun hari telah gelap.

46Kalimat (87b)
klausa subordinatif klausa utama
K S
1 P1 KKonj S2 P2 N FV FPrep
Adv V FPrep N
Prep N
Ketika hujan turun, Hermawan masih berada di atas bus.
Tampak bahwa klausa subordinatif pada kalimat kompleks di atas menduduki salah satu fungsi kalimat, yaitu
menduduki fungsi keterangan. Tanpa kehadiran klausa utama,
klausa subordinatif di atas tidak dapat mandiri sebagai kalimat
yang lepas. Lain halnya dengan klausa utama, tanpa kehadiran
klausa subordinatif, klausa utama dapat mandiri sebagai
kalimat yang lepas.
Klausa subordinatif selain dapat menduduki fungsi
keterangan seperti contoh di atas dapat pula menduduki
fungsi objek, pelengkap, dan subjek seperti contoh berikut.
(88) a. Sujarwo tidak mengetahui
bahwa dirinya di-PHK.
b.
Bahwa dia cengeng sudah diketahui banyak orang.
c. Darsi menganggap Rio
lelaki yang paling setia.Jika contoh di atas dicermati, tampak bahwa konstituenbahwa dirinya di-PHK pada (88a) merupakan klausa sub-
47ordinatif yang menduduki fungsi objek, bahwa dia cengeng pada
(88b) merupakan klausa subordinatif yang berfungsi sebagai
subjek, dan
lelaki yang paling setia pada (88c) merupakan klausa
subordinatif yang menduduki fungsi pelengkap. Diagram
pohon ketiga kalimat tersebut tampak sebagai berikut.
Kalimat (88a)
klausa utama klausa subordinatif
S
1 P1 O
Konj S
2 P2N FV N V
Adv V
Sujarwo tidak mengetahui bahwa dirinya di-PHK.
Kalimat (88b)
klausa subordinatif klausa utama
S P K
Konj S
2 P2 FV FN
Adv V N Adv
Bahwa dia cengeng sudah diketahui orang banyak.

48Kalimat (88c)
klausa utama
S P O Pel
N V N FN
inti atribut
klausa relatif
S P
N Part FAdj
. Adv Adj
Darsi menganggap Rio lelaki yang paling setia.
Hubungan antarkedua klausa dalam kalimat kompleks
ini ditandai dengan penggunaan konjungsi subordinatif berikut ini.
sejak, semenjak
ketika
, sambil, selama
setelah
, sebelum, sehabis, selesai
asalkan
, apabila, jika, jikalau, manakala, tatkala
seandainya
, seumpama
agar
, supaya
walaupun
, meskipun, kendatipun, sekalipun,
sehingga
, sampai, maka
dengan
, tanpa
49bahwa
yang
2.3.3 Kalimat MajemukKalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua
klausa utama atau lebih yang dapat berdiri sendiri sebagai
kalimat yang lepas. Klausa yang satu dalam kalimat majemuk
bukan merupakan bagian dari klausa yang lain atau klausa
yang satu bukan merupakan pengembangan dari salah satu
fungsi yang ada dalam klausa itu. Hubungan antara klausa
yang satu dan yang lain dalam kalimat ini menyatakan
hubungan koordinatif.
(89) a. Yanto membaca stilistika dan istrinya membuatkan susu jahe.
b. Giyarti memesan bakso, tetapi suaminya memesan sate sapi.
c. Gandung sedang belajar atau malah tidur di
kamar depan.
d. Peserta dilarang makan atau minum serta dilarang bergurau.
e. Adikku bekerja di Medan, sedangkan kakakku
bekerja di Yogya.
Contoh (89a) s.d. (89d) tersebut merupakan kalimat
majemuk yang masing-masing terdiri atas dua klausa utama,
yaitu
Yanto membaca stilistika (klausa pertama) dan istrinya
membuatkan susu jahe
(klausa kedua) pada (89a); Giyarti
memesan bakso
(klausa pertama) dan suaminya memesan sate sapi(klausa kedua) pada (89b); Gandhung sedang belajar (klausa
pertama) dan (
Gandhung) malah tidur di kamar depan (klausa
kedua) pada (89c);
Peserta dilarang makan atau minum (klausa
pertama) dan (
peserta) dilarang bergurau (klausa kedua) pada
(89d); serta
Adikku bekerja di Medan (klausa pertama) dankakakku bekerja di Yogya (klausa kedua) pada (89e).
50Klausa utama yang satu dan klausa utama yang lain
dalam kelima kalimat majemuk di atas dihubungkan dengan
konjungsi koordinatif
dan pada (89a), tetapi pada (89b), ataupada (89c), serta pada (89d), dan sedangkan pada (89e). Konjungsi koordinatif dan pada (89a) menyatakan hubungan
kumulatif atau penjumlahan,
tetapi pada (89b) menyatakan
hubungan kontradiktif atau perlawanan,
atau pada (89c)
menyatakan hubungan alternatif atau pemilihan,
serta pada
(89d) menyatakan hubungan pendampingan, serta
sedangkanpada (89e) menyatakan hubungan pertentangan.
Kalimat (89a) dan (89b) berstruktur sama, yaitu S-P-O
konj S-P-O; kalimat (89c) berstruktur S-P konj (S)-P-K; kalimat
(89d) berstruktur S-P-Pel konj (S)-P-Pel; sedangkan kalimat
(89e) berstruktur S-P-K konj S-P-K. Apabila dibuatkan diagram
pohon, kelima kalimat majemuk di atas tampak seperti berikut.
Kalimat (89a)
klausa utama konjungsi klausa utama
S P O S P K
N V N FN V FN.
N N
Yanto membaca stelistika dan istrinya membuatkan susu jahe.

51Kalimat (89c)
klausa utama konjungsi klausa utama
S P (S) P K
N FV N FV FPrep
Adv V Adv V Prep FN
N N
Gandung sedang belajar atau (Gandung) malah tidur di kamar depan.
Kalimat (89d)
klausa utama konjungsi klausa utama
S P Pel (S) P Pel
N V FV N V V
V Konj V
Peserta dilarang makan atau minum serta (peserta) dilarang bergurau.

52Kalimat (89e)
klausa utama konjungsi klausa utama
S P K S P K
N V FPrep N V FPrep
Prep N Prep N
Adikku bekerja di Medan, sedangkan kakakku bekerja di Yogya.
2.3.4 Kalimat Majemuk KompleksKalimat majemuk kompleks adalah kalimat yang terdiri
atas tiga klausa atau lebih. Dua di antara klausa dalam kalimat
majemuk ini merupakan klausa utama, sedangkan klausa yang
lain merupakan klausa subordinatif yang berfungsi sebagai
pemerluas salah satu atau kedua fungsi dalam klausa utama.
Kekompleksan dalam kalimat majemuk ini ditandai dengan
perluasan salah satu atau lebih unsur (fungsi) dalam kalimat.
Berikut disajikan beberapa contoh.
(90) a. Ayah sedang melukis dan adik sedang belajar
ketika kebakaran itu terjadi.
b. Bahwa setiap amal ibadah akan mendapat 700
kali kebaikan sudah diketahui banyak orang,
tetapi tidak semua orang mau melakukannya
karena manusia cenderung kikir.
c. Jika rapel penelitinya turun, Harno akan membelikan adiknya sepatu basket, sedangkan Hardi
akan membelikan istrinya ponsel.

53Kalimat majemuk kompleks (90a) terdiri atas dua klausa
utama, yaitu
Ayah sedang melukis dan adik sedang belajar serta
satu klausa subordinatif
ketika kebakaran itu terjadi. Kedua
klausa utama yang dirangkaikan dengan konjungsi
dan merupakan kalimat majemuk, sedangkan klausa yang lain adalah
klausa subordinatif yang ditandai dengan penggunaan konjungsi
ketika. Klausa subordinatif dalam kalimat majemuk
kompleks bukan merupakan kalimat yang mandiri, melainkan
merupakan bagian dari salah satu fungsi yang ada di dalam
kalimat majemuk. Dengan demikian, kekompleksan kalimat
majemuk tersebut ditandai dengan perluasan salah satu atau
lebih unsur (fungsi) dalam klausa utama.
Kalimat pada contoh (90b) terdiri atas dua kalimat
kompleks, yaitu (i)
Bahwa setiap amal ibadah akan mendapat 700
kali kebaikan sudah diketahui banyak orang
dan (ii) tidak semua
orang mau melakukannya karena manusia cenderung kikir.
Kedua
kalimat kompleks tersebut dirangkaikan dengan konjungsi
tetapi. Kekompleksan pada kalimat (90b) ini ditandai dengan
penggunaan klausa subordinatif yang berbeda. Klausa subordinatif
Bahwa setiap amal ibadah akan mendapat 700 kali kebaikanyang berfungsi sebagai subjek menandai kekompleksan kalimat pertama, sedangkan klausa karena manusia cenderung kikiryang berfungsi sebagai keterangan menandai kekompleksan
kalimat kedua. Dengan demikian, kalimat majemuk kompleks
dalam contoh (90b) ini terdiri atas empat klausa. Klausa
pertama ialah
Bahwa setiap amal ibadah akan mendapat 700 kali
kebaikan
; klausa kedua ialah sudah diketahui banyak orang; klausa
ketiga ialah
tidak semua orang mau melakukannya; serta klausa
keempat ialah
karena manusia cenderung kikir.
Kalimat majemuk kompleks (90c) terdiri atas satu klausa
subordinatif dan dua klausa utama. Dua klausa utama, yaitu
Harno akan membelikan adiknya sepatu basket dan Hardi akan
membelikan istrinya ponsel
, yang dirangkaikan dengan konjungsi
54sedangkan merupakan kalimat majemuk, sedangkan klausa
yang lain, yaitu
jika rapel penelitinya turun merupakan klausa
subordinatif yang ditandai dengan penggunaan konjungsi
jika.Klausa subordinatif dalam kalimat majemuk kompleks bukan
merupakan kalimat yang mandiri, melainkan merupakan
bagian dari salah satu fungsi yang ada di dalam kalimat
majemuk. Dengan demikian, kekompleksan kalimat majemuk
tersebut ditandai dengan perluasan salah satu atau lebih unsur
(fungsi) dalam klausa utama.
3.
Kalimat EfektifKalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan sesuai dengan yang diharapkan oleh si penulis
atau si pembicara. Artinya, kalimat yang dipilih penulis/pembicara harus dapat digunakan untuk mengungkapkan gagasan,
maksud, atau informasi kepada orang lain secara lugas sehingga gagasan itu dipahami secara sama oleh pembaca atau
pendengar. Dengan demikian, kalimat efektif harus mampu
menciptakan kesepahaman antara penulis dan pembaca atau
antara pembicara dan pendengar. Di dalam kamus kata
efektifpada kalimat efektif mempunyai beberapa makna. Salah satu di
antaranya bermakna ‘membawa pengaruh’. Dengan demikian,
kalimat efektif dapat dimaknai sebagai kalimat yang membawa
pengaruh—terutama berupa kemudahan—bagi pembaca atau
bagi pendengar untuk memahami informasi yang disampaikan
oleh penulis atau pembicara.
3.1 Ciri Kalimat EfektifKalimat efektif tidak berarti bahwa wujud kalimatnya
harus pendek-pendek, tetapi yang dipentingkan adalah kesamaan informasi. Bisa jadi kalimatnya pendek, tetapi mem-

55bingungkan orang dan bisa jadi kalimatnya panjang, tetapi
informasinya mudah dipahami. Untuk itulah, kalimat efektif
harus bercirikan kelugasan, ketepatan, dan kejelasan di
samping ciri yang lain, seperti kehematan dan kesejajaran.
3.1.1 KelugasanKelugasan dalam kalimat efektif mensyaratkan bahwa
informasi yang akan disampaikan dalam kalimat itu ialah yang
pokok-pokok saja (yang perlu-perlu atau yang penting-penting
saja), tidak boleh berbelit-belit, tetapi disampaikan secara
sederhana.
(91) Terus meningkatnya permintaan terhadap produk
kertas, mau tidak mau memaksa industri kertas
menambah produksinya dan lebih meningkatkan
mutu kertas itu sendiri.
(92) Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PT
Grand Shoe Industry yang berdiri pada tanggal 23
Maret 1975 oleh Bpk. Suwarno Martodiharjo yang
berlokasi di Jalan Sosial No. 4, Jakarta Barat.
(93) Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan ramuan.
Kalimat (91—93) di atas termasuk kalimat yang tidak
efektif karena ketidaklugasan informasi yang akan disampaikan. Penggunaan frasa
mau tidak mau dan sendiri dalam frasakertas itu sendiri pada kalimat (1) menjadi penyebab kalimat
itu tidak efektif. Agar efektif, penggunaan kedua frasa itu
seharusnya ditanggalkan. Untuk memudahkan pemahaman,
contoh di atas dimunculkan kembali dengan sedikit memodifikasi penomoran seperti berikut. Tanda berbintang (*)

56yang mendahului kalimat mengisyaratkan bahwa kalimat
tersebut tidak efektif.
(91) a. *Terus meningkatnya permintaan terhadap
produk kertas, mau tidak mau memaksa industri
kertas menambah produksinya dan lebih
meningkatkan mutu kertas itu sendiri.
b. Terus meningkatnya permintaan terhadap produk
kertas memaksa industri kertas menambah produksi dan meningkatkan mutunya.
c. Permintaan terhadap produk kertas yang terus
meningkat memaksa industri kertas menambah
produksi dan meningkatkan mutunya.
d. Peningkatan permintaan terhadap produk kertas
memaksa industri kertas untuk menambah produksi dan meningkatkan mutunya.
Jika contoh (91a—91d) di atas dicermati, tampak bahwa
kalimat (91b—91d) lebih lugas daripada kalimat (91a). Hal itu
terjadi setelah frasa
mau tidak mau pada kalimat tersebut
ditanggalkan. Sementara itu, ketidaklugasan pada kalimat
(92) disebabkan informasi yang akan disampaikan masih
mengambang dan belum selesai. Meskipun panjang sampai
berbaris-baris, contoh (92) di atas belum menunjukkan kelengkapan makna, bahkan terkesan hanya sebagai sebuah
frasa karena ditandai dengan penggunaan kata
yang. Untuk
itu, agar menjadi kalimat yang efektif, contoh di atas harus
diubah menjadi bentuk yang lugas.
(2) a. *Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PT
Grand Shoe Industry yang berdiri pada tanggal
23 Maret 1975 oleh Bapak Suwarno Martodiharjo
yang berlokasi di Jalan Sosial No. 4, Jakarta Barat.

57b. Berdasarkan penelitian, PT Grand Shoe Industry
didirikan oleh Bapak Suwarno Martodiharjo
pada tanggal 23 Maret 1975 dan berlokasi di Jalan
Sosial No. 4, Jakarta Barat.
c. Berdasarkan penelitian, PT Grand Shoe Industry
yang berlokasi di Jalan Sosial No. 4, Jakarta Barat
didirikan oleh Bapak Suwarno Martodiharjo
pada tanggal 23 Maret 1975.
d. PT Grand Shoe Industry, berdasarkan penelitian,
didirikan oleh Bpk. Suwarno Martodiharjo pada
tanggal 23 Maret 1975 dan berlokasi di Jalan
Sosial No. 4, Jakarta Barat.
e. PT Grand Shoe Industry yang didirikan oleh
Bpk. Suwarno Martodiharjo pada tanggal 23
Maret 1975, berdasarkan penelitian, berlokasi di
Jalan Sosial No. 4, Jakarta Barat.
Setelah membuang beberapa kata
yang pada kalimat di
atas, tanpa perlu ditimbang-timbang terlalu lama, pembaca
sepakat bahwa kalimat (92b—92e) di atas tentu lebih lugas
daripada kalimat (92a). Demikian juga, ketidakefektifan
kalimat (93) juga disebabkan oleh ketidaklugasan penggunaan frasa nominal yang menduduki fungsi yang sama
dalam kalimat itu, yaitu penggunaan frasa
pelayanan kesehatan
tradisional
yang diulang secara berlebihan.
(93) a. *Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan
kesehatan tradisional terbagi menjadi dua, yaitu
pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan ramuan.
b. Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan
kesehatan tradisional dibedakan menjadi dua,
yaitu pelayanan kesehatan tradisional yang

58menggunakan keterampilan dan yang menggunakan ramuan.
c. Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional dibedakan menjadi pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan yang menggunakan ramuan.
d. Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional dibedakan menjadi pelayanan
kesehatan yang menggunakan keterampilan dan
yang menggunakan ramuan.
Aturan di dalam kalimat majemuk (majemuk setara)
mensyaratkan jika subjek kalimat pada klausa kedua sama
dengan subjek pada klausa pertama, subjek yang sama pada
klausa kedua tersebut harus ditanggalkan (dielipskan atau
dilesapkan). Sehubungan dengan itu, subjek yang sama pada
klausa kedua dalam kalimat tersebut, yaitu
pelayanan kesehatan
tradisional
harus ditanggalkan sehingga kalimat (93b—93d)
lebih lugas daripada kalimat (93a).
3.1.2 KetepatanKetepatan dalam kalimat efektif mensyaratkan bahwa
informasi yang akan disampaikan dalam kalimat itu harus jitu
atau kena benar (sesuai dengan sasaran) sehingga dibutuhkan
ketelitian. Kalimat yang tepat tidak akan menimbulkan multitafsir karena kalimat yang multitafsir pasti menimbulkan
ketaksaan atau keambiguan (
ambiguity), yaitu maknanya lebih
dari satu, menjadi kabur, atau bahkan meragukan. Berikut
disajikan beberapa contoh.
(94) Rumah seniman yang antik itu dijual dengan harga
murah.
(95) Guru diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatan sebagai guru karena terus menerus

59melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaan selama satu bulan atau lebih.
(96) Dosen yang mendalami dan mengembangkan
bidang ilmu yang langka diberikan anggaran dan
fasilitas khusus oleh pemerintah atau pemerintah
daerah.
Kalimat (94—96) di atas termasuk kalimat yang tidak
efektif karena ketidaktepatan informasi yang akan disampaikan. Frasa
yang antik dalam Rumah seniman yang antik itu pada
kalimat (4) dapat ditafsirkan lebih dari satu makna, yaitu (i)
‘yang antik itu rumahnya’ atau (ii) ‘yang antik itu senimannya’.
Untuk itu, agar tidak menimbulkan multitafsir atau keambiguan makna, kalimat tersebut dapat diubah seperti pada
kalimat (94b—94d) berikut. Untuk memudahkan pemahaman,
contoh di atas dimunculkan kembali dengan sedikit modifikasi
penomoran seperti berikut.
(94) a. *Rumah seniman yang antik itu dijual dengan
harga murah.
b. Rumah yang antik milik seniman itu dijual
dengan harga murah.
c. Rumah antik milik seniman itu dijual dengan
harga murah.
d. Seniman yang antik itu menjual rumahnya
dengan harga murah.
e. Seniman itu memiliki rumah yang antik yang
akan dijual dengan harga murah.
Jika dicermati, tampak bahwa makna kalimat (94b—94e)
tidak dapat ditafsirkan lain selain yang terdapat dalam kalimat
itu, sedangkan informasi pada kalimat (94a) menimbulkan
multitafsir karena mengandung makna lebih dari satu. Dalam
pada itu, ketidakefektifan kalimat (95) disebabkan kekurang-

60tepatan penempatan frasa terus-menerus yang mendahului frasa
verbal
melalaikan kewajiban pada kalimat itu. Agar kalimat (95a)
menjadi efektif, frasa
terus-menerus harus dipindahkan letaknya
menjadi (95b) dan (95c) berikut.
(95) a. *Guru diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatan sebagai guru karena terus menerus
melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaan selama satu bulan atau lebih.
b. Guru diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatan sebagai guru karena melalaikan kewajiban
secara terus menerus dalam menjalankan tugas
pekerjaan selama satu bulan atau lebih.
c. Guru diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatan sebagai guru karena melalaikan kewajiban
dalam menjalankan tugas pekerjaan selama satu
bulan atau lebih secara terus-menerus.
Informasi pada kalimat (95b) dan (95c) menjelaskan
secara tepat bahwa guru diberhentikan tidak dengan hormat
dari jabatan sebagai guru itu karena melalaikan kewajiban
secara terus menerus dalam menjalankan tugas pekerjaan
selama satu bulan atau lebih, bukan karena terus menerus
melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaan
selama satu bulan atau lebih.
Sementara itu, ketidakefektifan pada contoh (96) disebabkan ketidaktepatan penggunaan kata kerja
diberikandalam kalimat tersebut. Penggunaan kata diberikan pada
kalimat itu berimplikasi pada subjek sebagai pelaku, yaitu
Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu yang
langka
malah akan diberikan (kepada) anggaran dan fasilitas;
seharusnya
dosen itu menerima anggaran dan fasilitas khusus.
Untuk itu, agar informasinya tidak ditafsirkan seperti itu, kata
kerja
diberikan diubah menjadi diberi atau memperoleh seperti
61pada kalimat (96b) atau (96c), atau urutan kalimatnya diubah
menjadi seperti pada (96d), (96e), atau (96f). Agar memudahkan pemahaman, contoh di atas dimunculkan kembali
dengan sedikit modifikasi penomoran seperti berikut.
(96) a. *Dosen yang mendalami dan mengembangkan
bidang ilmu yang langka diberikan anggaran dan
fasilitas khusus oleh pemerintah atau pemerintah
daerah. (S-P-Pel-K)
b. Dosen yang mendalami dan mengembangkan
bidang ilmu yang langka diberi (oleh) pemerintah
atau pemerintah daerah anggaran dan fasilitas
khusus. (S-P-Pel-Pel)
c. Dosen yang mendalami dan mengembangkan
bidang ilmu langka memperoleh anggaran dan
fasilitas khusus dari pemerintah atau pemerintah
daerah. (S-P-O-K)
d. Pemerintah atau pemerintah daerah akan memberikan anggaran dan fasilitas khusus kepada
dosen yang mendalami dan mengembangkan
bidang ilmu yang langka. (S-P-O-K)
e. Anggaran dan fasilitas khusus dari pemerintah
atau pemerintah daerah akan diberikan kepada
dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu yang langka. (S-P-K)
f. Anggaran dan fasilitas khusus akan diberikan
oleh pemerintah atau pemerintah daerah kepada
dosen yang mendalami dan mengembangkan
bidang ilmu yang langka. (S-K-Pel-K)
Kalimat (96b—96f) dapat mengungkapkan informasi
secara tepat karena tidak multitafsir sehingga maknanya tidak
meragukan, tidak kabur, atau tidak lebih dari satu, tidak
seperti kalimat (96a) yang maknanya kabur dan meragukan.

62Ketidaktepatan yang menyebabkan ketidakefektifan kalimat
ini cenderung tidak disebabkan oleh kesalahan struktur, tetapi
disebabkan oleh pemilihan, penggunaan, atau penempatan
kata yang tidak pas, tidak jitu, atau tidak cermat sehingga
menimbulkan ketaksaan makna kalimat. Contoh kalimat (94—
96) di atas jika dilihat dari segi kegramatikalannya, semua pasti
termasuk kalimat yang gramatikal karena unsur inti di dalam
kalimat itu telah terpenuhi dan tipe kalimat seperti itu
diizinkan dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. Perhatikan
pula contoh kalimat dalam ragam perundang-undangan yang
juga termasuk kalimat yang tidak efektif karena ketidakteptan
penggunaan kata atau frasa tertentu.
Pasal 7
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan
pemulihan kesehatan gigi untuk mengembalikan fungsi
kunyah oleh pemerintah dan/atau masyarakat serta
swasta yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan
berkesinambungan.
Jika dilihat dari segi struktur, kalimat dalam Pasal 7
tersebut telah memenuhi kegramatikalan kalimat, yaitu
pelayanan kesehatan gigi dan mulut merupakan frasa nominal yang
berfungsi sebagai subjek;
dilakukan merupakan verba pasif
yang berfungsi sebagai predikat; dan
untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi
, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit
gigi
, dan pemulihan kesehatan gigi untuk mengembalikan fungsi
kunyah oleh pemerintah dan/atau masyarakat serta swasta yang
dilakukan secara terpadu
, terintegrasi, dan berkesinambungan merupakan frasa preposisional yang berfungsi sebagai keterangan
63sehingga struktur kalimat itu ialah S-P-K (keterangannya
berupa klausa subordinatif). Namun, dari segi makna (semantik), kalimat tersebut mempunyai multitafsir, terutama penggunaan keterangan klausa subordinatif yang berjela-jela (bersayap). Keterangan klausa subordinatif
untuk mengembalikan
fungsi kunyah oleh pemerintah dan/atau masyarakat serta swasta
yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan
menyebabkan kalimat tersebut bermakna ganda. Jika dicermati, benarkah pemerintah berfungsi sebagai pengembali
fungsi kunyah masyarakat? Agar tidak ambigu, kalimat
tersebut sebaiknya dijadikan tiga ayat seperti tampak pada
perubahan berikut.
Pasal 7
(1) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi,
pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi,
dan pemulihan kesehatan gigi.
(2) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengembalikan fungsi kunyah.
(3) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat, dan/atau swasta yang dilakukan secara
terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan.
Ketaksaan makna kalimat juga dapat terjadi karena
peletakan suatu kata secara tidak pas seperti kata
baru pada
kalimat (97) berikut.
(97) Karena kepadatan program, untuk tahun anggaran
ini pelatihan karyawan baru dapat dilaksanakan
pertengahan bulan Juli.

64Kata baru pada contoh tersebut dapat menjelaskan karyawan dan dapat pula menjelaskan dapat dilaksanakan. Agar
tidak multitafsir, kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan
beberapa cara, yaitu menggunakan tanda hubung (-) sebagai
pengikat kata itu dengan kata di sebelah kirinya atau di
sebelah kanannya atau mengubah letak kata itu seperti berikut.
(97) a. Karena kepadatan program, untuk tahun anggaran ini pelatihan
karyawan-baru dapat dilaksanakan pertengahan bulan Juli.
b. Karena kepadatan program, untuk tahun anggaran ini pelatihan karyawan
baru-dapat dilaksanakan pertengahan bulan Juli.
c. Karena kepadatan program, pelatihan karyawan
untuk tahun ini baru dapat dilaksanakan pada
pertengahan bulan Juli.
d. Karena kepadatan program, pelatihan karyawan
baru untuk tahun anggaran ini akan dilaksanakan
pertengahan bulan Juli.
e. Karena kepadatan program, untuk tahun anggaran ini pelatihan karyawan akan dilaksanakan
pada pertengahan bulan Juli.
Meskipun secara kaidah, terutama kaidah penulisan,
kalimat (97a) dan (97b) itu benar, pemakai bahasa cenderung
memilih bentuk kalimat (97c—97e) untuk menghindari keambiguan makna tersebut.
3.1.3 KejelasanKejelasan dalam kalimat efektif mensyaratkan bahwa
kalimat itu harus jelas strukturnya dan lengkap unsurunsurnya. Kalimat yang jelas strukturnya memudahkan orang
memahami makna yang terkandung di dalamnya, tetapi

65ketidakjelasan struktur bisa jadi menimbulkan kebingungan
orang untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya.
(98) Berdasarkan analisis kapasitas produksi yang telah
dilakukan, dapat diketahui bahwa dalam menjalankan promosi memiliki pengaruh terhadap penjualan.
(99) Pasal 52 ayat (2) UU SJSN mengamanatkan kepada
keempat badan tersebut untuk menyesuaikan dengan UU SJSN.
(100) Pemerintah secara eksplisit berniat mengatur agar
setiap orang di negara ini mendapatkan layanan
kesehatan dasar secara Cuma-cuma, jaminan hari
tua, jaminan pensiun, dan santunan akibat kecelakaan.
Ketiga contoh di atas jika dilihat sepintas seolah-olah
tidak ada permasalahan karena informasinya telah jelas, terutama apabila dilihat dari ragam bahasa lisan. Namun, dalam
ragam bahasa tulis ketiga kalimat di atas belum menunjukkan
kejelasan unsur-unsurnya. Jika kalimat (98) dianalisis, tampak
bahwa frasa
berdasarkan analisis kapasitas produksi yang telah dilakukan itu berfungsi sebagai keterangan (K), dapat diketahuiberfungsi sebagai predikat (P), dan bahwa dalam menjalankan
promosi memiliki pengaruh terhadap penjualan
merupakan klausa
subordinatif yang berfungsi sebagai subjek (S) sehingga struktur kalimat (98) adalah K-P-S (varian dari S-P-K). Struktur
semacam itu ada dalam tipe kalimat dasar bahasa Indonesia.
Namun, di dalam subjek yang berupa klausa subordinatif itu
tidak lengkap unsur-unsurnya, yaitu
dalam menjalankan promosiberfungsi sebagai keterangan, memiliki berfungsi sebagai predikat, dan pengaruh terhadap penjualan berfungsi sebagai objek
sehingga struktur klausa subordinatif tersebut adalah K-P-O
yang semuanya berada di bawah kendali
bahwa. Dengan demi-
66kian, secara keseluruhan struktur kalimat (98) adalah (K-P-S-
{K-P-O}).
Kalimat majemuk mensyaratkan bahwa jika subjek
klausa subordinatif (klausa bawahan) tidak sama bentuknya
dengan subjek klausa utama (klausa inti), subjek pada klausa
subordinatif tersebut harus muncul dalam kalimat itu. Agar
kalimat tersebut menjadi efektif, unsur subjek pada klausa
subordinatif wajib dimunculkan. Untuk memudahkan pemahaman, contoh di atas dimunculkan kembali dengan perubahan penomoran.
(98) a. *Berdasarkan analisis kapasitas produksi yang
telah dilakukan, dapat diketahui bahwa dalam
menjalankan promosi memiliki pengaruh terhadap penjualan. (K-P-S{K-P-O}).
b. Berdasarkan analisis kapasitas produksi yang
telah dilakukan, dapat diketahui bahwa promosi
memiliki pengaruh terhadap penjualan.
(K-P-S-{S-P-O}).
c. Bahwa promosi memiliki pengaruh terhadap
penjualan dapat diketahui berdasarkan analisis
kapasitas produksi yang telah dilakukan.
(S-{S-P-O}-K-P-S)
Kejelasan unsur-unsur di dalam kalimat membuat
struktur kalimat menjadi benar sehingga memudahkan
pemahaman terhadap kalimat (98b) dan (98c) di atas. Dalam
pada itu, jika kalimat (99) dianalisis, tampak bahwa
Pasal 52
ayat (2) UU SJSN
berfungsi sebagai subjek, mengamanatkanberfungsi sebagai predikat, kepada keempat badan tersebutberfungsi sebagai keterangan, dan untuk menyesuaikan dengan
prinsip UU SJSN
juga merupakan keterangan. Kalimat
tersebut berstruktur S-P-K-K. Dari segi struktur, kalimat
tersebut tidak ada masalah sebab struktur semacam itu

67merupakan pengambangan pola dasar S-P-K. Namun, karena
predikat kalimat tersebut berupa verba transitif, yaitu
mengamanatkan unsur yang berada di sebelah kanan verba
tersebut seharusnya adalah nomina atau frasa nominal,
bukan frasa preposisional. Dengan kata lain, karena predikat
dalam kalimat tersebut berupa verba transitif, unsur di
sebelah kanan yang mendampingi predikat itu adalah objek,
bukan keterangan. Jadi, kalimat tersebut seharusnya berstruktur S-P-O-K. Agar struktur kalimat tersebut menjadi
benar, preposisi
kepada ditiadakan seperti tampak pada
kalimat (99b) atau dipindahkan tempatnya seperti pada
perubahan kalimat (99c) berikut.
(99) a. *Pasal 52 ayat (2) UU SJSN memerintahkan kepada keempat badan tersebut untuk melakukan
penyesuaian dengan UU SJSN. (S-P-K-K)
b. Pasal 52 ayat (2) UU SJSN memerintah keempat
badan tersebut untuk melakukan penyesuaian
dengan UU SJSN. (S-P-O-K)
c. Pasal 52 ayat (2) UU SJSN memerintahkan penyesuaian dengan UU SJSN kepada keempat badan
tersebut. (S-P-OK)
Sementara itu, unsur-unsur kalimat pada contoh (100)
telah terpenuhi, yaitu
pemerintah berfungsi sebagai subjek,secara eksplisit berfungsi sebagai keterangan, berniat mengaturberfungsi sebagai predikat, dan agar setiap orang di negeri ini
mendapatkan layanan kesehatan dasar secara cuma-cuma, jaminan
hari tua, jaminan pensiun, dan santunan akibat kecelakaan
berfungsi sebagai keterangan klausa subordinatif. Akan tetapi,
kalimat tersebut belum menunjukkan keapikan struktur. Hal
itu disebabkan
mengatur merupakan verba transitif yang
seharusnya langsung diikuti objek yang berupa nomina atau
frasa nominal (
setiap orang di negeri ini) dan bukan diikuti oleh
68keterangan klausa subordinatif. Selain itu, agar pada kalimat
tersebut seharusnya mendahului verba
mendapatkan, bukan
mendahului
orang di negeri ini sehingga kalimat tersebut
seharusnya seperti berikut.
(100) a. *Pemerintah secara eksplisit berniat mengatur
agar setiap orang di negara ini mendapatkan
layanan kesehatan dasar secara cuma-cuma,
jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan santunan
akibat kecelakaan.
b. Pemerintah secara eksplisit berniat mengatur
setiap orang di negara ini agar mendapatkan
layanan kesehatan dasar secara cuma-cuma,
jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan santunan
akibat kecelakaan.
Struktur yang tidak jelas dapat menyebabkan kalimat
menjadi tidak efektif, misalnya kalimat tak bersubjek, tak
berpredikat, tak berobjek, tak berpelengkap, atau tak berketerangan.
Ketidakjelasan struktur kalimat yang mengakibatkan
ketidakefektifan dapat pula disebabkan oleh penggunaan
konjungsi subordinatif yang berlebihan sehingga menyebabkan ketidakjelasan klausa utama dalam kalimat tersebut,
seperti penggunaan penghubung berikut secara berlebihan.
jika …, maka ….
kalau …, maka ….
karena …, maka ….
walaupun …, tetapi ….
walaupun …, namun ….
meskipun …, tetapi ….
meskipun …, namun
….
69Penggunaan penghubung subordinatif yang berlebihan
itu tampak pada contoh berikut.
(101) *Jika keadaan semacam itu dibiarkan berlarutlarut, maka masyarakat di daerah itu bisa kehilangan kesabaran dan bisa bertindak anarkistis.
(102) *Kalau dahulu masalah itu segera diatasi, maka
pemerintah tidak akan repot seperti sekarang ini.
(103) *Walaupun telah diberi ganti rugi, tetapi masyarakat Desa Porong tetap menderita lahir dan batin.
(104) *Walaupun menurut rencana, pelatihan karyawan
akan dilaksanakan bulan ini, namun karena presiden direksi sedang bertugas ke luar negeri, maka
diundur pada pertengahan bulan depan.
Pemakaian penghubung
jika dan maka pada (101) kalaudan maka pada (102), walaupun dan tetapi pada (103), sertawalaupun, namun, dan maka pada (104) menyebabkan keempat
kalimat tersebut semuanya berupa klausa subordinatif. Hal itu
karena kata
jika, maka, kalau, dan walaupun merupakan konjungsi subordinatif yang berfungsi sebagai pemerluas kalimat
simpleks (kalimat dasar atau kalimat tunggal) menjadi kalimat
kompleks (majemuk bertingkat). Jika ada klausa subordinatif,
tentu klausa utama pun harus hadir. Untuk itu, agar menjadi
gramatikal, kalimat itu perlu diubah menjadi (101b—101c) dan
(102b—102c) berikut.
(101) a. *Jika keadaan semacam itu dibiarkan berlarutlarut, maka masyarakat di daerah itu bisa kehilangan kesabaran dan bisa bertindak anarkistis.
(klausa subordinatif + klausa subordinatif)
b. Jika keadaan semacam itu dibiarkan berlarutlarut, masyarakat di daerah itu bisa kehilangan

70kesabaran dan bisa bertindak anarkhis. (klausa
subordinatif + klausa utama)
c. Masyarakat di daerah itu bisa kehilangan kesabaran dan bisa bertindak anarkistis jika keadaan semacam itu dibiarkan berlarut-larut.
(klausa utama + klausa subordinatif)
(102) a. *Kalau dahulu masalah itu segera diatasi, maka
pemerintah tidak akan repot seperti sekarang ini.
(klausa subordinatif + klausa subordinatif)
b. Kalau dahulu masalah itu segera diatasi, pemerintah tidak akan repot seperti sekarang ini.
(klausa subordinatif + klausa utama)
c. Pemerintah tidak akan repot seperti sekarang ini
kalau dahulu masalah itu segera diatasi. (klausa
utama + klausa subordinatif)
Konjungsi
jika, kalau, dan maka merupakan konjungsi
yang digunakan sebagai penanda klausa subordinatif. Artinya,
kalimat simpleks (kalimat tunggal) yang dilekati konjungsi
subordinatif akan berubah menjadi klausa subordinatif. Jika
tuturan terdiri atas dua klausa bawahan atau dua klausa
subordinatif, tuturan itu tidak dapat disebut kalimat. Agar
tuturan itu menjadi kalimat, salah satu klausa subordinatif itu
harus dijadikan klausa utama. Cara yang paling mudah
dilakukan adalah menanggalkan salah satu penghubung
subordinatif seperti yang terdapat pada (101b—101c) dan
(102b—102c) di atas. Perkembangan bahasa Indonesia saat ini
mengarah pada penggunaan kata
maka hanya di dalam ragam
lisan bukan dalam ragam tulis. Perhatikan pula kalimat berikut
yang kasusnya agak berbeda dengan kedua kalimat di atas.
(103) a. *Walaupun telah diberi ganti rugi, tetapi masyarakat Desa Porong tetap menderita lahir dan
batin.

71b. Walaupun telah diberi ganti rugi, masyarakat
Desa Porong tetap menderita lahir dan batin.
(klausa subordinatif + klausa utama)
c. Masyarakat Desa Porong tetap menderita lahir
dan batin walaupun telah diberi ganti rugi.
(klausa utama + klausa subordinatif)
Konjungsi
walaupun, selain meskipun, sungguhpun, dansekalipun, merupakan kata penghubung yang digunakan untuk
‘menyatakan perlawanan’ atau ‘penyangkalan’,
tetapi—selainnamun—juga merupakan kata penghubung yang digunakan
untuk menyatakan ‘hal yang bertentangan’. Bedanya,
tetapimerupakan konjungsi koordinatif yang mensyaratkan kalimat
yang dihubungkan harus setara, misalnya klausa utama
(klausa inti) dan klausa utama (klausa inti), tidak bisa menghubungkan klausa subordinatif dan klausa utama atau
kebalikannya, klausa utama dan klausa subordinatif.
Sementara itu,
namun merupakan kata penghubung yang
juga digunakan untuk mengungkapkan ‘hal yang berlawanan’
atau ‘hal yang bertentangan’ antara kalimat simpleks yang satu
dan yang lain. Meskipun sama-sama merupakan penghubung
intrakalimat, yaitu
walaupun (merupakan penghubung subordinatif) dan tetapi (merupakan penghubung koordinatif),
kedua jenis penghubung tersebut memiliki kemiripan makna,
yaitu ‘penegasian, perlawanan, atau pertentangan’. Yang membedakannya adalah bahwa
walaupun, meskipun, sungguhpun,
dan
sekalipun merupakan konjungsi subordinatif; tetapi merupakan konjungsi koordinatif; dan namun merupakan konjungsi antarkalimat. Sehubungan dengan itu, sungguh tidak
benar penggunaan konjungsi yang bermakna ‘penegasian,
perlawanan, atau pertentangan’ tersebut digunakan secara
bersama dalam satu kalimat karena akan berakibat pada
ketidakjelasan struktur seperti contoh (103a) di atas.

72Sejalan dengan uraian di atas, permasalahan dalam
kalimat (104) juga tampak mirip dengan kalimat sebelumnya,
yaitu menggunakan penghubung yang berlebihan.
(104) Menurut rencana, pelatihan karyawan akan dilaksanakan bulan ini, tetapi karena presiden direksi
sedang bertugas ke luar negeri, maka diundur pada
pertengahan bulan depan.
Jika klausa pertama dianalisis, tampak bahwa
menurut
rencana
merupakan frasa preposisional yang berfungsi sebagai
K,
pelatihan karyawan merupakan frasa nominal yang berfungsi
sebagai S,
akan dilaksanakan merupakan frasa verbal yang
berfungsi sbagai P, dan
bulan ini merupakan frasa nominal
yang berfungsi sebagai K. Dengan demikian, struktur klausa
pertama ialah K-S-P-K. Sementara itu, jika klausa kedua dianalisis tampak bahwa
karena merupakan konjungsi subordinatif, presiden direksi merupakan frasa nominal yang
berfungsi sebagai S, sedang bertugas merupakan frasa verbal
yang berfungsi sebagai P, dan ke luar negeri merupakan frasa
preposisional yang berfungsi sebagai K. Dengan demikian,
struktur klausa kedua ialah Konj-S-P-K; dan jika klausa ketiga
dianalisis, tampak bahwa
maka merupakan konjungsi subordinatif, diundur merupakan verba yang berfungsi sebagai P,
dan
pada pertengahan bulan depan merupakan frasa preposisional yang berfungsi sebagai K. Dengan demikian, struktur
klausa ketiga ialah Konj-P-K.
Jika dideretkan ke kanan, struktur kalimat (104) di atas
secara keseluruhan ialah
K-S-P-K +
tetapi + Konj{S-P-K}-Konj{P-K}.
Struktur kalimat seperti itu bertentangan dengan kodrat
konjungsi
tetapi yang seharusnya menghubungkan kalimat
yang bertipe sama atau yang mensyaratkan kedua klausa yang

73dihubungkan itu sejenis. Oleh karena itu, agar kalimat tersebut
menjadi berterima, strukturnya harus diubah menjadi
(i) (K-S-P-K +
tetapi + S-P-K-K {Konj-S-P-K});
(ii) (K-S-P-K +
tetapi + K{Konj-S-P-K}-S-P-K), atau
(iii) (S-P-K-K +
tetapi + (S)-P-K-K {Konj-S-P-K}).
Untuk memudahkan pemahaman, contoh di atas dimunculkan kembali dengan perubahan penomoran seperti berikut.
(104) a. *Menurut rencana, pelatihan karyawan akan dilaksanakan bulan ini, tetapi karena presiden
direksi sedang bertugas ke luar negeri, maka
diundur pada pertengahan bulan depan.
(K-S-P-K + tetapi + K {Konj-S-P-K} + K {Konj-P-K})b. Menurut rencana, pelatihan karyawan akan dilaksanakan bulan ini, tetapi pelatihan tersebut
diundur pada pertengahan bulan depan karena
presiden direksi sedang bertugas ke luar negeri.
(K-S-P-K +
tetapi + S-P-K-K {Konj-S-P-K}).
c. Menurut rencana, pelatihan karyawan akan dilaksanakan bulan ini, tetapi karena presiden
direksi sedang bertugas ke luar negeri, pelatihan
itu diundur pada pertengahan bulan depan.
(K-S-P-K +
tetapi + K{Konj-S-P-K}-S-P-K)
d. Pelatihan karyawan akan dilaksanakan bulan ini
menurut rencana, tetapi (pelatihan tersebut) diundur pada pertengahan bulan depan karena
presiden direksi sedang bertugas ke luar negeri.
(S-P-K-K +
tetapi + (S)-P-K-K {Konj-S-P-K}).
Jika dicermati, kalimat (104b—104d) tampak lebih efektif
daripada kalimat (104a). Hal itu disebabkan konjungsi tetapi
pada (104a) menghubungkan klausa utama dengan klausa

74subordinatif, sedangkan pada kalimat (104b—104d) konjungsitetapi menghubungkan klausa utama dengan klausa utama.3.1.4 KehematanKehematan dalam kalimat efektif mensyaratkan bahwa
informasi yang akan disampaikan dalam kalimat itu harus
cermat, tidak boros, dan perlu kehati-hatian. Untuk itu, perlu
dihindari bentuk-bentuk yang bersinonim.
(105) Pemberian penghargaan dapat diberikan dalam
bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(106) Gaji karyawan yang telah diangkat oleh yayasan
digaji berdasarkan perjanjian kerja yang telah ditandatangani sebelumnya.
(107) Berdasarkan penjelasan sebagaimana tersebut di
atas, penelitian ini ingin mengungkapkan beberapa
temuan-temuan sebagai berikut.
Ketiga contoh di atas memperlihatkan ketidakefektifan
kalimat karena ketidakhematan dalam menyampaikan informasi. Pada contoh (104) dan (105) digunakan bentuk yang
mirip antara subjek dan predikat, yaitu
pemberian dan diberikanserta gaji karyawan dan digaji. Sementara itu, penggunaan
bentuk yang bersinonim seperti
tersebut dan di atas serta
penggunaan kata penanda jamak
beberapa dan bentuk jamaktemuan-temuan, serta penggunaan sebagaimana pada kalimat
(106) menyebabkan kalimat tersebut tidak efektif karena pemborosan kata.
Kalimat tersebut menjadi efektif jika penyebab ketidakefektifan itu diperbaiki, misalnya, (i) predikatnya diubah dan
dicarikan bentuk yang lain, (ii) subjeknya diubah supaya bentuknya tidak mirip dengan predikat, (iii) kata-kata yang bersinonim tidak perlu dimunculkan secara bersama, dan/atau

75(iv) kata yang sudah didahului penanda jamak tidak perlu
diulang seperti perubahan kalimat berikut. Untuk memudahkan pemahaman, contoh di atas dimunculkan kembali dengan
perubahan penomoran.
(105) a. *Pemberian penghargaan dapat diberikan dalam
bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan
lain.
b. Pemberian penghargaan dapat berbentuk tanda
jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang, piagam,
dan/atau bentuk penghargaan lain.
c. Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk
tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang,
piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(106) a. *Gaji karyawan yang telah diangkat oleh yayasan
digaji berdasarkan perjanjian kerja yang telah
ditandatangani sebelumnya.
b. Gaji karyawan yang telah diangkat oleh yayasan
dibayarkan berdasarkan perjanjian kerja yang
telah ditandatangani sebelumnya.
c. Karyawan yang telah diangkat oleh yayasan
digaji berdasarkan perjanjian kerja yang telah
ditandatangani sebelumnya.
(107) a. *Berdasarkan penjelasan sebagaimana tersebut di
atas, penelitian ini ingin mengungkapkan beberapa temuan-temuan sebagai berikut.
b. Berdasarkan penjelasan tersebut, penelitian ini
ingin mengungkapkan beberapa temuan, yaitu
sebagai berikut.

76c. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini
ingin mengungkapkan temuan-temuan sebagai
berikut.
d. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini
ingin mengungkapkan beberapa temuan berikut.
Setelah dilakukan penghematan, kalimat (105b—105c),
(106b—106c), dan (107b—107d) di atas tampak lebih efektif
daripada kalimat (105a), (106a), dan (107a). Kehematan dalam
berbahasa seharusnya tidak hanya dilakukan ketika seseorang
sedang menulis, tetapi seharusnya juga dilakukan ketika seseorang sedang berbicara, terutama saat berbicara pada situasi
formal. Sampai saat ini orang masih beranggapan bahwa
kecermatan seseorang dapat dilihat ketika ia hemat dan hatihati dalam berbahasa.
3.1.5 KesejajaranKesejajaran dalam kalimat efektif mensyaratkan bahwa
bentuk dan struktur yang digunakan dalam kalimat efektif
harus paralel, sama, atau sederajat. Dalam hal bentuk, kesejajaran terutama terletak pada penggunaan imbuhan,
sedangkan dalam hal struktur, kesejajaran terletak pada
klausa-klausa yang menjadi pengisi dalam kalimat majemuk.
Cermatilah kalimat berikut.
(108) Buku itu dibuat oleh Badan Bahasa dan Gramedia
yang menerbitkannya.
Contoh (108) di atas memperlihatkan ketidakefektifan
kalimat karena kesejajaran bentuk tidak terpenuhi. Jika dianalisis, kalimat (108) terdiri atas dua klausa, yaitu (i)
Buku itu
dibuat oleh Badan Bahasa
dan (ii) Gramedia yang menerbitkannya.
Apabila klausa pertama dianalisis lebih lanjut, tampak bahwa
buku itu berfungsi sebagai subjek, dibuat berfungsi sebagai
77predikat, oleh Badan Bahasa berfungsi sebagai pelengkap (S-PPel.), sedangkan pada klausa kedua tampak bahwa Gramediaberfungsi sebagai predikat dan yang menerbitkannya berfungsi
sebagai subjek (P-S). Sementara itu, kedua klausa tersebut dihubungkan oleh konjungsi koordinatif
dan yang mensyaratkan
struktur klausa yang dirangkaikan harus sama. Untuk itu, agar
terdapat kesejajaran bentuk dan struktur, kalimat majemuk di
atas harus diperbaiki menjadi S-P-Pel dan S-P-Pel atau P-S dan
P-S seperti perubahan berikut.
(108) a. *Buku itu dibuat oleh Badan Bahasa dan Gramedia yang menerbitkannya. (S-P dan P-S)
b. Buku itu dibuat oleh Badan Bahasa dan diterbitkan oleh Gramedia. (S-P-Pel dan S-P-Pel)
c. Badan Bahasa yang membuat buku itu dan Gramedia yang menerbitkannya. (P-S dan P-S)
d. Yang membuat buku itu Badan Bahasa dan yang
menerbitkannya Gramedia. (S-P dan S-P)
Jika dicermati, kalimat (108b—108d) di atas tampak lebih
efektif daripada kalimat (108a). Hal itu disebabkan unsurunsur pengisi fungsi predikat dalam kalimat (108a) tidak
sejajar, sedangkan dalam kalimat (108b—108d) tampak sejajar.
Predikat klausa pertama dan klausa kedua dalam (108a) tidak
sejajar karena pada klausa pertama predikatnya berbentuk
verba, yaitu dibuat, sedangkan pada klausa kedua berbentuk
frasa nominal, yaitu
Gramedia. Sementara itu, predikat pada
(108b) bentuknya sederajat, baik pada klausa pertama maupun
pada klausa kedua, yaitu berbentuk verba pasif berawalan di-
(
dibuat dan diterbitkan); predikat pada (108b) dan (108c) juga
sama dan sederajat, yaitu berbentuk frasa nominal (Badan
Bahasa dan Gramedia). Senada dengan kalimat (108) di atas,
kalimat (109) berikut juga menunjukkan hal yang mirip.

78(109) Tugas tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan keberterimaan produk nasional, mendorong
produktivitas dan daya guna produksi, serta
menjamin mutu barang dan jasa sehingga
meningkatkan daya saing.
Contoh (109) di atas juga memperlihatkan ketidakefektifan kalimat karena kesejajaran bentuk tidak terpenuhi.
Jika dianalisis, kalimat tersebut terdiri atas empat klausa, yaitu
(i)
Tugas tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan keberterimaan produk nasional;
(ii)
dalam rangka mendorong produktivitas dan daya guna
produksi
;
(iii)
dalam rangka menjamin mutu barang dan jasa; dan
(iv)
sehingga meningkatkan daya saing.
Penggunaan konjungsi koordinatif
serta pada frasa preposisional yang berfungsi sebagai keterangan dalam kalimat
(109) menuntut kesetaraan bentuk. Padahal, dalam kalimat
tersebut frasa preposisional
dalam rangka diikuti oleh:
(i)
peningkatan keberterimaan produk nasional (FN);
(ii)
mendorong produktivitas dan daya guna produksi (FV);
dan
(iii)
menjamin mutu barang dan jasa (FV).
Dengan demikian, wujud fungsi keterangan dalam kalimat
tersebut adalah FPrep. + FN, + FV, serta + FV. Deret frasa
seperti itu jelas bukan merupakan bentuk yang setara. Untuk
itu, agar kalimat (19) menjadi bentuk yang setara, struktur
frasa pengisi fungsi keterangan itu harus diubah menjadi
bentuk yang sama, yaitu menjadi FPrep + FV, + FV, serta + FV

79atau struktur kalimatnya diubah menjadi S-P-K-K (FPrep + FV,
+ konj + FV) seperti perubahan kalimat berikut.
(109) a.*Tugas tersebut dilakukan dalam rangka
peningkatan keberterimaan produk nasional,
mendorong produktivitas dan daya guna produksi, serta menjamin mutu barang dan jasa
sehingga meningkatkan daya saing.
(S-P-K{FPrep + FN, + FV, + konj + FV})
b. Tugas tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan keberterimaan produk nasional, mendorong produktivitas dan daya guna produksi,
serta menjamin mutu barang dan jasa sehingga
meningkatkan daya saing.
(S-P-K-{FPrep + FV, + FV, + konj + FV})
c. Tugas tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan keberterimaan produk nasional untuk mendorong produktivitas dan daya guna produksi
serta untuk menjamin mutu barang dan jasa
sehingga meningkatkan daya saing.
(SP-K-K-{FPrep + FV, + konj + FV})
Kalimat (19b) dan (19c) di atas tampak lebih efektif
daripada kalimat (19a) sebab unsur-unsur frasa preposisional
pengisi fungsi keterangan dalam kalimat (19a) tidak sejajar,
sedangkan dalam kalimat (19b) dan (19c) tampak sejajar.
3.2 Kalimat PartisipialAkhir-akhir ini bentuk kalimat yang berawal dengan
verba banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis. Media massa
cetak dan elektronik ikut andil, bahkan berperan besar dalam
menyebarkan kalimat yang berawal dengan kata kerja.
Meskipun begitu,
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia tidak
80mengakui keberadaan struktur semacam itu. Berikut disajikan
beberapa contoh data.
(110) a. Berbicara kepada media kemarin di kantornya,
Janedri M. Gaffar mengatakan bahwa dirinya
tidak mengenal Siti Nurbaya.
(P-K-K, S-P-O{S-P-O})
b. Melihat situasi mulai memanas, petugas dari
Kemendagri mengambil alih kendali dialog.
(P-O, S-P-O)
c. Ditemani pengacaranya, Fuadi mengadukan
Tempo kepada Polri.
(P-Pel, S-P-O-K)
Kalimat (110a—110c) di atas masing-masing terdiri atas
dua bagian, bagian pertama ialah
Berbicara kepada media kemarin
di kantornya
pada (110a), Melihat situasi mulai memanas pada
(110b), dan
Ditemani pengacaranya pada (110c), sedangkan
bagian keduanya ialah
Janedri M. Gaffar mengatakan bahwa
dirinya tidak mengenal Siti Nurbaya
pada (110a), petugas dari
Depnaker mengambil alih kendali dialog
pada (110b), dan Fuadi
mengadukan Tempo kepada Polri
pada (110c). Bagian kedua
mudah dikenali sebagai klausa utama karena bagian itu
mampu berdiri sendiri sebagai kalimat lepas, tetapi bagian
pertama tidak jelas apakah sebagai klausa, frasa, atau deret
kata belaka.
Jika sebagai klausa utama, tuturan
berbicara kepada media
kemarin di kantornya
pada (110a), Melihat situasi mulai memanaspada (110b), dan Ditemani pengacaranya pada (20c) tentu dapat
berdiri sendiri sebagai kalimat lepas. Jika sebagai klausa
bawahan (klausa subordinatif), tuturan itu pasti menjadi
bagian salah satu fungsi kalimat—bisa menjadi bagian dari
keterangan, objek, subjek, atau pelengkap—dan biasanya
didahului konjungsi yang berupa konjungsi subordinatif.

81Namun, jika berupa frasa verbal (karena intinya berupa verba,
yaitu
berbicara), frasa tersebut pasti berfungsi sebagai predikat.
Padahal, struktur bahasa Indonesia tidak mengizinkan klausa
subordinatif menduduki fungsi predikat. Lazimnya, klausa
subordinatif dikendalikan oleh salah satu fungsi keterangan,
objek, subjek, atau pelengkap. Dengan demikian, struktur P-KK, S-P-O-{S-P-O} pada (110a); struktur P-O, S-P-O pada (110b);
dan struktur P-Pel, S-P-O-K pada (110c) di atas tidak berstruktur baku kalimat bahasa Indonesia sebab klausa
subordinatif dalam bahasa Indonesia hanya dapat menduduki
fungsi keterangan, objek, pelengkap, atau subjek. Klausa subordinatif dalam bahasa Indonesia tidak dapat menduduki
fungsi predikat. Tampaknya, kalimat tersebut terpengaruh
bentuk partisipial bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris
kalimat yang sejenis dengan kalimat (110a—110c) di atas
sangat melimpah jumlahnya. Bandingkanlah struktur kalimat
di atas dengan struktur kalimat (111a—111c) berikut ini.
(111) a.
Speaking before the students, the Minister stated that
there would be no changes in school curricula
.
b.
Following the guidebook, he repairs his computer.
c.
Accompanied by pianist Donna and the vocals of
Donni Pulungan and Tomi Awuy, Sutardji read his
poems in his famous drunkard style
.
Struktur kalimat seperti pada (111a—111c) di atas dalam
bahasa Inggris disebut partisipial atau
present participle atauactive participle dan struktur semacam itu sangat lazim dalam
bahasa tersebut. Akan tetapi, jika pola itu digunakan untuk
membuat kalimat dalam bahasa Indonesia sehingga muncul
seperti contoh (110a—110c), struktur tersebut menjadi tidak
benar. Hal itu disebabkan bahwa kalimat kompleks bahasa
Indonesia ragam baku tidak mengizinkan verba mendahului

82kalimat inti. Sebenarnya, struktur kalimat (110a—110b) di atas
diduga berpola
(i) K{(S)-P-K-K}, S-P-O{S-P-O};
(ii) K{S-P-O}, S-P-O; dan
(iv) K{(S)-P-Pel}, S-P-O-K.
Kurung kurawal {…} digunakan untuk menandai klausa
subordinatif yang menjadi bagian fungsi di sebelah kirinya.
Jika kurung kurawal itu ditiadakan, struktur inti kalimat
tersebut adalah
(i) K-S-P-O;
(ii) K-S-P-O; dan
(iii) K-S-P-O-K.
Namun, unsur keterangan pada awal kalimat tersebut
mengalami pelesapan karena konjungsi
ketika, tatkala, atau saatuntuk kalimat (110a—110b) dan preposisi dengan untuk
kalimat (111c) dihilangkan. Padahal, konjungsi dalam kalimat
kompleks berfungsi sebagai penanda klausa subordinatif.
Apabila konjungsi pada ketiga kalimat di atas dimunculkan,
kemungkinan besar kalimat tersebut menjadi (112a—112c)
berikut ini.
(112) a. Ketika berbicara kepada media kemarin di
kantornya, Janedri M. Gaffar mengatakan bahwa dirinya tidak mengenal Siti Nurbaya.
(K{(S)-P-K-K}, S-P-O{S-P-O})
b. Tatkala berbicara kepada Media kemarin di
kantornya, Janedri M. Gaffar mengatakan bahwa dirinya tidak mengenal Siti Nurbaya.
(K{(S)-P-K-K}, S-P-O{S-P-O})

83c. Saat berbicara kepada Media kemarin di kantornya, Janedri M. Gaffar mengatakan bahwa
dirinya tidak mengenal Siti Nurbaya.
(K{(S)-P-K-K}, S-P-O{S-P-O})
(113) a. Ketika melihat situasi mulai memanas, petugas
dari Kemendagri mengambil alih kendali dialog.
(K{(S)-P-O}, S-P-O)
b. Tatkala melihat situasi mulai memanas, petugas
dari Kemendagri mengambil alih kendali dialog.
(K{(S)-P-O}, S-P-O)
c. Saat melihat situasi mulai memanas, petugas
dari Kemendagri mengambil alih kendali dialog.
(K{(S)-P-O}, S-P-O)
(114) Dengan ditemani pengacaranya, Fuadi mengadukan Tempo kepada Polri. (K{(S)-P-Pel}-S-P-O-K)
Jika subjek klausa subordinatif sama wujudnya dengan
subjek klausa utama, kaidah bahasa Indonesia mensyaratkan
bahwa subjek klausa subordinatif tersebut harus dilesapkan
(dielipskan). Dalam kalimat (112—114) di atas, subjek klausa
subordinatif yang dilesapkkan ditandai dengan (...) karena
prinsip elipsis adalah keterpulangan atau fungsi yang dielipskan itu dapat dikembalikan seperti asalnya (
recovery).
Setelah pemunculan konjungsi seperti pada contoh (112—
114), tampak jelas bahwa kalimat tersebut sebenarnya merupakan kalimat kompleks yang terdiri atas klausa
subordinatif dan klausa utama. Namun, konjungsi yang
berfungsi sebagai penanda klausa subordinatif ditanggalkan
sehingga kalimat menjadi tidak gramatikal. Penggunaan
konjungsi pada awal klausa menjadi penanda bahwa klausa itu
berupa klausa subordinatif. Menurut
Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia
, preposisi yang berfungsi sebagai penanda klausa
84subordinatif akan berubah menjadi konjungsi.
85DAFTAR PUSTAKAAlwi, Hasan, et al. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi
Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 1998.
Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Effendi, S. 1995.
Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan
Benar
. Jakarta: Pustaka Jaya.
–––––. 2004.
Adverbial Cara dan Adverbial Sarana dalam Bahasa
Indonesia
. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional.
Hakim, Lukman,
et al. 1992. Seri Penyuluhan 1: Ejaan dalam
Bahasa Indonesia
. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Kridalaksana, Harimurti. 1996.
Pembentukan Kata dalam Bahasa
Indonesia
(Edisi Kedua). Jakarta: Gramedia.
Latif, A. (Ed.). 2001.
Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia: Ejaan.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Lyons, John. 1995.
Pengantar Teori Linguitik (diindonesiakan
oleh Sutikno dari
Introduction to Theoretical Linguistics).
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

86Mees, C.A. 1954. Tatabahasa Indonesia. Djakarta: J.B. Wolters,
Groningen.
Purwo, Bambang Kaswanti (Ed.). 1983.
Untaian Teori Sintaksis
1970—1980
. Jakarta: Arcan.
Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu dan Nani Darheni. 2012.
Jendela Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Elmatera.