RINGKASAN MATERI KOMPETENSI PEDAGOGIK
CAKUPAN
MATERI KOMPETENSI PEDAGOGIK OGN 2018 DIKMEN
1.
Pemahaman peserta didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif
peserta didik, prinsip-prinsip kepribadian peserta didik, dan bekal ajar awal
peserta didik.
2.
Perancangan pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk
kepentingan pembelajaran: landasan kependi-dikan, teori belajar dan
pembelajaran, strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik,
kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.
3.
Pelaksanaan pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran yang kondusif.
4.
Perancangan dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran: evaluasi (assessment) proses
dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, analisis
hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan
belajar (mastery learning), dan pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran untuk
perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
5.
Pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kompetensi guru:
pengembangan berbagai potensi akademik dan nonakademik peserta didik.
(Dikutip
dari Pedoman Pelaksanaan Olimpiade Guru Nasional (OGN) Pendidikan Menengah Direktorat
Pembinaan Guru Pendidikan Menengah Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Tahun 2018)
RINGKASAN MATERI KOMPETENSI PEDAGOGIK
Pedagogik 1 : Pemahaman
peserta didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif peserta
didik, prinsip-prinsip kepribadian peserta didik, dan bekal ajar awal peserta
didik.
I.
PERKEMBANGAN
KOGNITIF PESERTA DIDIK
A.
Pengertian
Kognitif atau pemikiran adalah istilah
yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental
yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi
yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan
merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana
individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan,
menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009)
B.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Guru harus mengetahui tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik. Yang sangat sentral dalam
factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah gaya pengasuhan
dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada
pengasuhan ini merupakan cika lbakal perkembangan kognitif tersebut, karena
ketika anak diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya, ini akan berakibat
pada perkembangan kognitif anak, bahkan pada perkembangan mental anak tersebut.
Lingkungan pun sangat berpengaruh pada perkembangan kognitif, semakin buruk
lingkungan maupun pergaulan seseorang maka kemungkinan pengaruh lingkungan pada
perkembangan kognitif anak semakin besar. (Wibowo, 2016)
C.
Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Empat tahap perkembangan kognitif siswa
menurut Piaget adalah sebagai berikut.
1.
tahap sensori motor (0–2 tahun)
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun)
seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan mengatur kegiatan fIsik dan
mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman
anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera
mereka.
2.
tahap pra-operasional (2–7 tahun)
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun),
seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari
pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk melihat
hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten
3.
tahap operasional konkret (7–11 tahun)
Pada tahap Operasional konkret (7-11
tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini,
seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan
menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu
situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).
4.
tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun)
Pada tahap operasional formal (lebih
dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda
nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif.
(Doyin, 2015)
II. PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK
Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa
perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu:
(a) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan
kekuatan dan kemampuan motorik;
(b) Sistem syaraf yang sangat memengaruhi
perkembangan kecerdasan dan emosi;
(c) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan
munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang
perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya
terdiri atas lawan jenis;
(d) Struktur fisik/tubuh, yang meliputi
tinggi, berat, dan proporsi.
Seifert dan Hoffnung (1994) berpendapat
perkembangan fisik meliputi perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti :
pertumbuhan otak, sistem saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan
berat, hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara individu
dalam menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan motorik dan
perkembangan seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti penurunan
fungsi jantung, penglihatan, dan sebagainya).
III.
PERKEMBANGAN
SOSIAL-EMOSIONAL PESERTA DIDIK
Selain perkembangan karakteristik fisik
dan kognitif peserta didik, yang tidak kalah penting adalah perkembangan
sosial-emosional peserta didik. Sosio-emosional berasal dari kata sosial dan
emosi. Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau
interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama.
Sedangkan emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku
individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi dibedakan menjadi
dua, yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif seperti perasaan
senang, bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan
mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas
belajar. Emosi negatif sperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah,
individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga
kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Selain itu,
dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’ yang
berarti ‘menggerakkan, bergerak’. Kemudian ditambah dengan awalan ‘e-‘ untuk
memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini menyiratkan kesan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Perkembangan sosio-emosional peserta
didik termasuk suatu pembahasan yang sangat penting karena dengan mengetahui
perkembangan sosio-emosional peserta didik, para pendidik dapat mengambil tindakan
pada permasalahan peserta didik dengan berbagai karakteristik dan sifat yang
berbeda-beda. Sosio-emosional adalah perubahan yang terjadi pada diri setiap
individu dalam warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku
individu. Dalam pembahasan sosio-emosional ini lebih ditekankan dalam
sosioemosional pada remaja. Pada masa remaja, tingkat karakteristik emosional
akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja
seperti perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu
dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik. kita harus mengetahui
setiap aspek yang berhubungan dengan perubahan tingkah laku dalam perkembangan
remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan
komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan emosi remaja merupakan suatu
titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sikap
kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan
orang tua.
Faktor yang sangat memengaruhi
perkembangan peserta didik pada usia remaja yaitu didikan orang tua, lingkungan
sekitar tempat tinggal dan perlakuan guru di sekolah. Pengaruh sosio-emosional
yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu untuk mengendalikan diri, memutuskan
segala sesuatu dengan baik, serta bisa lebih merencanakan segala hal yang akan
diputuskannya, sedangkan terhadap orang lain, yaitu mampu menjalin kerjasama
yang baik, saling menghargai dan mampu memposisikan diri di lingkungan dengan
baik. Agar seorang peserta didik dapat memiliki kecerdasan emosi dengan baik
haruslah dibentuk sejak usia dini, karena pada saat itu sangat menentukan
pertumbuhan dan perkembangan manusia selanjutnya. Sebab pada usia ini
dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk. Jelaslah sudah betapa pentingnya
seorang pendidik memahami perkembangan sosio-emosional peserta didik, agar
dalam proses pembelajaran perkembangan sosio-emosional peserta didik yang
berbeda-beda dapat diatasi dengan baik.
IV.
PERKEMBANGAN
MORAL PESERTA DIDIK
Seto Mulyadi (2002a) menyatakan tentang
Robert Coles yang menggagas tentang kecerdasan moral yang juga memegang peranan
amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Hal ini ditandai dengan
kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun diri orang
lain, memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya, mengikuti
aturan-aturan yang berlaku, semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan
bagi seorang anak di masa depan. Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam
keluarga, contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain,
ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat,
tidak mudah putus asa, lebih banyak tersenyum daripada cemberut, semua ini
memungkinkan anak mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan
kognitif, kecerdasan emosional maupun kecerdasan moralnya.
Teori Kohlberg telah menekankan bahwa
perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang
secara bertahap yaitu: Penalaran prakovensional, konvensional, dan
pascakonvensional.
1) Tingkat Satu: Penalaran
Prakonvesional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat
yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini,
anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral
dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.
Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta
didik mau belajar kalau mendapatkan hadiah uang.
2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat
kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg. Seorang
menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati
standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat.
Contoh: siswa di satu kesempatan mau
belajar dengan tekun karena kesadaran sendiri tetapi tidak mau menaati perintah
orang tua yang mengharuskan belajar dari pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00
3) Tahap Tiga: Penalaran
Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah
tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini,
moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada
standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif,
menjajaki
pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan
berdasarkan suatu kode moral pribadi.
Contoh : Anak dengan penuh kesadaran
menaati tata tertib sekolah baik diawasi atau tidak, ada sanksi atau tidak.
V. BEKAL AWAL PESERTA DIDIK
Bekal ajar awal
peserta didik dapat pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)
adalah kemampuan
yang yang telah diperoleh peserta didik sebelum dia memperoleh kemampuan
terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal menunjukkan status pengetahuan dan
keterampilan peserta didik sekarang untuk menuju ke status yang akan datang
yang diinginkan guru agar tercapai oleh peserta didik. Dengan kemampuan ini
dapat ditentukan darimana pengajaran harus dimulai.
Identifikasi
bekal ajar awal peserta didik bertujuan untuk:
1) Memperoleh
informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan awal peserta didik
sebelum mengikuti program pembelajaran tertentu;
2) Menyeleksi
tuntutan, bakat, minat, kemampuan serta kecendrungan peserrta didik berkaitan
dengan pemilihan program program pembelajaran tertentu yang akan diikuti
mereka; dan
3) Menentukan
desain program pembelajaran dan atau pelatihan tertentu yang perlu dikembangkan
sesuai dengan kemampuan awal peserta didik.
Teknik
Mengaktifkan Bekal Ajar Awal Peserta Didik
untuk mengetahui
kemampuan awal peserta didik, seorang pendidik dapat melakukan tes awal (pre-test).
Tes yang diberikan dapat berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan
kurikulum. Selain itu pendidik dapat melakukan wawancara, observasi, dan
memberikan kuisioner kepada peserta didik atau calon peserta didik, serta guru
yang biasa mengampu pelajaran tersebut. Teknik yang paling tepat untuk
mengetahui bekal ajar awal peserta didik yaitu tes. Teknik tes ini menggunakan
tes prasyarat dan tes awal. Sebelum memasuki pelajaran sebaiknya guru membuat
tes prasyarat dan tes awal. Tes prasyarat adalah tes untuk mengetahui apakah
peserta didik telah memiliki pengetahuan keterampilan yang diperlukan atau di
syaratkan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan tes awal adalah tes untuk
mengetahui seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan atau keterampilan
mengenai pelajaran yang hendak diikuti. Benjamin S. Bloom melalui beberapa
eksperimen membuktikan bahwa “untuk belajar yang bersifat kognitif apabila
pengetahuan atau kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi, maka betapa pun
kualitas pembelajaran tinggi, maka tidak akan menolong untuk memperoleh hasil
belajar yang tinggi”. Hasil pretest juga sangat berguna untuk mengetahui
seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki dan sebagai perbandingan dengan hasil
yang dicapai setelah mengikuti pelajaran. Jadi kemampuan awal sangat diperlukan
untuk menunjang pemahaman siswa sebelum diberi pengetahuan baru karena kedua
hal tersebut saling berhubung.
VI.
MENGIDENTIFIKASI
DAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA
A. Pengertian Kesulitan Belajar Siswa
Hamalik (hal:
1983) menyatakan kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan di mana
peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak
bisa diabaikan oleh seorang pendidik karena dapat menjadi penghambat tujuan
pembelajaran. Kesulitan belajar tidak hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi
yang rendah, akan tetapi bisa disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi.
Oleh karena itu, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Wood
(2007:33) menyatakan kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses
belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai
hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang berasal
dari dalam diri peserta didik maupun luar diri peserta didik.
B. Jenis-Jenis Kesulitan Belajar Siswa
Empat jenis
kesulitan/gangguan belajar dalam perkembangan seorang anak:
1. Kesulitan belajar akademis, meliputi
kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan berhitung.
2. Gangguan simbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat
memahami suatu obyek sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya.
3. Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan
anak untuk memahami isi pelajaran karena ia mengalami kesulitan untuk mengulang
kembali apa yang telah dipelajarinya.
4. Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan
yang berasal dari lingkungan dan emosi dalam diri anak.
C. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Penyebab
kesulitan belajar antara lain sebagai berikut.
1. Faktor
intelektual, yaitu inteligensi yang rendah dan terbatas;
2. Faktor
kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, seperti kurangnya gizi
pada ibu hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit
persalinan;
3. Faktor
sosial,seperti pengaruh teman bermain, pergaulan dan lingkungan sekitar;
4. Faktor
keluarga, seperti keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan
belajar dari orang tua.
D. Cara
Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Cara mengatasi
mengatasi kesulitan belajar adalah sebagai berikut.
1. tempat duduk
siswa
Anak yang
mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi
tempat duduk bagian depan.
2. Gangguan
kesehatan
Anak yang
mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap
memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan keluarga lainnya.
3. Program
remedial
Siswa yang gagal
mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong dengan
melaksanakan program remedial.
4. Bantuan media
dan alat peraga
Penggunaan alat
peraga pelajaran dan media belajar kiranya cukup membantu siswa yang mengalami
kesulitan menerima materi pelajaran. Misalnya,
karena materi pelajaran bersifat abstrak sehingga sulit dipahami siswa.
5. Suasana
belajar menyenangkan
Suasana belajar
yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami hambatan
dalam menerima materi pelajaran.
E. Rancangan
Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik
Rancangan
mengatasi kesulitan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
1. Bimbingan
Belajar
Bimbingan
belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh
melalui langkah-langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga
mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2) Call them approach; melakukan
wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara
ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
(3) Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban
sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan
kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler,
rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. (4) Developing a desire for
counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan
masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang
bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat,
dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai
tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara
ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang
dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis sosiometris; dengan cara ini dapat
ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan Penyesuaian social
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini
merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang
dihadapi siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan siswa dapat
berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural –
fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi
masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak
masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini
sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar
aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d)
ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran;
(g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan
keluarga; dan (j) waktu senggang.
3. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika jenis dan
sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran
dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru
pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru
pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek
kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau
guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih
kompeten.
Sumber Pustaka
Doyin, Mukh dan
Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa
Indonesia 2015. Semarang: Bandungan Institute
Wibowo, Hari
dkk. 2016. Karakteristik Peserta Didik.
Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Pedagogik 2 : Perancangan
pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran: landasan kependidikan, teori belajar dan pembelajaran, strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin
dicapai, dan materi ajar, serta rancangan pembelajaran berdasarkan strategi
yang dipilih.
I.
PENGERTIAN, FUNGSI, DAN PERANAN KURIKULUM
A. Pengertian
Kurikulum adalah suatu rencana
pendidikan, yang memberikan pedoman tentang jenis, lingkup, urutan isi, serta
proses pendidikan. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan
belajar sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku pada dirinya.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran juga diartikan sebagai seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu
B. Fungsi
1. Fungsi penyesuaian
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu mengarahkan peserta didik agar memilki sifat untuk mampu
menyesuaikan dengan llingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial.
2. Fungsi pengintegrasian
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh, dalam hal ini orientasi dan
fungsi kurikulum adalah mendidik peserta didik agar memilki pribadi yang
integral. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari
masyarakat.
3. Fungsi perbedaan
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu peserta didik.
4. Fungsi persiapan
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu mempersiapkan peserta didik agar mampu melanjutkan studi lebih
lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, baik dalam memasuki pendidikan
yang lebih tinggi ataupun dalam memasuki kehidupan dalam masyarakat.
5. Fungsi pemilihan
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam memilih
programprogram belajar sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
6. Fungsi diagnostic
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu membantu dan mengarahkan peserta didik untuk dapat memahami
kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya.
C. Peranan
1. Peranan konservatif
Peranan konservatif menekankan
bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan
nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa
kini kepada anak didik sebagai generasi penerus.
2. Peranan kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Kurikulum melakukan
kegiatankegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menekankan bahwa kurikulum
harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru. Kurikulum harus dapat membantu
setiap peserta didik dalam mengembangakan potensi dirinya.
3. Peranan kritis dan evaluative
Peranan ini dilatarbelakangi oleh
adanya kenyataan bahwa nilainilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat
senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa
lalu kepada peserta didik perlu disesuaikan kondisi yang ada di masa sekarang.
II.
LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Landasan Pengembangan Kurikulum
1. Berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2. Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan
jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat
istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender.
3. Tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan
kehidupan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
6. Belajar sepanjang hayat,
diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah.
B.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan
yang menjadi muatan dalam kurikulum harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan
secara keilmuan. Dalam konteks Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,
fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang termuat dalam silabus harus benar dan
sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam bidang ilmu tersebut.
Penggunaan istilah, notasi atau lambang untuk menunjuk objek tertentu,
hendaknya sesuai dengan istilah, notasi atau lambang yang umum dan lazim
digunakan dalam bahasa dan sastra Indonesia.
2. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten
(ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian.
Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan
strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumber dan
media pembelajaran, serta penetapan teknik dan penyusunan instrumen penilaian
semata-mata diarahkan pada pencapaian kompetensi dasar dalam rangka pencapaian
standar kompetensi.
3. Relevan
Pengembangan kurikulum harus
memiliki kesesuaian di antara komponen-komponennya, seperti tujuan, bahan,
strategi, dan evaluasi. Pengembangan kurikulum juga harus relevan dengan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, potensi peserta didik, serta tuntutan
dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis). Cakupan,
kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam kurikulum juga
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial,
emosional, dan spritual siswa.
Prinsip ini mendasari pengembangan
kurikulum, baik dalam pemilihan materi
pembelajaran, strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran,
penetapan waktu, strategi penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan
media dan alat pembelajaran.
4. Ketercukupan
Cakupan indikator, materi
pelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup
untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. Dengan prinsip ini, maka tuntutan
kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pelajaran dan kegiatan
pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, jika standar kompetensi dan
kompetensi dasar menuntut kemampuan menganalisis suatu obyek belajar, maka
materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian
harus secara memadai mendukung kemampuan itu.
5. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup
keseluruhan ranah kompetensi, baik pengetahuan, sikap, maupun praktik
(psikomotor). Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya.
Kegiatan pembelajaran dalam silabus
perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik memiliki keleluasaan
untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif saja,
melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya, serta
dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (lifeskill).
6. Fleksibel
Pengembangan kurikulum harus
bersifat luwes dalam pelaksanaannya; memungkinkan terjadinya
penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan zaman. Keseluruhan komponen dalam
kurikulum juga mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika
perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.
7. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memerhatikan
perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan
peristiwa yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan materi dan dapat mendukung kemudahan dalam menguasai
kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran. Di samping itu,
penggunaan media dan sumber belajar berbasis teknologi informasi, seperti
komputer dan internet perlu dioptimalkan.
8. Kontinuitas, pengembangan
kurikulum harus memerhatikan kesinambungan, antara tingkat kelas, antara
jenjang pendidikan, maupun kontribusi dengan jenis pekerjaan.
III.
TEORI
BELAJAR
A.
Teori Belajar Behaviorisme
Teori belajar tingkah laku
(behaviorisme) memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara
rangsangan dari luar (stimulus) seperti ‘2 + 2’ dan balasan dari siswa
(response) seperti ‘4’ yang dapat diamati. Semakin sering hubungan (bond)
antara rangsangan dan balasan terjadi, maka akan semakin kuatlah hubungan
keduanya (law of exercise). Para penganut teori belajar tingkah laku ini
berpendapat bahwa batu saja akan berlubang jika ditetesi air terus menerus.
Thorndike menyatakan kuat tidaknya hubungan ditentukan oleh kepuasan maupun
ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, dua kata
kunci menurut para penganutnya selama proses pembelajaran adalah ‘latihan’ dan
‘ganjaran/ penguatan’. Teori ini menitikberatkan pada perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengulangan. Ganjaran atau penguatan pada binatang
ditunjukkan dengan pemberian sesuatu jika ia dapat menyelesaikan tugasnya,
sehingga binatang tersebut akan mengulangi kegiatannya. Para siswa akan sangat
senang dan merasa dihargai jika mereka mendapat hadiah ketika mereka dapat
melaksanakan tugas dengan baik, sehingga mereka akan berusaha untuk melakukan
hal yang sama. Namun jika mereka melakukan hal yang salah maka mereka harus
mendapat hukuman agar ia tidak melakukan hal itu lagi. Teori belajar tingkah
laku ini menekankan adanya ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement).
Semakin banyak ganjaran yang diberikan maka respon yang diharapkan dari siswa
akan lebih baik. Selain itu, jika respon siswa di luar yang diinginkan maka
diperlukan adanya konsekuensi hukuman (punishment) sebagai stimulus agar respon
yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada atau, dengan kata lain, agar
perilaku siswa sesuai yang diinginkan. Khusus untuk punishment ini, beberapa
tokoh teori tingkah laku, misalnya Skinner, memiliki perbedaan pendapat,
khususnya karena dampak yang kurang baik. Skinner memberikan alternatif yaitu
digunakannya penguatan negatif (negative reinforcement). Pada masa kini, teori
belajar yang dikemukakan penganut psikologi tingkah laku ini cocok digunakan
untuk mengembangkan kemampuan siswa yang berhubungan dengan pencapaian hasil
belajar (pengetahuan) matematika seperti fakta, konsep, prinsip, dan skill
(keterampilan).
B.
Teori Belajar Kognitif
1.
Psikologi Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, struktur kognitif
atau skemata (schema) adalah suatu organisasi mental tingkat tinggi yang
terbentuk pada saat orang itu berinterkasi dengan lingkungannya. Dua proses
yang sangat penting adalah asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah suatu
proses di mana suatu informasi atau pengalaman baru dapat disesuaikan dengan
kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa; sedangkan akomodasi adalah
suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang sudah ada di
benak siswa agar sesuai dengan pengalaman yang baru dialami. Sejalan dengan
itu, Ausubel menginginkan proses pembelajaran di kelas-kelas adalah suatu
pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) yaitu suatu pembelajaran di
mana pengetahuan atau pengalaman yang baru dapat terkait dengan pengetahuan
lama yang sudah ada di dalam struktur kognitif seseorang. Untuk membantu
terjadinya pembelajaran bermakna, Bruner menyarankan agar proses pembelajaran
melalui tiga tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
Empat tahap perkembangan kognitif
siswa menurut Piaget adalah (1) tahap sensori motor (0–2 tahun), (2) tahap pra-operasional
(2–7 tahun), (3) tahap operasional konkret (7–11 tahun), dan (4) tahap
operasional formal (11 tahun ke atas).
Pada tahap sensori motor (0-2
tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan mengatur kegiatan fsik
dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman
anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera
mereka. Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat
dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan
indera, sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan
menyimpulkan sesuatu secara konsisten. Pada tahap operasional konkret (7-11
tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini,
seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan
menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu
situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran). Pada
tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang
tidak mesti menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam
perkembangan kognitif.
2.
Belajar Bermakna David P. Ausubel
Teori belajar Ausubel
menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut
Ausubel terdapat 2 jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-learning) dan
belajar bermakna (meaningfullearning). Jika seorang siswa berkeinginan untuk
mengingat sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain maka baik
proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan
tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya. Pembelajaran yang
mengacu pada ‘belajar bermakna’ atau ‘meaningful-learning’ adalah pembelajaran
di mana pengetahuan atau pengalaman baru yang akan dipelajari siswa dapat
terkait dengan pengetahuan lama yang sudah dimiliki siswa.
3.
Teori Presentasi Bruner
Bruner membagi penyajian proses
pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada
tahap enaktif, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan
menggunakan sesuatu yang “konkret” atau “nyata” yang berarti dapat diamati
dengan menggunakan panca indera. Contohnya, ketika akan membahas geometri ruang
di awal pembelajaran, guru dapat menggunakan alat peraga maupun barang
sehari-hari semisal kaleng, dus, dll. Pada tahap ikonik, yakni setelah
mempelajari pengetahuan dengan benda nyata atau benda konkret, tahap berikutnya
adalah tahap ikonik, dimana para siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk
gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang menggunakan benda
konkret atau nyata tadi. Pada tahap simbolik para siswa harus melewati suatu
tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol
abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi.
Berabstraksi terjadi pada saat seseorang menyadari adanya kesamaan di atara
perbedaan-perbedaan yang ada.
C.
Teori Belajar Konstruktivisme
1.
Model Penemuan
Bruner berpendapat bahwa belajar
dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan (learning by discovery is
learning to discover). Ada dua model penemunaan, yaitu model penemuan murni dan
model penemuan terbimbing. Model penemuan yang dapat dikembangkan di kelas
adalah model penemuan terbimbing di mana para siswa dihadapkan dengan situasi
di mana ia bebas untuk mengumpulkan data, membuat dugaan (hipotesis),
mencoba-coba (trial and error), mencari dan menemukan keteraturan (pola),
menggeneralisasi atau menyusun rumus beserta bentuk umum, membuktikan benar tidaknya
dugaannya itu. Berbeda dengan model penemuan murni di mana mulai dari pemilihan
strategi sampai pada jalan dan hasil penemuan ditentukan para siswa sendiri
maka pada penemuan terbimbing ini, para guru bertindak sebagai penunjuk jalan,
ia membantu dan memberi kemudahan bagi para siswanya sedemikian rupa sehingga
mereka dapat mempergunakan idea, konsep dan ketrampilan yang sudah dia pelajari
untuk menemukan pengetahuan yang baru. Penggunaan serangkaian pertanyaan yang
tepat akan sangat membantu siswa untuk menemukan pengetahuan yang baru berdasar
pada pengetahuan lama yang dipunyainya.
2.
Model Saintifk
Pendekatan saintifk meliputi lima
pengalaman belajar sebagaimana dijelaskan berikut ini.
a. Mengamati (observing) di mana siswa
difasilitasi untuk mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak,
melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat.
b. Menanya (questioning) di mana siswa
difasilitasi untuk membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi
tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui,
atau sebagai klarifkasi.
c. Mengumpulkan informasi/mencoba
(experimenting) di mana siswa difasilitasi untuk mengeksplorasi, mencoba,
berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen,
membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber
melalui angket, wawancara, dan memodifkasi/ menambahi/ mengembangkan.
d. Menalar/mengasosiasi
(associating) di mana siswa difasilitasi untuk mengolah informasi yang sudah
dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau
menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu
pola, dan menyimpulkan.
e. Mengomunikasikan (communicating)
di mana siswa difasilitasi untuk menyajikan laporan dalam bentuk bagan,
diagram, atau grafk; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi
proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.
III.
PRINSIP-PRINSIP
BELAJAR
Dalam perencanaan pembelajaran,
prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap batas-batas kemungkinan dalam
pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan
prinsip-prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat.
Dari berbagai prinsip belajar
tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran sebagai berikut.
A. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang
penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian belajar pengolahan informasi
terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan
Berliner, 1984: 355). Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting
dalam kegiatan belajar. Motivasi
adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi
dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Berliner, 1984:
372).
B. Keaktifan
Anak mempunyai dorongan untuk
berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa
dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain.
Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.
C. Keterlibatan langsung/Berpengalaman
Belajar adalah mengalami, belajar
tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan
pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan
bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung.
Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa yang tidak hanya mengamati
secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan,
dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
D.
Pengulangan
Pada teori Psikologi Asosiasi atau
Koneksionisme mengungkapkan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara
stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu
memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pengulangan dalam belajar akan
melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat,
menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, hingga berpikir yang akan membuat
daya-daya tersebut berkembang.
E.
Tantangan
Dalam situasi belajar, siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai. Namun selalu terdapat hambatan,
yaitu mempelajari bahan belajar. Timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu,
yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.
F.
Balikan atau Penguatan
Siswa belajar sungguh-sungguh dan
mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak
untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant
conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai
yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut
tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut
penguatan negatif.
G.
Perbedaan Individual
Siswa yang merupakan individual
yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa
memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan individu ini berpengaruh
pada cara dan hasil belajar siswa
IV.
PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, DAN
TEKNIK PEMBELAJARAN
Dalam Lampiran 3 Permendikbud Nomor
58 Tahun 2014 (233) pendekatan dimaknai sebagai cara menyikapi/melihat
(a way of viewing); strategi dimaknai sebagai cara mencapai tujuan
dengan sukses (a way of winning the game atau a way of achieving of objectif); metode
dimaknai sebagai cara menangani sesuatu (a way of dealing). Sedangkan teknik
dimaknai sebagai cara memperlakukan sesuatu (a way creating something); dan
model dimaknai sebagai kerangka yang berisikan
langkah-langkah/uruturutan kegiatan/sintakmatik yang secara operasional perlu
dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam referensi lain dijelaskan bahwa pendekatan
adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran; metode
adalah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran; teknik adalah cara
yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifk;
dan model adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan secara khas oleh guru (bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran). Pendekatan
(approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered
approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered
approaches) yang digunakan dalam perancangan kurikulum dan pembelajaran saat
ini. Strategi pembelajaran merupakan perencanaan tindakan (rangkaian
kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau
kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sedangkan metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal. Metode digunakan sebagai cara untuk melaksanakan dan
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dalam mengimplementasikan metode
pembelajaran, seorang pendidik perlu menetapkan teknik atau cara tertentu
agar proses pembelajaran berjaan efektif dan efsien, serta taktik atau gaya
individu dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu misalnya dalam
menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa atau idialek agar materi
pembelajaran mudah dipahami.
VI.
KRITERIA PENYELEKSIAN DAN PEMILIHAN MATERI PEMBELAJARAN
1. Sahih (Valid)
Materi yang akan dituangkan dalam
pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Pengertian
ini juga berkaitan dengan keaktualan materi sehingga materi yang diberikan
dalam pembelajaran tidak ketinggalan jaman dan memberikan kontribusi untuk
pemahaman ke depan.
2. Tingkat Kepentingan
(Significance)
Dalam memilih materi perlu
mempertimbangkan pertanyaan berikut:
a. Bagaimana intensitas tingkat
kepentingan materi tersebut sehingga harus dipelajari?
b. Apakah penting materi tersebut
diajarkan pada siswa?
c. Dimana letak kepentingan materi
tersebut dan mengapa penting?
Dengan demikian, materi yang
dipilih untuk diajarkan tentunya memang yang benar-benar diperlukan oleh siswa.
3. Kebermanfaatan (utility)
Manfaat harus dilihat dari semua
sisi, baik secara akademis maupun nonakademis. Bermanfaat secara akademis
artinya guru harus yakin bahwa materi yang diajarkan dapat memberikan
dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut
pada jenjang pendidikan berikutnya. Bermanfaat secara nonakademis maksudnya
bahwa materi yang diajarkan dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills)
dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
4. Layak dipelajari (learnability)
Materinya memungkinkan untuk
dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah, atau
tidak terlalu sulit), maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan bahan ajar
dan kondisi setempat.
5.
Menarik minat (interest)
Materi yang dipilih hendaknya
menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut.
Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus mampu menumbuhkembangkan rasa
ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan
mereka.
B. Pola Pengembangan Materi
Pembelajaran
Terdapat beberapa pola pengembangan
materi pembelajaran yang dapat dipilih guru, yakni sebagai berikut.
1. Pola kronologis, susunan materi
pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
2. Pola kausal, susunan materi
pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3. Pola logis, susunan materi
pembelajaran yang dimulai dari bagian sederhana menuju kepada yang kompleks.
4. Pola psikologis, susunan materi
pembelajaran yang dimulai dari umum ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus.
5. Pola spiral, susunan materi
pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan
sederhana; kemudian dikembangkan, diperdalam, dan diperluas dengan bahan yang
lebih kompleks.
6. Pola inquiri atau pemecahan
masalah, susunan materi pembelajaran yang mengarah pada proses penemuan ataupun
pemecahan masalah, yang meliputi langkah-langkah berikut: (a) perumusan
masalah, (b) penyusunan hipotesis, (c) pengumpulan data, (d) pengujian
hipotesis, dan (e) perumusan simpulan.
Sumber Pustaka:
Wibowo, Hari, dkk. 2016. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan.
__________
2016. Teori Belajar. Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa,
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Pedagogik 3.
Pelaksanaan pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran yang kondusif
Pedagogik
5. Pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kompetensi guru:
pengembangan berbagai potensi akademik dan nonakademik peserta didik.
I.
KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK (5M)
A.
Esensi Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran
dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai
titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
peserta didik.
Dalam pendekatan atau
proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan
pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductivereasoning).
Dalam pendekatan atau
proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan
pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductivereasoning).
Penalaran deduktif
melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.
Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk
kemudian menarik simpulan secara keseluruhan.
Penalaran induktif
menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode
ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail
untuk kemudian merumuskan simpulan umum.
B.
Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Observing (mengamati),
Questioning (menanya), Mengumpulkan informasi/ eksperimen, Mengasosiasikan/
mengolah informasi, Mengkomunikasikan .
1.
Mengamati
Kegiatan Belajarnya
mengamati: melihat, membaca, mendengar, menyimak (tanpa atau dengan alat).
Kompetensi yang
Dikembangkan: melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi
Metode mengamati
mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode
ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara
nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu
saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu
persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak
terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Metode mengamati sangat
bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses
pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta
didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan
materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Langkah-langkah
Mengamati
Menentukan objek apa
yang akan diobservasi
Membuat pedoman
observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
Menentukan secara
jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
Menentukan di mana
tempat objek yang akan diobservasi
Menentukan secara jelas
bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah
dan lancar
Menentukan cara dan
melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan,
kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Jenis-jenis Pengamatan
Observasi biasa (common
observation). Peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan
observasi (complete observer), dan sama sekali tidak melibatkan diri dengan
pelaku, objek, atau situasi yang diamati.
Observasi terkendali
(controlled observation). peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri
dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Pada observasi terkendali
pelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang
dikhususkan.
Observasi partisipatif
(participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik
melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati.
Observasi semacam ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku,
komunitas, atau objek yang diamati
2.
Menanya
Kegiatan Belajarnya
Mengajukan pertanyaan
tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).
Kompetensi yang
Dikembangkan
Mengembangkan
kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk
pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat
Guru yang efektif mampu
menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula
dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru
menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya
itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Berbeda dengan
penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk
memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk
“kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya
menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri
kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat
efektif!
Mengajukan pertanyaan
tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan hipotetik)
3.
Mengumpulkan Informasi/ Eksperimen
Kegiatan Belajarnya:
Melakukan eksperimen, Membaca sumber lain selain buku teks, Mengamati
objek/kejadian, Aktivitas Wawancara dengan narasumber
Kompetensi yang
Dikembangkan: Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat
orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan
informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan
belajar dan belajar sepanjang hayat.
4.
Mengasosiasikan/ Mengolah
Kegiatan Belajarnya
Mengolah informasi yang
sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen
maupun hasil mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi
Kompetensi yang
Dikembangkan
Mengembangkan sikap
jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan
prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan .
5.
Mengkomunikasikan
Kegiatan Belajarnya :
Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis
secara lisan, tertulis, atau media lainnnya.
Kompetensi yang
Dikembangkan: Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir
sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
CONTOH KEGIATAN
PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (5M)
Kompetensi Dasar
|
:
|
3.
4 Mengevaluasi teks negoisasi berdasarkan kaidah-kaidah teks baik
melalui lisan maupun tulisan
|
Topik /Tema
|
:
|
Seni
Bernegosiasi dalam Kewirausahaan
|
Sub Topik/Tema
|
:
|
PemodelanTeks
Negosiasi
|
Tujuan Pembelajaran
|
:
|
Peserta didik dapat
mengidentifikasi teks negosiasi
|
Alokasi Waktu
|
:
|
2 x 45 menit
|
Tahapan Pembelajaran
|
Kegiatan
|
Mengamati
|
|
Menanya
|
|
Mengumpulkan informasi
|
|
Mengasosiasikan
|
|
Mengkomunikasikan
|
|
II.
MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)
A.
Definisi/Konsep
Metode Discovery
Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran
yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Sebagai strategi
belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri
(inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga
istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep
atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery
ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam
masalah yang direkayasa oleh guru
Dalam mengaplikasikan
metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru
harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang
teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam Discovery
Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi
seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan
ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan
berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,
menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
B. Keuntungan
Model Pembelajaran Penemuan
Membantu siswa untuk
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses
kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya.
Pengetahuan yang
diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
Menimbulkan rasa senang
pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
Metode ini memungkinkan
siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
Menyebabkan siswa
mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi
sendiri.
Metode ini dapat
membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja
sama dengan yang lainnya.
Berpusat pada siswa dan
guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun
dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
Membantu siswa
menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran
yang final dan tertentu atau pasti.
Siswa akan mengerti
konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
Membantu dan
mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang
baru;
Mendorong siswa
berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
Mendorong siswa
berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
Memberikan keputusan
yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
Proses belajar meliputi
sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya;
Meningkatkan tingkat
penghargaan pada siswa;
Kemungkinan siswa
belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
Dapat mengembangkan
bakat dan kecakapan individu.
C.
Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan
Metode ini menimbulkan
asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai,
akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan
antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
Metode ini tidak
efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang
lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang
terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang
telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Pengajaran discovery
lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek
konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin
ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
dikemukakan oleh para siswa tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk
berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu
oleh guru.
D.
Langkah-Langkah Operasional
1. Langkah Persiapan
a. Menentukan
tujuan pembelajaran
b. Melakukan
identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar,
dan sebagainya)
c. Memilih materi
pelajaran.
d. Menentukan
topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi)
e. Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari siswa
f. Mengatur topik-topik
pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak,
atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g. Melakukan penilaian
proses dan hasil belajar siswa
2. Pelaksanaan
a. Stimulation
(stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar
timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai
kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas
belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada
tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem
statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
c. Data
collection (Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa
untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan
demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan
nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d. Data
Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi,
dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara,
observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan
pada tingkat kepercayaan tertentu.
e. Verification
(Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut
Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,
teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.
f. Generalization
(menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan
yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah
yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan
hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi
E.
Sistem Penilaian
Dalam Model
Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes
maupun non tes.
Penilaian yang
digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil
kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam
model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis.
Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau
penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan
dengan pengamatan.
MODEL PEMBELAJARAN
DISCOVERY LEARNING
Contoh Tahap
Pembelajaran Discovery learning
Satuan Pendidikan: SMA
…
Mata Pelajaran : Bahasa
Indonesia
Kelas/ Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks
Cerita Sejarah
Alokasi Waktu : 2 x 45
menit
A. Kompetensi Dasar dan
Indikator Pencapaian Kompetensi
KD: Memahami struktur dan kaidah teks cerita
sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik
melalui lisan maupun tulisan.
Indikator:
1) Menentukan struktur
teks cerita sejarah;
2) Menentukan
kaidah/ciri-ciri bahasa (fitur bahasa) teks cerita sejarah.
B. Langkah-langkah
Pembelajaran
Tahapan Pokok
|
Kegiatan Pembelajaran
|
A.
Pemberian Rangsangan (Stimulation)
|
1.
Peserta didik menyimak tayangan berbagai peristiwa sejarah dunia.
2.
Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkansiswa pada
kondisi internal yang mendorong eksplorasi terhadap pemahaman teks hasil
observasi cerita sejarah.
3.
Guru mengarahkan jawaban siswa terhadap pembelajaran yang akan dilakukan
4.
Siswa membaca contoh model teks cerita sejarah berjudul “Sejarah Hari
Buruh.”.
|
B.
Pernyataan/Identifikasi Masalah (Problem Statement)
|
5.
6.
Peserta didik mengidentifikasi masalah yang relevan dengan bahan bacaan
diantaranya diarahkan untuk menanyakan fungsi teks cerita sejarah dan bentuk
atau strukturnya,
7.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, siswa memilih dan merumuskan salah
satu di antaranya dalam bentuk hipotesis.
|
C.
Pengumpulan Data (Data Collection)
|
8.
Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan guru dengan
mempertimbangkan kemampuan akademik, gender, dan ras (@5 0rang per kelompok).
9.
Peserta didik mengidentifikasi siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan
bagaimana peristiwa yang terjadi pada teks cerita sejarah “Hari Buruh.”
10. Peserta
didik menyusun periode sejarah secara kronologis, sesuai dengan urutan waktu
dari peristiwa sejarah teks “Hari Buruh.”
11. Peserta
didik menentukan struktur yang membangun teks “Sejarah Hari Buruh”
|
D.
Pengolahan Data (Data Processing)
|
12.
13. Peserta
didik mengolah informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan sebelumnya untuk
menentukan unsur-unsur atau struktur teks cerita sejarah.
|
E.
Pembuktian (Verification)
|
14. Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memverifikasi sehingga dapat
menemukan konsep tentang struktur teks cerita sejarah.
|
F.
Menarik Kesimpulan (Generalization)
|
15. Peserta
didik membuat kesimpulan tentang struktur teks cerita sejarah
16. Peserta
didik mempresentasikan.
|
III.
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)
A. Definisi/Konsep
Pembelajaran berbasis
masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.
Dalam kelas yang
menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk
memecahkan masalah dunia nyata (real world)
B. Kelebihan PBL
1. Dengan PBL akan
terjadi pembelajaran bermakna. Peserta
didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan
menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan
yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika
peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep
diterapkan
2. Dalam situasi PBL,
peserta didik/mahapeserta didik
mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan
3. PBL dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta
didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
C. Langkah-langkah
Operasional dalam Proses Pembelajaran
1. Konsep Dasar (Basic
Concept)
Fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi,
atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran
dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran
2. Pendefinisian
Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini
fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan peserta didik melakukan
berbagai kegiatan brainstorming dan semua anggota kelompok mengungkapkan
pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga
dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat
3. Pembelajaran Mandiri
(Self Learning)
Peserta didik mencari
berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber
yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di
perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
Tahap investigasi
memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan
mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah
didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu
dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat
dipahami.
4. Pertukaran
Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan
sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri,
selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam
kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari
permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara
peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.
5. Penilaian
(Assessment)
Penilaian dilakukan
dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan
sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup
seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS),
ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap
kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software,
hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.
D. Contoh Penerapan
Memanfaatkan lingkungan
peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan
yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain
di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang
diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar
diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung
tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas
belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan
standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembela
E. Tahapan-Tahapan
Model PBL
Fase-Fase
Perilaku Guru
Fase 1
Orientasi peserta didik
kepada masalah.
Menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan.
Memotivasi peserta
didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan
peserta didik
Membantu peserta didik
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing penyelidikan
individu dan kelompok.
Mendorong peserta didik
untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya.
Membantu peserta didik
dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan
berbagi tugas dengan teman.
Fase 5
Menganalisa dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Mengevaluasi hasil
belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil
kerja.
F. Sistem Penilaian
Penilaian dilakukan
dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan
sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup
seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS),
ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap
kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software,
hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap
sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan
partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam
pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru
mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian pembelajaran
dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan
dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan
peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu
tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam
pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan
peer-assessment.
Self-assessment.
Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan
hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard)
oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.
Peer-assessment.
Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap
upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun
oleh teman dalam kelompoknya
MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING
Contoh Tahap
Pembelajaran Problem Based Learning
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Sub Materi : Pemodelan Teks Cerita Sejarah
Kelas/Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Sub Materi : Pemodelan Teks Cerita Sejarah
A. Kompetensi Dasar dan
Indikator Pencapaian Kompetensi
A.2 Menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan,
editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik melalui lisan maupun tulisan
Indikator:
1) Menelaah kelemahan atau kesalahan struktur teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan
2) Menelaah kelemahan atau kesalahan kaidah teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan.
3) Menelaah kelemahan atau kesalahan isi teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan
Indikator:
1) Menelaah kelemahan atau kesalahan struktur teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan
2) Menelaah kelemahan atau kesalahan kaidah teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan.
3) Menelaah kelemahan atau kesalahan isi teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan
B. Langkah-langkah
Pembelajaran
Tahapan Pokok
|
Kegiatan Pembelajaran
|
A.
Orientasi siswa pada
Masalah |
1.
Peserta didik menyimak tujuan pembelajaran
2.
Peserta didik membaca contoh teks cerita sejarah yang kurang baik dan
menyimak penjelasan terhadap permasalahan tersebut
3.
Peserta didik memberikan tanggapan dan pendapat terhadap permasalahan
tersebut
|
B.
Mengorganisasi
siswa dalam belajar |
4.
Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan guru dengan mempertimbangkan kemampuan akademik
dan gender
|
C.
Membimbing penyelidikan siswa secara mandiri atau
kelompok |
5.
Peserta didik membaca teks cerita sejarah yang tidak baik dengan cermat
6.
Peserta didik dengan difasilitasi dan dibimbing guru menelaah dan
mendiskusikan kelemahan teks cerita sejarah dari segi struktur, kaidah, dan
isi
|
D.
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya |
7.
Peserta didik menjawab permasalahan yang telah diidentifikasi, khususnya mengenai
kelemahan struktur, kaidah, dan isi teks cerita sejarah
8.
Peserta didik mempresentasikan atau menyajikan laporan pembahasan hasil
temuan atau hasil diskusi dan penarikan kesimpulan di depan kelas
|
E.
Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah |
9.
Peserta didik dalam kelompok lain mengevaluasi atau
10. Menanggapi
11. Peserta
didik dengan dibimbing guru melakukan simpulan
12. Guru
melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah dipelajari
|
IV. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING)
A.
Definisi/Konsep
Pembelajaran Berbasis
Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metoda pembelajaran yang
menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi,
penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai
bentuk hasil belajar.
Pembelajaran Berbasis
Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal
dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis
Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan
peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL,
proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding
question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang
mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.
Pada saat
pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai
elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang
dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia
nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
B. Keuntungan
Pembelajaran Berbasis Proyek
Meningkatkan motivasi
belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan
pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
Meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah.
Membuat peserta didik
menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
Meningkatkan
kolaborasi.
Mendorong peserta didik
untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
Meningkatkan
keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
C. Kelemahan
Pembelajaran Berbasis Proyek
Memerlukan banyak waktu
untuk menyelesaikan masalah.
Membutuhkan biaya yang
cukup banyak
Banyak instruktur yang
merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang peran utama
di kelas.
Banyaknya peralatan
yang harus disediakan.
Peserta didik yang
memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami
kesulitan.
Ada kemungkinan peserta
didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
Ketika topik yang
diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak
bisa memahami topik secara keseluruhan
D. Langkah-langkah
Pembelajaran Berbasis Proyek
1. Penentuan Pertanyaan
Mendasar (Start With the Essential Question).
Pembelajaran dimulai
dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan
peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai
dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.
2. Mendesain
Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan
secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta
didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan
berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam
menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang
mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu
penyelesaian proyek.
3. Menyusun Jadwal
(Create a Schedule)
Pengajar dan peserta
didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek.
Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan
proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik
agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka
membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta
didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
4. Memonitor peserta
didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the
Project)
Pengajar
bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik
selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi
peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi
mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat
sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.
5. Menguji Hasil
(Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan
untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian stSaudarar, berperan dalam
mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik tentang
tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam
menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi
Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses
pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas
dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar
dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama
proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new
inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama
pembelajaran.
D. Sistem
PenilaianPenilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas
yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa
suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk
mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan
kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara
jelas. Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan
yaitu:
Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik
dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data
serta penulisan laporan.
Relevansi
Kesesuaian dengan mata
pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan dalam pembelajaran.
Keaslian
Proyek yang dilakukan
peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan
kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
MODEL PEMBELAJARAN
BERBASIS PROJEK
Rancangan Pembelajaran Berbasis Projek
A. Identitas Model
Satuan Pendidikan : SMA ……
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit (2 pertemuan)
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
4.2 Memproduksi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan
cerita fiksi dalam novel yang koheren sesuai dengan karakteristik teks baik
secara lisan maupun tulisanmaupun tulisan
Indikator:
1) Menentukan langkah-langkah menyusun teks cerita sejarah
2) Menyusun teks cerita sejarah
C. Langkah Pembelajaran
Langkah-langkah
Pembelajaran |
Kegiatan Pembelajaran
|
A.
Penentuan Proyek
|
1. Peserta didik
menentukan hari atau peristiwa bersejarah sebagai topik yang akan
dikembangkan menjadi teks cerita bersejarah
|
B.
Perancangan
Langkah-langkah Penyelesaian Proyek |
2. Peserta didik
dibimbing guru mendiskusikan aturan main dan pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung pelaksanaan proyek
3. Peserta didik mendiskusikan sumber/bahan/alat pendukung pelaksanaan proyek
4. Peserta didik
menyimak penjelasan guru mengenai penilaian
dalam kelompok masing masing, peserta didik mendiskusikan dan perencanaan proyek berupa penentuan fase peristiwa bersejarah |
C.
Penyusunan Jadwal
Pelaksanaan Proyek |
5. Peserta didik
membuat time line pemilihan dan penyiapan proyek
6. Peserta didik mendiskusikan deadline untuk menyelesaikan proyek menyusun teks cerita sejarah 7. Peserta didik mendiskusikan dan membuat jadwal atau waktu pelaksanaan penyelesaian setiap fase persitiwa dalam teks cerita sejarah yang akan ditulisnya |
D.
Penyelesaian proyek
dengan fasilitasi dan monitoring guru |
8. Peserta didik
mengidentifikasi dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan fase peristiwa
yang menjadi objek untuk penulisan teks cerita sejarah
9. Peserta didik mengonsultasikan permasalahan atau kendala dalam menyelesaikan penulisan teks cerita sejarah 10. Peserta didik memperbaiki hasil tulisan berdasarkan hasil konsultasi |
E.
Penyusunan Laporan
dan Presentasi /Publikasi Hasil Proyek |
11. Peserta didik
membaca kembali teks cerita sejarah yang sudah ditulis dan memperbaiki jika
masih terjadi kesalahan dengan mengacu pada point-point penilaian yang
disepekati pada tahap perencanaan
12. Peserta didik menempelkan teks cerita sejarah yang sudah dibuatnya di tempat yang sudah disediakan (tempat seperti bentuk pameran) 13. Peserta didik melakukan kegiatan shopping model,yaitu mengunjungi, membaca, dan menanggapi teks cerita sejarah kelompok lain. |
F.
Evaluasi Proses dan
Hasil Proyek |
14. Peserta didik
melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek yang sudah
dilaksanakan.
15. Peserta didik mengemukakan pengalamannya selama menyelesaikan tugas proyek peserta didik mendengarkan umpan balik terhadap proses yang telah dilaksanakan dan produk yang telah dihasilkan. |
Sumber Pustaka :
Ariani, Farida dkk.
2016. Model Pembelajaran . Jakarta:
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa,
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
PPT Badan Sumber
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2014.
Pedagogik
4: Perancangan dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran: evaluasi (assessment)
proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode,
analisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat
ketuntasan belajar (mastery learning), dan pemanfaatan hasil penilaian
pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
KOMPETENSI
PEDAGOGIK MERANCANG PENILAIAN PEMBELAJARAN
I. PENGERTIAN
EVALUASI, PENGUKURAN, TES, DAN PENILAIAN
Evaluasi (evaluation) adalah penilaian
yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek (Stufflebeam dan
Shinkfield, 1985 dalam Depdiknas, 2004:11). Pada saat melakukan evaluasi di
dalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur
keputusan tentang nilai suatu program (value judgement). Dalam melakukan
keputusan, diperlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian
selama dan setelah kegiatan belajar mengajar. Objek evaluasi adalah program
yang hasilnya memiliki banyak dimensi, seperti kemampuan, kreativitas, sikap,
minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi
alat ukur yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis data yang ingin
diperoleh. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat istilah pengukuran dan
penilaian. Sebagai bagian dari evaluasi kedua istilah tersebut akan dibahas
lebih lanjut agar tidak terjadi kesalahpahaman konsep.
Pengukuran (measurement) adalah proses
penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu (Guilford, 1982
dalam Depdiknas, 2004:9). Safari (1997:3) mengartikan pengukuran sebagai suatu
kegiatan untuk mendapatkan informasi/data secara kuantitatif. Secara tersirat
kedua definisi tersebut menandakan pengukuran merupakan proses pemberian angka
atau usaha memperoleh deskripsi numerik sejauhmana peserta didik telah mencapai
suatu tingkatan. Pengukuran dapat menggunakan tes dan nontes.
Tes adalah seperangkat pertanyaan yang
memiliki jawaban benar atau salah. Tes dalam pembelajaran bahasa dikenal dengan
tes bahasa yang sasaran pokoknya adalah tingkat kompetensi berbahasa peserta
didik. Nontes seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang instrumennya
berbentuk kuesioner atau inventori.
Penilaian (assessment) merupakan suatu
pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang
atau sesuatu (Griffin dan Nix, 1991 dalam Depdiknas, 2004:10).
II. TUJUAN, FUNGSI, DAN PRINSIP
PENILAIAN
A. Tujuan Penilaian
1. Mengetahui tingkat penguasaan
kompetensi dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sudah dan belum
dikuasai seorang/sekelompok peserta didik untuk ditingkatkan dalam pembelajaran
remedial dan program pengayaan.
2. Menetapkan ketuntasan penguasaan
kompetensi belajar peserta didik dalam kurun waktu tertentu, yaitu harian,
tengah semester, satu semester, satu tahun, dan masa studi satuan pendidikan.
3. Menetapkan program perbaikan atau
pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi bagi mereka yang
diidentifikasi sebagai peserta didik yang lambat atau cepat dalam belajar dan
pencapaian hasil belajar.
4. Memperbaiki proses pembelajaran pada
pertemuan semester berikutnya.
B. Fungsi Penilaian
1. Menggambarkan sejauh mana seorang
peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
2. Mengevaluasi hasil belajar peserta
didik dalam rangka membantu peserta didik memahami kemampuan dirinya, membuat
keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program,
pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).
3. Menemukan kesulitan belajar dan
kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat
diagnosis yang membantu pendidik menentukan apakah seseorang perlu mengikuti
remedial atau pengayaan.
4. Sebagai kontrol bagi pendidik dan
satuan pendidikan tentang kemajuan perkembangan peserta didik.
C. Prinsip Penilaian
Prinsip umum dalam Penilaian Hasil
Belajar oleh Pendidik sebagai berikut.
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan
pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2. Objektif, berarti penilaian
didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi
subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak
menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta
perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial
ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh
pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian,
kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang
berkepentingan.
6. Holistik dan berkesinambungan,
berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dan dengan
berbagai teknik penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik.
7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan
secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8. Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
9. Edukatif, berarti penilaian dilakukan
untuk kepentingan dan kemajuan peserta didik dalam belajar.
III.
PENDEKATAN PENILAIAN
Secara umum ada dua metoda/acuan yang
digunakan untuk melihat hasil belajar siswa yaitu penilaian acuan norma dan
penilaian acuan patokan.Apabila kita melakukan pengukuran atau penilaian
berarti kita membandingkan. Dalam penilaian pendidikan ada dua pendekatan yang
digunakan sebagai pembanding, yaitu penilaian acuan norma atau PAN (norm
referenced evaluation) dan penilaian acuan patokanatau PAP (criterion refrenced
evaluation).
A.
Penilaian Acuan Patokan
Penilaian acuan patokan (Criterion
Referenced Evaluation) yang dikenal pula dengan sebutan standar mutlak,
berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membadingkannya
dengan patokan yang telah ditetapkan, sebelum hasil tes itu sendiri diperoleh,
dan bahkan sebelum kegiatan pengajaran dilakukan, patokan yang akan
dipergunakan untuk menentukan batas kelulusan itu telah ditetapkan. Kurikulum
2013 menggunakan pendekatan penilaian acuhan patokan yang kemudian dikembangkan
dengan istilah penilaian acuan kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian
pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM).
KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan
pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan
dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik.
B.
Penilaian Acuan Norma
Penilaian acuah norma/relatif disebut
pula norma aktuil atau norma empiris. Norma relatif adalah suatu norma yang
disusun secara relatif berdasarkan distribusi skor yang dicapai oleh para
pengikut dalam suatu tes. Dengan demikian maka skor standar yang dicapai oleh
seseorang yang didasarkan atas norma relatif ini (PAN) mencerminkan status
individu di dalam kelompok.
IV. PENILAIAN SIKAP, PENGETAHUAN, DAN
KETERAMPILAN
A.
Penilaian Sikap
1.
Gradasi/Taksonomi Sikap (Attitude: Krathwohl)
Menerima ->
menanggapi->menghargai->menghayati->mengamalkan
Penilaian sikap dilakukan untuk
mengetahui kecendrungan perilaku spiritual dan sosial siswa di dalam dan luar
kelas sebagai hasil pendidikan.
2. Teknik
dan Instrumen Penilaian Sikap
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Keterangan
|
Observasi
|
Daftar cek
Skala penilaian sikap
|
Dilakukan
selama proses pembelajaran.
|
Penilaian diri
|
Daftar cek
Skala penilaian sikap
|
Dilakukan
pada akhir semester.
|
Penilaian antar peserta didik
|
Daftar cek
Skala penilaian sikap
|
Dilakukan
pada akhir semester, setiap pesesrta didik dinalai oleh 3 siswa.
|
Jurnal
|
Catatan pendidik berisi informasi
tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik
|
Berupa
catatan guru tentang kelemahan dan kekuatan peserta didik yang tidak
berkaitan dengan mata pelajaran.
|
3. Hasil
Pengolahan Nilai Sikap
Hasil penilaian pencapaian sikap dalam
bentuk deskripsi.
Deskripsi sikap terdiri atas keberhasilan
dan/atau ketercapaian sikap yang diinginkan dan sikap yang belum tercapai yang
memerlukan pembinaan dan pembimbingan.
Deskripsi dalam bentuk kalimat
positif, memotivasi dan bahan refleksi
Contoh Deskripsi Sikap
Sikap Spiritual
Selalu bersyukur dan berdoa sebelum
melakukan kegiatan serta toleransi yang baik pada agama yang berbeda; ketaatan
beribadah mulai berkembang.
Sikap Sosial
Memiliki sikap santun, disiplin, dan
tanggung jawab yang baik, responsif dalam pergaulan; sikap kepedulian mulai
meningkat.
B. Penilaian
Pengetahuan
1. Proses
Kognitif
a.
C1; mengingat (remember), mengingat kembali pengetahuan dari memorinya.
b. C2;
memahami (understand), mengkonstruksi makna dari pesan baik secara lisan,
tulisan, dan grafis.
c. C3;
menerapkan (apply), penggunaan prosedur dalam situasi yang diberikan atau
situasi baru.
d. C4;
menganalisis (analysis), penguraian materi ke dalam bagian-bagian dan bagaimana
bagian-bagian itu saling berhubungan satu sama lain dalam keseluruhan struktur.
e.
C5; mengevaluasi (evaluate) membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar.
f.
C6; mengkreasi (create) menempatkan elemen-elemen secara bersamaan ke dalam
bentuk modifikasi atau mengorganisasi elemen-elemen ke dalam pola baru (struktur
baru).
2. Dimensi
Pengetahuan
a.
Pengetahuan faktual; pengetahuan terminologi atau pengetahuan detail yang
spesifik dan elemen.
b.
Pengetahuan konseptual; pengetahuan yang lebih kompleks berbentuk klasifikasi,
kategori, prinsip dan generalisasi.
c.
Pengetahuan prosedural; pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu.
d.
Pengetahuan metakognitif; pengetahuan tentang kognisi, merupakan tindakan atas
dasar suatu pemahaman, meliputi kesadaran berpikir dan penetapan keputusan
tentang sesuatu.
3. Proses
dan Hasil Penilaian Pengetahuan
a. Nilai
pengetahuan diperoleh dari hasil penilaian harian selama satu semester,
penilaian tengah semester dan penilaian akhir semester
b. Nilai
akhir pencapaian pengetahuan rerata dari hasil pencapaian kompetensi setiap KD
selama satu semester.
c.
Nilai pada rapor ditulis dalam bentuk angka skala 0 – 100 dan dilengkapi dengan
deskripsi singkat kompetensi yang menonjol/tertinggi dan terendah berdasarkan
pencapaian KD selama satu semester
d.
Deskripsi nilai didasarkan pada nilai tertinggi dan terendah pada capaian KD
per semester
4. Teknik
Penilaian Pengetahuan
Teknik Penilaian
|
Keterangan
|
Tes tulis
|
Memilih jawaban (pilihan ganda, dua
pilihan benar-salah, ya-tidak), menjodohkan, sebab-akibat.
Mensuplai jawaban (isian atau
melengkapi, jawaban singkat atau pendek, uraian).
|
Tes Lisan
|
Soal / pertanyaan yang menuntut siswa
menjawab secara lisan (formatif tes)
|
Penugasan
|
Tugas yang dilakukan secara individu
atau kelompok.
|
C. Penilaian
Keterampilan
1. Dimensi
Keterampilan
Keterampilan abstrak: K-1 Mengamati, K-2
Menanya, K-3 Mencoba, K-4 Menalar, K-5 Menyaji, K-6 Mencipta
Keterampilan Konkrit:
a. Persepsi
(perception): perhatian untuk melakukan suatu gerakan.
b. Kesiapan (set):
kesiapan mental dan fisik untuk melakukan suatu gerakan.c.
Meniru (guided response): gerakan secara terbimbing.
d. Membiasakan gerakan
(mechanism): gerakan mekanistik
e. Mahir (complex or
overt response): gerakan kompleks dan termodifikasi.
f. Menjadi
gerakan alami (adaptation): gerakan alami yang diciptakan sendiri atas dasar
gerakan yang sudah dikuasai.
g. Menjadi tindakan
orisinal (origination): gerakan baru yang orisinal, sukar ditiru orang lain,
dan menjadi ciri khasnya.
2. Proses
dan Hasil Penilaian Keterampilan
a.
Hasil penilaian pada setiap KD keterampilan adalah nilai optimal dengan
teknik dan objek KD yang sama.
b.
Penilaian KD keterampilan yang dilakukan dengan dua teknik penilaian seperti
proyek dan produk atau praktik dan produk, maka nilai KD dapat dirata-rata.
c. Nilai akhir
keterampilan pada setiap mata pelajaran adalah rerata dari semua nilai KD
keterampilan dalam satu semester.
d.
Penulisan capaian keterampilan pada rapor menggunakan angka pada skala 0 – 100,
predikat dan deskripsi singkat capaian kompetensi
3. Teknik
dan Bentuk Penilaian Keterampilan
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Unjuk kerja/ kinerja / praktik
|
·
Daftar cek, dengan menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat nilai bila
kriteria penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai.
·
Skala Penilaian (Rating Scale). Penilaian kinerja yang menggunakan
skala penilaian memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan
kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum dimana pilihan
kategori nilai lebih dari dua.
|
Projek
|
·
Penilaian projek dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai
pelaporan.
·
Untuk menilai setiap tahap perlu disiapkan kriteria penilaian atau rubrik.
|
Produk
|
·
Daftar cek atau skala penilaian (rubrik)
|
Portofolio
|
·
Daftar cek atau skala penilaian (rubrik)
|
V. KRITERIA
KETUNTASAN MINIMAL (KKM)
Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM)
Kriteria paling rendah untuk menyatakan
peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran
melalui musyawarah oleh satuan pendidikan (sekolah) dengan memperhatikan intake
(kemampuan rata-rata peserta didik), kompeksitas, dan kemampuan daya dukung
(berorientasi pada sumber belajar).
B. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal
Kriteria ketuntasan minimal berfungsi:
sebagai acuan bagi pendidik dalam
menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang
diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan
KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap
pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau
layanan pengayaan;
2. sebagai acuan bagi peserta didik
dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi
dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh
peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam
mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM.
3. dapat digunakan sebagai bagian dari
komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di
sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari
keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil
pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk
mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau
sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana
prasarana belajar di sekolah;
4. merupakan kontrak pedagogik antara
pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat.
Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara
pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua.
5. merupakan target satuan pendidikan
dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran.
Prinsip Penetapan Ketuntasan Minimal
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan
sebagai berikut:
Penetapan KKM merupakan kegiatan
pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau
kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui professional judgement
oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman
pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif
dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria
yang ditentukan;
Penetapan nilai kriteria ketuntasan
minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap
indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta
didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi;
3. Kriteria ketuntasan minimal setiap
Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam
Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan
belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan
belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
4. Kriteria ketuntasan minimal setiap
Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang
terdapat dalam SK tersebut;
5. Kriteria ketuntasan minimal mata
pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu
semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil
Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;
6. Indikator merupakan acuan/rujukan
bagi pendidikuntuk membuat soal-soal ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan
Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS).
7. Pada setiap indikator atau kompetensi
dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal
KOMPETENSI
PEDAGOGIK PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN PEMBELAJARAN UNTUK PERBAIKAN KUALITAS
PROGRAM PEMBELAJARAN SECARA UMUM.
I. PROGRAM REMEDIAL
1) Hakikat Remedial
Remedial merupakan suatu treatmen atau
bantuan untuk mengatasi kesulitan belajar. Berikut adalah beberapa program
assesmen yang bisa dijalankan atau dijadikan acuan dalam melakukan pengajaran
remedial. Yang antara lain dalam bidang berhitung, membaca pemahaman dan
menulis.
Remediasi mempunyai padanan remediation
dalam bahasa Inggris. Kata ini berakar kata ‘toremedy’ yang bermakna
menyembuhkan. Remediasi merujuk pada proses penyembuahan. Remedial merupakan
kata sifat. Karena itu dalam bahasa
Inggris selalu bersama dengan kata benda, misalnya ‘remedial work’, yaitu
pekerjaan penyembuhan, ‘remeDial teaching’ – pengajaran penyembuhan. Dsb. Di
Indonesia, istilah ‘remedial’ sering ditulis berdiri sendiri sebagai kata
benda. Mestinya dituliskan menjadi pengajaran remeial, atau kegiatan remedial
dsb. Dalam bagian ini istilah remediasi dan remedial digunakan bersama-sama,
yang merujuk pada suatu proses membantu siswa mengatasi kesulitan belajar
terutama mengatasi miskonsepsimiskonsepsi yang dimiliki. Dalam random House
Webster’s College Dictionary (1991), remediasi diartikan sebagai intended to
improve poor skill in specifed feld.
Remediasi adalah kegiatan yang
dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan siswa. Kalau dikaitkan
dengan kegiatan pembelajaran, kegiatan remediasi dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang kurang
berhasil. Kekurangberhasilan pembelajaran ini biasanya ditunjukkan oleh
ketidakberhasilan siswa dalam menguasai kompetensi yang diharapkan dalam
pembelajaran.
Dari pengertian di atas diketahui bahwa
suatu kegiatan pembelajaran dianggap sebagai kegiatan remediasi apabila
kegiatan pembelajaran tersebut ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami
kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Guru melaksanakan perubahan dalam
kegiatan pembelajarannya sesuai dengan kesulitan yang dihadapi para siswa.
Sifat pokok kegiatan pembelajaran remedial
ada tiga yaitu: (1) menyederhanakan konsep yang komplek (2) menjelaskan konsep
yang kabur (3) memperbaiki konsep yang salah tafsir. Beberapa perlakuan yang
dapat diberikan terhadap sifat pokok
remedial tersebut antara lain berupa: penjelasan oleh guru, pemberian
rangkuman, dan advance organizer, pemberian tugas dan lain-lain.
Pokok bahasan yang belum dapat dikuasai
peserta didik merupakan kesulitan belajar untuk mempelajari pokok bahasan
berikutnya. Kenyataan ini akan diperburuk kalau pokok bahasan yang baru yang
akan dipelajari memerlukan keterampilan prasyarat, disisi lain pokok bahasan
yang menjadi prasyarat belum tuntas. Kesulitan lain untuk mencapai tingkat
ketuntasan belajar anatara lain: perbedaan individual diantara peserta didik
dalam kelas dengan sistem pembelajaran klasikal.
Asumsi yang mendasari pertimbangan
metode pembelajaran remedial dengan pendekatan secara individual terhadap
peserta didik yang mengalami kesulita belajar dengan pemberian rangkuman dan
advance organizer adalah: (1) belajar hakekatnya adalah individual (2)
pembelajaran klasikal akan selalu dihadapkan dengan ketidak tuntasan belajar
(3) kalau peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dan diberikan
pembelajaran kembali secara klasikal seperti pembelajaran utama, peserta didik
akan mengalami kesulitan yang serupa (4)
rangkuman dan advance organizermerupakan strategi pembelajaran untuk memudahkan
pemahaman materi.
2) Prosedur Remedial
Dalam melaksanakan kegiatan remedial
sebaiknya mengikuti langkahlangkah seperti berikut.
a) Analisis Hasil Diagnosis
Seperti yang telah Anda ketahui,
diagnosis kesulitan belajar adalah suatu proses pemeriksaan terhadap siswa yang
diduga mengalami kesulitan dalam belajar. Melalui kegiatan diagnosis guru akan
mengetahui para siswa yang perlu mendapatkan bantuan. Untuk keperluan kegiatan
remedial, tentu yang menjadi fokus perhatian adalah siswa-siswa yang mengalami
kesulitan dalam belajar yang ditunjukkan tidak tercapainya kriteria
keberhasilan belajar. Apabila kriteria keberhasilan 80 %, maka siswa yang
dianggap berhasil jika mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, sedangkan
siswa yang mencapai tingkat penguasaannya di bawah 80 % dikategorikan belum
berhasil. Mereka inilah yang perlu mendapatkan remedial. Setelah guru
mengetahui siswa-siswa mana yang harus mendapatkan remedial, informasi
selanjutnya yang harus diketahui guru adalah topik atau materi apa yang belum
dikuasai oleh siswa tersebut. Dalam hal ini guru harus melihat kesulitan
belajar siswa secara individual. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan masalah
yang dihadapi siswa satu dengan siswa yang lainnnya tidak sama. Padahal setiap
siswa harus mendapat perhatian dari guru.
b) Menemukan Penyebab Kesulitan
Sebelum Anda merancang kegiatan
remedial, terlebih dahulu harus mengetahui mengapa siswa mengalami kesulitan
dalam menguasai materi pelajaran. Faktor penyebab kesuliatan ini harus
diidentifkasi terlebih dahulu, karena gejala yang sama yang ditunjukkan oleh
siswa dapat ditimbulkan sebab yang berbeda dan faktor penyebab ini akan
berpengaruh terhadap pemilihan jenis kegiatan remedial.
c) Menyusun Rencana Kegiatan Remedial
Setelah diketahui siswa-siswa yang perlu
mendapatkan remedial, topik yang belum dikuasai setiap siswa, serta faktor
penyebab kesulitan, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana pembelajaran.
Sama halnya pada pembelajaran pada umumnya, komponen-komponen yang harus
direncanakan dalam melaksanakan kegiatan remedial adalah (1) merumuskan
indikator hasil belajar, (2) menentukan materi yang sesuai engan indikator
hasil belajar, (3) memilih strategi dan metode yang sesuai dengan karakteristik
siswa, (4) merencanakan waktu yang diperlukan, dan (5) menentukan jenis,
prosedur dan alat penilaian.
d) Melaksanakan Kegiatan Remedial
Setelah kegiatan perencanaan remedial
disusun,langkah berikutnya adalah melaksanakan kegiatan remedial. Sebaiknya
pelaksanaan kegiatan remedial dilakukan sesegera mungkin, karena semakin cepat
siswa dibantu mengatasi kesulitan yang dihadapinya, semakin besar kemungkinan
siswa tersebut berhasil dalam belajarnya.
e) Menilai Kegiatan Remedial
Untuk mengetahui berhasil tidaknya
kegiatan remedial yang telah dilaksanakan, harus dilakukan penilaian. Penilaian
ini dapat dilakukan dengan cara mengkaji kemajuan belajar siswa.Apabila siswa
mengalami kemauan belajar sesuai yang diharapkan, berarti kegiatan remedial
yang direncanakan dan dilaksanakan cukup efektif membantu siswa yang mengalami
kesulitan belajar. Tetapi, apabila siswa tidak mengalami kemajuan dalam
belajarnya berarti kegiatan remedial yang direncanakan dan dilaksanakan kurang
efektif. Untuk itu guru harus menganalisis setiap komponen pembelajaran.
3) Strategi dan Teknik Remedial
Beberapa teknik dan strategi yang
dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain, (1) pemberian
tugas/pembelajaran individu (2) diskusi/tanya jawab (3) kerja kelompok (4)
tutor sebaya (5) menggunakan sumber lain. (Ditjen Dikti, 1984; 83).
a) Pemberian Tugas
Dalam pemberian tugas dapat dilakukan
dengan berbagai jenis antara lain dengan pemberian rangkuman baik dilakukan secara
individual maupun secara kelompok, pemberian advance organizer dan yang
sejenis. b) Melakukan aktivitas fsik, misal demosntrasi, atau praktek dan
diskusi
Ada konsep-konseps yang lebih mudah
dipahami lewat aktivitas fIsik
II.
PEMBELAJARAN PENGAYAAN
A.
Pengertian Pembelajaran Pengayaan
Pengayaan merupakan suatu kegiatan
belajar, dikhususkan bagi peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih, misalkan belajar
lebih cepat, menyimpan informasi lebih mudah, keingintahuan lebih tinggi,
bepikir mandiri, superior, dan berpikir abstrak, serta memiliki banyak
minat.Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan
peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum
dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya. Pembelajaran pengayaan
merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan
pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikain rupa
sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya.
Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir,
kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi,
penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan
memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan
tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas
optimal dalam belajarnya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis
kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru mengadakan penilaian awal
untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang
akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi,
pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi
strategi pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video,
dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video,
computer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat
kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian prosesdengan
menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui
kemajuan belajar serta seberapa penguasaan peserta didik terhadap kompetensi
yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses juga digunakan untuk
memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan.
Pada akhir program pembelajaran,
diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian
dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang peserta
didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu.
Penilaian akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah
peserta didik telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau
ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran
direncanakan.
Jika ada peserta didik yang lebih mudah
dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka sekolah
perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran pengayaan.
Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk
memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki
kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan
minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan
keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah,
eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb.
Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki
kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu
mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.
B.
Jenis Pembelajaran Pengayaan
Terdapat tiga jenis pembelajaran
pengayaan, yaitu kegiatan eksploratori, keterampilan proses, dan pemecahan
masalah.
1.
Kegiatan eksploratori
Kegiatan eksploratori adalah jenis
pembelajaran pengayaan yang bersifat umum yang dirancang untuk disajikan kepada
peserta didik. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh
masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.
2.
Keterampilan proses
Keterampilan proses adalah jenis
pembelajaran pengayaan yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam
melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk
pembelajaran mandiri.
3.
Pemecahan masalah
Pemecahan masalah adalah jenis
pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan
belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.
Pemecahan masalah ditandai dengan:
a.
Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;
b. Penentuan fokus masalah/problem yang
akan dipecahkan;
c. Penggunaan berbagai sumber;
d. Pengumpulan data menggunakan teknik
yang relevan;
e. Analisis data;
f. Penyimpulan hasil investigasi.
C.
Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan
Agar pemberian pengayaan tepat sasaran
maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis, yaitu pertama mengidentifikasi
kelebihan kemampuan belajar peserta didik, dan kedua memberikan perlakuan
(treatment) pembelajaran pengayaan.
1.
Identifikasi kelebihan kemampuan belajar
a.
Tujuan
Tujuan identifikasi kemampuan berlebih
peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan
belajar peserta didik.
b.
Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:
1)
Belajar lebih cepat.
Peserta didik yang memiliki kecepatan
belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi (SK/KD) mata
pelajaran tertentu.
2)
Menyimpan informasi lebih mudah
Peserta didik yang memiliki kemampuan
menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki banyak informasi yang tersimpan dalam
memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan.
3)
Keingintahuan yang tinggi
Banyak bertanya dan menyelidiki
merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat ingin tahu yang
tinggi.
4)
Berpikir mandiri.
Peserta didik dengan kemampuan berpikir
mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta mempunyai kapasitas sebagai
pemimpin.
5)
Superior dalam berpikir abstrak.
Peserta didik yang superior dalam
berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan masalah.
6)
Memiliki banyak minat.
Mudah termotivasi untuk meminati masalah
baru dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan.
c.
Teknik
Teknik yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat dilakukan antara lain
melalui : tes IQ, tes Inventori, wawancara, pengamatan, dsb.
1)
Tes IQ (Intelligence Quotient)
Tes IQ adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik. Dari tes ini dapat diketahui
tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal,
logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.
2) Tes inventori
Tes inventori digunakan untuk menemukan
dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi, kebiasaan belajar, dsb.
3) Wawancara
Wawancara dilakukan dengan mengadakan
interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai
program pengayaan yang diminati peserta didik.
4) Pengamatan (observasi)
Pengamatan dilakukan dengan jalan
melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut
diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu
diprogramkan untuk peserta didik.
2.
Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan
Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran
pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui:
a.
Belajar Kelompok
Belajar kelompok dilakukan dengan cara
sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran
bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya
yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan.
b.
Belajar mandiri.
Belajar mandiri dilakukan dengan cara
secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang diminati.
c.
Pembelajaran berbasis tema.
Pembelajaran berbasis tema dilakukan
dengan cara memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta didik
dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu.
d.
Pemadatan kurikulum.
Pemadatan kurikulum adalah pemberian
pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik.
Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh
kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan
kapasitas maupun kapabilitas masing-masing Pemberian pembelajaran hanya untuk
kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia
waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja
dalam proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas
masing-masing. Pembelajaran pengayaan dapat pula dikaitkan dengan kegiatan tugas
terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Penilaian hasil belajar kegiatan
pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa, tetapi cukup
dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari
peserta didik yang normal. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran remedial dan
pengayaan pada akhirnya memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik
untuk mencapai dan menguasai kompetensi sesuai dengan kemampuannya
masing-masing. Bagi peserta didik yang lambat pemahamannya dapat menguasai
kompetensi minimal yang disyaratkan dalam kurikulum. Sedangkan peserta didik
yang cepat pemahamannya mendapatkan kompetensi atau materi yang lebih yang
dapat digunakan dalam mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam belajar.
III.
PENELITIAN
TINDAKAN KELAS (PTK)
A.
DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud
dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial Dengan maksud untuk meningkatkan
kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982). Seluruh prosesnya, telaah,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh menciptakan
hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan rofesional.
Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang
mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan
oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan
keadilan praktikpraktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan
praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).
Menurut Carr dan Kemmis seperti yang
dikutip oleh Siswojo ardjodipuro, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah
PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan oleh para Partisipan
(guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan)
untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau
pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai
praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) tempat
praktik-praktik tersebut dilasanakan (Harjodipuro, 1997).
Lebih lanjut, dijelaskan oleh
Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan
melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik
mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau untuk
mengubahnya. PTK bukan sekadar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis
terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri
untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK
mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan
teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai
pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas,
jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka guru bersedia untuk
mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi dirinya sendiri sehingga
kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk
selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat
berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek
penalaran; keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun aspek-aspek lain
yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.
B.
TAHAP PELAKSANAAN PTK
Banyak model PTK yang dapat diadopsi dan
diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun secara singkat, pada dasarnya PTK
terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang saling terkait dan
berkesinambungan: perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan
(observing), dan refleksi (reflecting). Namun sebelumnya, tahapan ini
diawali oleh suatu Tahapan Pra PTK, yang meliputi identifkasi masalah, analisis
masalah, rumusan masalah, dan rumusan hipotesis tindakan.
Tahapan pra- PTK ini sangat esensial
untuk dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan disusun. Tanpa tahapan ini
suatu proses PTK akan kehilangan arah dan arti sebagai suatu penelitian ilmiah.
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan guna menuntut pelaksanaan tahapan PTK
adalah (1) apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran, (2) mengapa hal
itu terjadi dan apa sebabnya, (3) apa yang dapat dilakukan dan bagaimana
caranya mengatasi keprihatinan tersebut, (4) bukti-bukti apa saja yang dapat
dikumpulkan untuk membantu mencari fakta apa yang terjadi, dan (5) bagaimana
cara mengumpulkan bukti-bukti tersebut. Jadi, tahapan pra- PTK ini sesungguhnya
suatu reflektif dari
guru terhadap masalah yang ada
dikelasnya. Masalah ini tentunya bukan bersifat individual pada salah seorang
murid saja, namun ebih merupakan masalah umum yang bersifat klasikal, misalnya
kurangnya motivasi belajar di kelas, rendahnya kualitas daya serap klasikal,
dan lain-lain.
Berangkat dari hasil pelaksanaan tahapan
Pra -PTK inilah suatu rencana tindakan dibuat seperti berikut.
1. Perencanaan
Tindakan
Berdasarkan pada identifkasi masalah
yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk menguji
secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini
mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK,
mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik
mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan
matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan
segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung.
Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat
berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.
2.
Pelaksanaan Tindakan
Tahap ini merupakan implementasi (
pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung
di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik
mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru
tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa
peningkatan efektiftas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si
peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan
terhadap apa yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala
pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.
3.
Pengamatan Tindakan
Kegiatan observasi dilakukan bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi
tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya
terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu
instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu
mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna
kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru
tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh
pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam
penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja
pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap
pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat
metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi
terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi
dalam observasi, diantaranya: (a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan
pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan
pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan
mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun
keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya: (a) menghindari
kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan
antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktiftas kelas; (d) umpan balik tidak
lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistemaris.
4. Refleksi
Terhadap Tindakan
Tahapan ini merupakan tahapan untuk
memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat
kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis.
Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar
sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlebatan
kolaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan
refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan,
dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang
dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga
dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih. Proses refleksi ini
memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK.
Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang
sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi
yang tidak tajam akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias, yang
pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman
proses refleksi ini ditentukan oleh kejataman dan keragaman instrumen observasi
yang dipakai sebagai upaya riangulasi data. Observasi yang hanya mengunakan
satu instrument saja. Akan menghasilkan data yang miskin.Adapun untuk
memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap
tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya.
Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak
boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi langsung diadakan
refleksi bersama kolaborator.
C.
PROPOSAL PTK
Proposal atau rancangan penelitian
merupakan pedoman yang berisi langkah-langkah yang akan diikuti oleh peneliti
dalam melakukan penelitian. Proposal penelitian harus dibuat secara baik dan
jelas sehingga mampu menjadi pegangan selama penelitian berlangsung. Secara
umum ada aturan, baik yang bersifat metodologis maupun teknis dalam menyusun
proposal. Aturan-aturan itu pada umumnya bersifat universal, meskipun untuk
hal-hal tertentu yang bersifat teknis ada yang harus disesuaikan dengan
kebutuhan lembaga-lembaga tertentu. Tidak semua proposal penelitian mempunyai
format atau komponen yang sama. Para ahli mengajukan format dan komponen berbeda
antara yang satu dengan lainnya. Namun begitu, terdapat format general yang
terdiri dari komponen-komponen pokok suatu proposal penelitian (William
Wiersma, 1986).
Secara umum proposal penelitian antara
lain meliputi:
A.
Pendahuluan
Bagian ini antara lain berisi: latar
belakang masalah, identifkasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, dan manfaat penelitian.
B.
Tinjauan pustaka
Bagian ini antara lain berisi: kajian
teori, kerangka berpikir penelitian, dan hipotesis penelitian
C.
Prosedur penelitian
Bagian ini antara lain berisi: jenis dan
pendekatan penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik
pengumpulandata, instrumen penelitian, dan teknis analisis data. Selain
komponen-komponen di atas, proposal dilengkapi dengan judul penelitian, daftar
pustaka, jadwal penelitian, dan rancangan pembiayaan penelitian. Sistematika
proposal penelitian terkadang tidak sama antara penelitian satu dengan
penelitian lainnya. Hal ini bergantung pada pemikiran si peneliti, atau kadang
telah ditentukan oleh institusi yang menaungi dan atau membiayai penelitian
tersebut.
Salah satu alternatif sistematika
proposal penelitian adalah sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifkasi Masalah
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
B. Kerangka Berfkir
C. Hipotesis
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
B. Waktu dan Tempat Penelitian
C. Desain Penelitian
D. Subjek Penelitian
E. Teknik Pengumpulan Data
F. Instrumen Penelitian
G. Teknis Analisis Data
E. Teknik penulisan proposal penelitian
D.
LAPORAN PTK
Melaporkan hasil penelitian tidak
sebatas menguraikan temuan kita dalam laporan penelitian. Ada subbab lain yang
amat penting kedudukannya kaitannya dengan pelaporan, yaitu pembahasan. Jika
dalam bagian hasil penelitian kita hanya menguraikan temuan pada masing-masing
siklus, jika perlu pada masing-masing teknik yang digunakan, juga instrumennya;
pada bagian pembahasan kita harus mengaitkan temuan yang satu dan yang lain,
bahkan juga mengaitkan antara temuan dan teori yang digunakan. Bagian ini
merupakan bagian terpenting dalam laporan PTK, karena itu jika dilihat dari
jumlah halamannya, bagian ini memiliki porsi yang paling banyak.
Struktur Laporan Penelitian Tindakan
Kelas terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian utama atau bagian
inti, dan bagian akhir. Bagian awal laporan PTK terdiri atas Halaman Judul,
Lembar Pengesahan, Abstrak, Prakata, dan Daftar Isi. Halaman Judul adalah
identitas penelitian yang terdiri atas judul, peneliti, instansi penelitian,
dan tahun pembuatan laporan. Lembar pengesahan berisi identitas peneliti yang
disahkan oleh pejabat berwenang. Jika penelitian dilakukan oleh sekolah,
pejabat yang berwenang mengesahkan adalah kepala sekolah. Jika PTK merupakan
hibah dari LPMP, pejabat berwenangnya adalah Kepala LPMP. Abstrak merupakan
intisari yang sangat penting dari hasil penelitian. Abstrak berisi latar
belakang masalah, tujuan penelitian, pelaksanaan penelitian, hasil penelitian,
dan saran. Kata Pengantar (Prakata) antara lain berisi ucapan terima kasih
peneliti kepada pihak yang telah membantunya.
Secara lengkap, berikut disajikan
struktur laporan penelitian tindakan kelas.
Tabel Kerangka Laporan PTK
No
|
Bagian
|
Isi
|
1.
|
Judul
|
Peningkatan Kemampuan Menyusun Teks
Cerpen dengan Pendekatan Kontekstual Elemen Pemodelan pada Siswa Kelas VII
SMP Negeri 1 Semarang
Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017
|
2.
|
Awal
|
Halaman Judul
Lembar Pengesahan Hasil Penelitian
Abstrak
Pernyataan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
|
3.
|
Isi
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
BAB II
LANDASAN TEORETIS DAN HIPOTESIS
TINDAKAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Menyusun Teks Cerpen
2.1.1.1 Hakikat Cerpen
2.1.1.2 Tahap Menyusun Teks Cerpen
2.1.2 Hakikat Teknik Pemodelan
2.1.2.1 Pendekatan Kontekstual
2.1.2.2 Teknik Pemodelan sebagai
Elemen dari Pendekatan Kontekstual
2.2 Kerangka Berpikir
2.3 Hipotesis Tindakan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Setting Penelitian
3.2 Subjek Penelitian
3.3 Desain Penelitian
3.4 Indikator Kinerja
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.6 Instrumen Penelitian
3.6 Validasi Data
3.7 Analisis Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil Penelitian
1.1.1 Siklus I
1.1.1.1 Proses Pemberian Tindakan
1.1.1.2 Hasil Tes
1.1.1.3 Hasil Nontes
1.1.2 Siklus II
1.1.2.1 Proses Pemberian Tindakan
1.1.2.2 Hasil Tes
1.1.2.3 Hasil Nontes
1.2 Pembahasan
1.2.1 Kemampuan Menulis Teks Cerpen
1.2.2 Aktivitas Siswa
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
|
4.
|
B a g i a n
Akhir
|
Daftar Pustaka
Lampiran
1) Surat Izin Penelitian
2) Daftar Nilai Prasiklus
3) Daftar Nilai Siklus I
4) Daftar Nilai Siklus II
5) Hasil Observasi Aktivitas Belajar
Siswa Siklus I
6) Hasil Observasi Aktivitas Belajar
Siswa Siklus II
7) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) Siklus I
8) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) Siklus II
9) Contoh Teks Cerpen
|
IV.
REFLEKSI PEMBELAJARAN
- Konsep Refleksi dalam Pembelajaran
Refleksi adalah kegiatan penilaian dalam
berbagai bentuk yang dilakukan oleh peserta didik terhadap proses belajar
mengajar yang telah dilaksanakan oleh pendidik dengan maksud untuk memperbaiki
proses belajar yang dilaksanakan oleh pendidik pada waktu yang akan datang.
Definisi menurut Reid, 1995 “Reflection
is a process of reviewing an experience of practice in order to describe,
analyse, evaluate and so inform learning about practice”. Konsep tersebut dapat
diartikan, bahwa refleksi adalah sebuah proses mereviu pengalaman dengan cara
mendeskripsikan, menganalisis, mengevaluasi pembembelajaran yang telah
dilakukan.
2. Prinsip
Refleksi dalam Pembelajaran
Refleksi pembelajaran sebaiknya
dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip berikut, yakni: (1) Ada
kesadaran bersama pendidik dan peserta didik untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran; (2) Penilaian oleh peserta didik dilakukan dengan sangat kritis;
(3) Penilaian dilaksanakan sejak awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran;
(4) Hasil penilaian oleh peserta didik dijadikan masukan oleh pendidik untuk
perbaikan pembelajaran.
3. Tujuan
dan Sasaran Refleksi dalam Pembelajaran
Tujuan dilakukan refleksi pembelajaran
bagi pendidik antara lain: (1) Untuk menganalisis tingkat keberhasilan proses
dan hasil belajar peserta didik; (2) Untuk melakukan evaluasi diri terhadap
proses belajar yang telah dilakukan; (3) untuk mengidentifikasi faktor-faktor
penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan; (4) untuk merancang upaya
optimalisasi proses dan hasil belajar,
(5) Untuk memperbaiki dan mengembangkan pembelajaran sesuai dengan mata
pelajaran yang diampu. Refleksi pembelajaran penting dilakukan dengan tujuan
untuk memberikan informasi positif tentang bagaimana cara meningkatkan kualitas
pembelajarannya sekaligus sebagai bahan observasi untuk mengetahui sejauh mana
tujuan pembelajaran itu tercapai. Selain itu refleksi terhadap pembelajaran
bermanfaat bagi peserta didik yakni, untuk mencapai kepuasaan diri peserta
didik memperoleh wadah yang tepat dalam menjalin komunikasi positif dengan
pendidik.
- Teknik-teknik Refleksi dalam Pembelajaran
- Belajar Jurnal
Pertama adalah belajar jurnal, para
siswa diminta untuk membuat jurnal mingguan di mana mereka merekam dan
berkomentar tentang pengalaman mereka sebagai pelajar dalam kelas tersebut.
Dibutuhkan waktu lima menit untuk siswa menulis jurnal tersebut. Pada akhir
pelajaran jurnal tersebut di kumpulkan kepada guru untuk diberi komentar.
b. Belajar
Mitra (kelompok atau kerjasama)
Belajar mitra berguna untuk
mendiskusikan ide-ide yang dibangkitkan, mengeksplorasi kepentingan mereka
sendiri, bertukar pikiran untuk memberikan komentar satu sama lainnya.
c. Belajar
Kontrak
Penggunaan belajar kontrak pada
pembelajaran refleksi ada tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
1) Sebelum penyusunan sebuah draft awal
untuk disampaikan kepada siswa harus fokus pada pengalaman mereka, kebutuhan
mereka belajar dan bagaimana mereka bisa belajar dengan baik. Dalam dialog
dengan siswa, konsepsi pembelajaran ini didiskusikan dan kontrak yang direvisi
dihasilkan.
2) Sebelum penyerahan hasil ahir belajar
mereka, siswa diminta dalam kontrak untuk meninjau pembelajaran mereka dan
bagaimana mereka dapat menyampaikannya kepada orang lain.
3) Jadwal Penilaian diri. Jadwal
penilaian diri digunakan sebagai sarana memungkinkan siswa untuk menyatukan
berbagai pembelajaran mereka dalam suatu kelas, untuk merefleksikan prestasi
mereka dan mengkaji implikasinya untuk pembelajaran lebih lanjut. (Tebow, 2008)
5. Penyusunan Instrumen Refleksi
Pembelajaran
Instrumen adalah alat untuk merekam
informasi yang akan dikumpulkan. Instrumen observasi digunakan berdasarkan
teknik yang dilakukan. Berikut ini jenis instrumen yang dapat dikembangkan
untuk kegiatan refleksi pembelajaran.
a. Lembar Observasi
Lembar observasi adalah hasil pencatatan
terhadap pengamatan fenomena-fenomena yang diselidiki secara sistematis.
Instrumen observasi yang berupa pedoman pengamatan biasa digunakan dalam
observasi sistematis, di mana observer bekerja sesuai dengan pedoman yang telah
dibuat.
b. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara (interview guide)
adalah acuan percakapan yang dilaksanakan untuk memperoleh informasi dari
responden. Secara minimal pedoman tersebut memuat rambu-rambu pertanyaan yang
akan ditanyakan pada responden.
c. Lembar Telaah Dokumen
Lembar telaah dokumen adalah instrumen
yang yang digunakan untuk mengolah dokumen-dokumen yang dimiliki. Bentuk
instrument dokumentasi terdiri atas dua macam yaitu pedoman dekomentasi yang
memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya, dan check list
yang memuat daftar variabel yang akan dikumpulan datanya. Perbedaan antara
kedua bentuk instrumen ini terletak pada intensitas gejala yang diteliti.
d. Angket atau Kuisioner
Refleksi kegiatan pembelajaran dapat
menggunakan metode angket atau kuisioner. Pada kegiatan ini, digunakan
instrumen sesuai dengan nama metodenya. Bentuk lembaran angket dapat berupa
sejumlah pertanyaan tertulis, tujuannya untuk memperoleh informasi dari
responden tentang apa yang dialami dan diketahui oleh peserta didik.
Sumber Pustaka
Doyin, Mukh dan Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa Indonesia. Semarang:
Bandungan Institute.
Kurniawan, Endang, dkk. 2016. Refleksi
Pembelajaran Dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
_____________________. 2016. Pemanfaatan
Dan Pelaporan Hasil Penilaian. Jakarta: Direktorat Jenderal GurudanTenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Terima kasih, saya jadi semangat belajar lagi
ReplyDelete