A. Definisi/Konsep
Metode
Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Sebagai
strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri
(inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga
istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep
atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery
ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah
yang direkayasa oleh guru
Dalam
mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan.
Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher
oriented menjadi student oriented.
Dalam
Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk
menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli
matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa
dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
B. Keuntungan
Model Pembelajaran Penemuan
Membantu
siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan
proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini,
seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
Pengetahuan
yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
Menimbulkan
rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
Metode
ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya
sendiri.
Menyebabkan
siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri.
Metode
ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
Berpusat
pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.
Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam
situasi diskusi.
Membantu
siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
Siswa
akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
Membantu
dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru;
Mendorong
siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
Mendorong
siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
Memberikan
keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih
terangsang;
Proses
belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya;
Meningkatkan
tingkat penghargaan pada siswa;
Kemungkinan
siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
Dapat
mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
C. Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan
Metode
ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa
yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga
pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
Metode
ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan
waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah
lainnya.
Harapan-harapan
yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Pengajaran
discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan
aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian.
Pada
beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
Tidak
menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa
karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
D. Langkah-Langkah
Operasional
1. Langkah
Persiapan
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
2. Pelaksanaan
a. Stimulation
(stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar
dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan
untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
siswa dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi
masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah
selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah)
c. Data collection (Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga
memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
(Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis,
dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data
merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa
baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua
informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,
diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara
tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f. Generalization (menarik
kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan
adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi
E.
Sistem Penilaian
Dalam Model
Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan
tes maupun non tes.
Penilaian yang digunakan dapat berupa
penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika
bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran
discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau
penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan.
Sumber Pustaka :
Ariani, Farida dkk.
2016. Model Pembelajaran . Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
POSTINGAN
TERKAIT
Contoh model pembelajaran penemuan (discovery learning) baca
DI SINI
Contoh soal dan
pembahasan kompetensi pedagogik lengkap baca DI SINI
mari segera bergabung dengan kami.:)
ReplyDeletedi ajoqq.club.^^
segera di add black.berry pin 58CD292C.AJoQQ.club