NOVEL
A. Pengertian
Novel
merupakan salah satu jenis fiksi. Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk
karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya yang
kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian
fiksi juga berlaku untuk novel (Burhan Nurgiantoro, 1995: 9). Secara
etimilogis, kata novel berasal dari kata novellus yang berarti ‘baru’. Jadi,
novel adalah bentuk karya sastra cerita fiksi yang paling baru. Novel adalah
satu genre sastra yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang secara
fungsional memiliki keterjalinan. Untuk membangun totalitas makna dengan media
bahasa sebagai penyampai gagasan pengarang tentang hidup dan seluk-beluk
kehidupan manusia.
B. Ciri-Ciri Novel
Herman J. Waluyo (2002: 37)
mengemukakan bahwa novel mempunyai ciri: (1) ada perubahan nasib dari tokoh
cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya
tokoh utama tidak sampai meninggal. Di dalam novel tidak dituntut kesatuan
gagasan, impresi, emosi dan setting seperti dalam cerita pendek.
C. Unsur
Intrinsik
Unsur-unsur
instrinsik novel terdiri atasi (1) tema, (2) plot atau alur, (3) penokohan, (4)
perwatakan atau karakterisasi, (5) setting atau latar, dan (6) sudut pandang
atau point of view. Unsur-unsur ekstrinsik novel terdiri atas: (1) biografi
pengarang, (2) karya-karya pengarang, (3) proses kreatif pengarang, dan (4)
unsur sosial budaya.
1.
Tema adalah gagasan dasar umum sebuah
karya novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditemukan sebelumnya
oleh pengarang dan dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain,
cerita tentunya akan “setia” mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan
sebelumnya sehingga berbagai peristiwa konflik dan pemilihan berbagai unsur
instrinsik yang lain, seperti penokohan, pelataran, dan penyudutpandangan
diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut.
2.
Alur Cerita atau Plot, menurut Lukman
Ali (1978: 120), adalah sambung sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab
akibat yang tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih
penting adalah mengapa hal itu terjadi. Alur cerita terdiri dari tiga bagian,
yaitu: (1) alur awal, terdiri atas paparan (eksposisi), rangsangan (inciting
moment), dan penggawatan (rising action); (2) alur tengah, terdiri atas
pertikaiaan (conflict), perumitan (complication), dan klimaks atau puncak
penggawatan (climax); (3) alur akhir, terdiri dari peleraian (falling action)
dan penyelesaian (denouement). konflik cerita yang berasal dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya. Falling action adalah peredaan
konflik cerita. Konflik yang telah mencapai puncak, akhirnya menurun karena
sudah ada tandatanda adanya penyelesaian pertikaian. Denouement adalah
penyelesaian yang dipaparkan oleh pengarang dalam mengakhiri penyelesaian
konflik yang terjadi.
3.
Penokohan dan Perwatakan mempunyai
hubungan yang sangat erat. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang
menentukan dan memilih tokohnya serta memberi nama tokoh dalam cerita.
Perwatakan berhubungan dengan karakteristik atau bagaimana watak tokoh-tokoh
itu. Keduanya berkaitan dengan tokoh-tokoh dalam cerita novel. Membicarakan
perwatakan, Mochtar Lubis (1981: 18) memasukkannya dalam teknik cerita dengan
menyebut sebagai gambaran rupa atau pribadi atau watak pelakon (character
delineation).
4.
Setting atau Latar berfungsi memperkuat
pematutan dan factor penentu bagi kekuatan plot, begitu kata Marjeric Henshaw
(dalam Herman J. Waluyo, 2002: 198). Abrams membatasi setting sebagai tempat
terjadinya peristiwa dalam cerita (1977: 157). Dalam setting, menurut Harvy
(1966:304), faktor waktu lebih fungsional daripada faktor alam. Wellek
mengatakan bahwa setting berfungsi untuk mengungkapkan perwatakan dan kemauan
yang berhubungan dengan alam dan manusia (Wellek, 1962: 220). Herman J. Waluyo
mengatakan bahwa setting adalah tempat kejadian cerita (2009: 34). Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa setting cerita berkaitan dengan
waktu dan tempat penceritaan. Waktu dapat berarti siang dan malam, tanggal,
bulan, dan tahun; dapat pula berarti di dalam atau di luar rumah, di desa atau
di kota, dapat juga di kota mana, di negeri mana dan sebagainya. Unsur setting
lain yang tidak dapat dipisahkan adalah hasil budaya masa lalu, alat
transportasi, alat komunikasi, warna local dan daerah, dan lain-lain. Setting
berfungsi: (1) mempertegas watak pelaku;
(2) memberikan tekanan pada tema cerita; (3) memperjelas tema yang disampaikan;
(4) metafora bagi situasi psikis pelaku; (5) sebagai atmosfir (kesan); (6)
memperkuat posisi plot
5.
Point of View atau Sudut Pandang mengacu
kepara cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang
dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar,
dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada
pembaca. Nurgiyantoro (2009: 256-266) menyebutkan, ada tiga jenis sudut
pandang, yaitu: (1) sudut pandang persona ketiga: “dia” yang terdiri dari: (a)
“dia” Mahatahu; (b) “dia” terbatas, “dia” sebagai pengamat; (2) sudut pandang
persona pertama “aku” yang terdiri dari (a) “aku” tokoh utama, dan (b) “aku”
tokoh tambahan; (3) sudut pandang campuran. Sudut pandang campuran ini dapat
terjadi antara sudut pandang persona ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan
“dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik “aku” sebagai tokoh
utama, dan “aku” tambahan, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama
dan persona ketiga, antara “aku dan “dia” sekaligus.
D. Unsur
Ekstrinsik Novel
Unsur
ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks novel, tetapi memberi pengaruh
yang tidak kalah kuatnya terhadap isi novel dan cerpen daripada unsur
intrinsik. Beberapa ahli sastra mengatakan bahwa unsur ekstrinsik bahkan lebih
menentukan dimensi isi karya novel dan cerpen.
Unsur
ekstrinsik mencakup: (1) latar belakang masyarakat, (2) latar belakang seorang
pengarang, dan (3) nilai-nilai yang terkandung di dalam novel. Latar belakang
masyarakat sangat berpengaruh pada penulisan novel dan cerpen. Latar belakang
masyarakat tersebut bisa berupa, antara lain, kondisi politik, idiologi negara,
kondisi sosial, dan juga kondisi perekonomian masyarakat. Latar belakang
seorang pengarang terdiri atas biografi pengarang, kondisi psikologis pengarang
, aliran sastra yang dimiliki penulis, dan minatnya terhadap sesuatu sangatlah
mempengaruhi terbentuknya sebuah cerpen atau novel. Riwayat hidup sang penulis
mempengaruhi jalan pikir penulis atau sudut pandang mereka tentang suatu.
Faktor riwayat hidup ini mempengaruhi gaya bahasa dan genre khusus seorang
penulis novel/cerpen. Kondisi psikologis merupakan mood atau motivasi seorang
penulis ketika menulis cerita. Mood atau psikologis seorang penulis ikut
mempengaruhi apa yang ada di dalam cerita mereka, misalnya jika mereka sedang
sedih atau gembira mereka akan membuat suatu cerita sedih atau gembira pula.
Aliran sastra merupakan “agama” bagi seorang penulis dan setiap penulis
memiliki aliran sastra yng berbeda-beda. Hal ini sangat memengaruhi gaya
penulisan dan genre cerita yang biasa diusung oleh sang penulis di dalam
karyakaryanya. Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen/novel, seperti nilai
agama, nilai social, nilai moral, dan nilai budaya, turut menentukan arah karya
penulis.
Sumber
Pustaka
Umar,
Azhar. 2016. Teori dan Genre Sastra
Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
POSTINGAN
TERKAIT
Baca
Soal Tentang Novel DI SINI
Baca
Materi Tentang Cerpen DI SINI
Baca
Soal Tentang Cerpen DI SINI
Baca
Soal Tentang Prosa Lama DI SINI
Baca
Tentang Puisi Lama DI SINI
Thanks
ReplyDelete