PEMAHAMAN PESERTA DIDIK SECARA MENDALAM:
PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK, PRINSIP-PRINSIP
KEPRIBADIAN PESERTA DIDIK, DAN BEKAL AJAR AWAL PESERTA DIDIK.
Dikutip dari https://www.kesharlindungdikmen.id/,
ada lima cakupan materi kompetensi pedagogik pada Olimpiade Guru Nasional (OGN)
2017 sebagai berikut.
1. Pemahaman
peserta didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif peserta
didik, prinsip-prinsip kepribadian peserta didik, dan bekal ajar awal peserta
didik.
2. Perancangan
pembelajaran, termasuk pemahaman landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran: landasan kependidikan, teori belajar dan pembelajaran, strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin
dicapai, dan materi ajar, serta rancangan pembelajaran berdasarkan strategi
yang dipilih.
3. Pelaksanaan
pembelajaran: penataan latar (setting) pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran yang kondusif.
4. Perancangan
dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran: evaluasi (assessment) proses dan hasil
belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, analisis hasil evaluasi
proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery
learning), dan pemanfaatan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan
kualitas program pembelajaran secara umum.
5. Pengembangan
potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kompetensi guru: pengembangan
berbagai potensi akademik dan nonakademik peserta didik.
Pada postingan ini akan disajikan
Ringkasan Materi Cakupan Materi OGN 2017 Kompetensi Pedagogik nomor 1 yaitu : Pemahaman
peserta didik secara mendalam: prinsip-prinsip perkembangan kognitif peserta
didik, prinsip-prinsip kepribadian peserta didik, dan bekal ajar awal peserta
didik.
I.
PERKEMBANGAN
KOGNITIF PESERTA DIDIK
A.
Pengertian
Kognitif atau pemikiran adalah istilah
yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental
yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi
yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan
merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana
individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan,
menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009)
B.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Guru harus mengetahui tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik. Yang sangat sentral dalam
factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah gaya pengasuhan
dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada
pengasuhan ini merupakan cika lbakal perkembangan kognitif tersebut, karena
ketika anak diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya, ini akan berakibat
pada perkembangan kognitif anak, bahkan pada perkembangan mental anak tersebut.
Lingkungan pun sangat berpengaruh pada perkembangan kognitif, semakin buruk
lingkungan maupun pergaulan seseorang maka kemungkinan pengaruh lingkungan pada
perkembangan kognitif anak semakin besar. (Wibowo, 2016)
C.
Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Empat tahap perkembangan kognitif siswa
menurut Piaget adalah sebagai berikut.
1.
tahap sensori motor (0–2 tahun)
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun)
seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan mengatur kegiatan fIsik dan
mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman
anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera
mereka.
2.
tahap pra-operasional (2–7 tahun)
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun),
seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari
pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk melihat
hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten
3.
tahap operasional konkret (7–11 tahun)
Pada tahap Operasional konkret (7-11
tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini,
seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan
menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu
situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).
4.
tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun)
Pada tahap operasional formal (lebih
dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda
nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif.
(Doyin, 2015)
II. PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK
Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa
perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu:
(a) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan
kekuatan dan kemampuan motorik;
(b) Sistem syaraf yang sangat
memengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi;
(c) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan
munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang
perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya
terdiri atas lawan jenis;
(d) Struktur fisik/tubuh, yang meliputi
tinggi, berat, dan proporsi.
Seifert dan Hoffnung (1994) berpendapat
perkembangan fisik meliputi perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti :
pertumbuhan otak, sistem saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan
berat, hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara individu
dalam menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan motorik dan
perkembangan seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti penurunan
fungsi jantung, penglihatan, dan sebagainya).
III.
PERKEMBANGAN
SOSIAL-EMOSIONAL PESERTA DIDIK
Selain perkembangan karakteristik fisik
dan kognitif peserta didik, yang tidak kalah penting adalah perkembangan
sosial-emosional peserta didik. Sosio-emosional berasal dari kata sosial dan
emosi. Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau
interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama.
Sedangkan emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu,
dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi dibedakan menjadi dua,
yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif seperti perasaan senang,
bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi
individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar. Emosi
negatif sperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, individu tidak
dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia
akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Selain itu, dari segi etimologi,
emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakkan,
bergerak’. Kemudian ditambah dengan awalan ‘e-‘ untuk memberi arti ‘bergerak
menjauh’. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan
hal mutlak dalam emosi.
Perkembangan sosio-emosional peserta
didik termasuk suatu pembahasan yang sangat penting karena dengan mengetahui
perkembangan sosio-emosional peserta didik, para pendidik dapat mengambil
tindakan pada permasalahan peserta didik dengan berbagai karakteristik dan
sifat yang berbeda-beda. Sosio-emosional adalah perubahan yang terjadi pada
diri setiap individu dalam warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau
perilaku individu. Dalam pembahasan sosio-emosional ini lebih ditekankan dalam
sosioemosional pada remaja. Pada masa remaja, tingkat karakteristik emosional
akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja
seperti perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu
dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik. kita harus mengetahui
setiap aspek yang berhubungan dengan perubahan tingkah laku dalam perkembangan
remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan
komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan emosi remaja merupakan suatu
titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sikap
kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan
orang tua.
Faktor yang sangat memengaruhi
perkembangan peserta didik pada usia remaja yaitu didikan orang tua, lingkungan
sekitar tempat tinggal dan perlakuan guru di sekolah. Pengaruh sosio-emosional
yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu untuk mengendalikan diri,
memutuskan segala sesuatu dengan baik, serta bisa lebih merencanakan segala hal
yang akan diputuskannya, sedangkan terhadap orang lain, yaitu mampu menjalin
kerjasama yang baik, saling menghargai dan mampu memposisikan diri di
lingkungan dengan baik. Agar seorang peserta didik dapat memiliki kecerdasan
emosi dengan baik haruslah dibentuk sejak usia dini, karena pada saat itu
sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia selanjutnya. Sebab pada
usia ini dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk. Jelaslah sudah betapa
pentingnya seorang pendidik memahami perkembangan sosio-emosional peserta
didik, agar dalam proses pembelajaran perkembangan sosio-emosional peserta
didik yang berbeda-beda dapat diatasi dengan baik.
IV.
PERKEMBANGAN
MORAL PESERTA DIDIK
Seto Mulyadi (2002a) menyatakan tentang
Robert Coles yang menggagas tentang kecerdasan moral yang juga memegang peranan
amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Hal ini ditandai dengan
kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun diri orang
lain, memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya, mengikuti
aturan-aturan yang berlaku, semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan
bagi seorang anak di masa depan. Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam
keluarga, contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain,
ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat,
tidak mudah putus asa, lebih banyak tersenyum daripada cemberut, semua ini
memungkinkan anak mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan
kognitif, kecerdasan emosional maupun kecerdasan moralnya.
Teori Kohlberg telah menekankan bahwa
perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang
secara bertahap yaitu: Penalaran prakovensional, konvensional, dan
pascakonvensional.
1) Tingkat Satu: Penalaran
Prakonvesional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat
yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini,
anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral
dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.
Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta
didik mau belajar kalau mendapatkan hadiah uang.
2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat
kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg. Seorang
menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati
standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat.
Contoh: siswa di satu kesempatan mau
belajar dengan tekun karena kesadaran sendiri tetapi tidak mau menaati perintah
orang tua yang mengharuskan belajar dari pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00
3) Tahap Tiga: Penalaran
Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah
tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini,
moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada
standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif,
menjajaki
pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan
berdasarkan suatu kode moral pribadi.
Contoh : Anak dengan penuh kesadaran
menaati tata tertib sekolah baik diawasi atau tidak, ada sanksi atau tidak.
V. BEKAL AWAL PESERTA DIDIK
Bekal ajar awal
peserta didik dapat pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)
adalah kemampuan
yang yang telah diperoleh peserta didik sebelum dia memperoleh kemampuan
terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal menunjukkan status pengetahuan dan
keterampilan peserta didik sekarang untuk menuju ke status yang akan datang
yang diinginkan guru agar tercapai oleh peserta didik. Dengan kemampuan ini
dapat ditentukan darimana pengajaran harus dimulai.
Identifikasi
bekal ajar awal peserta didik bertujuan untuk:
1) Memperoleh
informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan awal peserta didik
sebelum mengikuti program pembelajaran tertentu;
2) Menyeleksi
tuntutan, bakat, minat, kemampuan serta kecendrungan peserrta didik berkaitan
dengan pemilihan program program pembelajaran tertentu yang akan diikuti
mereka; dan
3) Menentukan
desain program pembelajaran dan atau pelatihan tertentu yang perlu dikembangkan
sesuai dengan kemampuan awal peserta didik.
Teknik
Mengaktifkan Bekal Ajar Awal Peserta Didik
untuk mengetahui
kemampuan awal peserta didik, seorang pendidik dapat melakukan tes awal
(pre-test). Tes yang diberikan dapat berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan
panduan kurikulum. Selain itu pendidik dapat melakukan wawancara, observasi,
dan memberikan kuisioner kepada peserta didik atau calon peserta didik, serta
guru yang biasa mengampu pelajaran tersebut. Teknik yang paling tepat untuk
mengetahui bekal ajar awal peserta didik yaitu tes. Teknik tes ini menggunakan
tes prasyarat dan tes awal. Sebelum memasuki pelajaran sebaiknya guru membuat
tes prasyarat dan tes awal. Tes prasyarat adalah tes untuk mengetahui apakah
peserta didik telah memiliki pengetahuan keterampilan yang diperlukan atau di
syaratkan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan tes awal adalah tes untuk
mengetahui seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan atau keterampilan
mengenai pelajaran yang hendak diikuti. Benjamin S. Bloom melalui beberapa
eksperimen membuktikan bahwa “untuk belajar yang bersifat kognitif apabila
pengetahuan atau kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi, maka betapa pun
kualitas pembelajaran tinggi, maka tidak akan menolong untuk memperoleh hasil
belajar yang tinggi”. Hasil pretest juga sangat berguna untuk mengetahui
seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki dan sebagai perbandingan dengan hasil
yang dicapai setelah mengikuti pelajaran. Jadi kemampuan awal sangat diperlukan
untuk menunjang pemahaman siswa sebelum diberi pengetahuan baru karena kedua
hal tersebut saling berhubung.
VI.
MENGIDENTIFIKASI
DAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA
A. Pengertian Kesulitan Belajar Siswa
Hamalik (hal:
1983) menyatakan kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan di mana
peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak
bisa diabaikan oleh seorang pendidik karena dapat menjadi penghambat tujuan
pembelajaran. Kesulitan belajar tidak hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi
yang rendah, akan tetapi bisa disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi.
Oleh karena itu, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Wood
(2007:33) menyatakan kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses
belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai
hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang berasal
dari dalam diri peserta didik maupun luar diri peserta didik.
B. Jenis-Jenis Kesulitan Belajar Siswa
Empat jenis
kesulitan/gangguan belajar dalam perkembangan seorang anak:
1. Kesulitan belajar akademis, meliputi
kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan berhitung.
2. Gangguan simbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat
memahami suatu obyek sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya.
3. Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan
anak untuk memahami isi pelajaran karena ia mengalami kesulitan untuk mengulang
kembali apa yang telah dipelajarinya.
4. Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan
yang berasal dari lingkungan dan emosi dalam diri anak.
C. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Penyebab
kesulitan belajar antara lain sebagai berikut.
1. Faktor
intelektual, yaitu inteligensi yang rendah dan terbatas;
2. Faktor
kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, seperti kurangnya gizi
pada ibu hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit
persalinan;
3. Faktor
sosial,seperti pengaruh teman bermain, pergaulan dan lingkungan sekitar;
4. Faktor
keluarga, seperti keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan
belajar dari orang tua.
D. Cara
Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Cara mengatasi
mengatasi kesulitan belajar adalah sebagai berikut.
1. tempat duduk
siswa
Anak yang
mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi
tempat duduk bagian depan.
2. Gangguan
kesehatan
Anak yang
mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap
memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan keluarga lainnya.
3. Program
remedial
Siswa yang gagal
mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong dengan
melaksanakan program remedial.
4. Bantuan media
dan alat peraga
Penggunaan alat
peraga pelajaran dan media belajar kiranya cukup membantu siswa yang mengalami
kesulitan menerima materi pelajaran. Misalnya,
karena materi pelajaran bersifat abstrak sehingga sulit dipahami siswa.
5. Suasana
belajar menyenangkan
Suasana belajar
yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami hambatan
dalam menerima materi pelajaran.
E. Rancangan
Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik
Rancangan
mengatasi kesulitan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
1. Bimbingan
Belajar
Bimbingan
belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh
melalui langkah-langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga
mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2) Call them approach; melakukan
wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara
ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
(3) Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban
sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan
kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler,
rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. (4) Developing a desire for
counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan
masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang
bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat,
dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai
tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara
ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang
dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis sosiometris; dengan cara ini dapat
ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan Penyesuaian social
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini
merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang
dihadapi siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan siswa dapat
berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural –
fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi
masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak
masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini
sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar
aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d)
ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran;
(g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan
keluarga; dan (j) waktu senggang.
3. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika jenis dan
sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran
dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru
pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru
pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek
kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau
guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih
kompeten.
Sumber Pustaka
Doyin, Mukh dan
Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa
Indonesia 2015. Semarang: Bandungan Institute
Wibowo, Hari
dkk. 2016. Karakteristik Peserta Didik.
Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
SOAL-SOAL PEDAGOGIK UNDUH DI SINI
SOAL PROFESIONAL BAHASA INDONESIA UNDUH DI SINI
BACA JUGA TANYA JAWAB PEDAGOGIK IV
CONTOH BEST PRACTICE FINAL OGN BACA DI SINI DAN DI SINI
CONTOH RISALAH AKADEMIK FINAL OGN 2016 BACA DI SINI
manthaap keren. tks.
ReplyDeleteTerima kasih utk sharing ilmunya.
ReplyDeleteBagaimana solusi untuk mengatasi peserta didik inklusi di sekolah umum